NILAI-NILAI keislaman yang menjadi fondasi keluarga menghasilkan prestasi gemilang dalam kinerja politik dan sosial. Aher dan Netty membuktikan sikap militan dalam dakwah dan ibadah menjadi kunci keharmonisan keluarga dan kesuksesan karier keduanya.
Menjabat Gubernur Jawa Barat selama dua periode, Ahmad Heryawan diganjar 265 penghargaan. Yang terakhir, penghargaan Bintang Astha Brata Utama Pamong Praja, diberikan Menteri Dalam Negeri atas kesuksesannya menunaikan janji politik dan janji kampanyenya. Sebuah prestasi yang jelas tidak mudah diraih.
Keberhasilan tersebut tentu membutuhkan dukungan dari orang terdekat. Netty Prasetiyani, istri Kang Aher, memiliki andil penting dalam mendukung karier sang suami. Seperti apa kehidupan rumah tangga Aher-Netty, dan bagaimana nilai-nilai keislaman diterapkan dalam mendidik enam anak mereka?
Karena Menikah Adalah Ibadah
Sering bertemu dalam aktivitas dakwah, Aher dan Netty memutuskan menikah setelah melalui ta’aruf. Tahun 1989 hingga 1990-an, kegiatan Rohis mulai marak di berbagai sekolah dan universitas. Saat itu, Netty kuliah di Universitas Indonesia, sedangkan Aher menimba ilmu di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Ghirah keislaman itu juga didukung berbagai peristiwa yang terjadi di mancanegara. Ada perang Afganistan juga intifadah di Palestina. Para aktivis Rohis antar-kampus sering mengadakan pertemuan dengan menjaga adab islami (tidak bercampur antara laki-laki dan perempuan).
Sejak itulah, Netty berpikir harus mendapat jodoh yang satu fikrah (pemikiran). Ketika kemudian Aher datang ke rumah, memperkenalkan diri dan mengutarakan niatnya kepada orangtua dan keluarga Netty, alhamdulillah, orangtua Netty merasa cocok dan menyetujui. “Tiga bulan berta’aruf, kami menikah 13 Januari 1991. Jadi sekarang sudah menginjak usia pernikahan ke-27,” ungkap lulusan S3 Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran ini.
Bagi Netty, pernikahan adalah perjalanan yang ujungnya adalah kematian. Bisa dikatakan, menikah adalah ibadah yang paling panjang. Berbeda dengan shalat yang ditutup dengan salam, menikah terus berjalan sepanjang waktu. Aher dan Netty juga membuat MoU sebelum menikah. Kami berangkat dari persepsi yang sama bahwa menikah adalah ibadah. Karena itu, ada kesepakatan bahwa pernikahan tidak boleh membatasi aktivitas dakwah di masyarakat. Terlebih karena Aher dan Netty memang sudah menjadi aktivis dan aktif di kegiatan kemasyarakatan sejak lama. Sikap bijak Aher sangat disyukuri oleh Netty.
Masa awal pernikahan diwarnai dengan beberapa kali pindah rumah, mulai dari Jagakarsa, Pondok Gede, Jatipadang, Bogor, hingga kembali lagi ke Jakarta. Saat kembali ke Jakarta itulah, Aher dan rekan-rekannya sesama aktivis dakwah merasa era reformasi menjadi momen tepat berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Aher merupakan satu dari 50 deklarator lahirnya Partai Keadilan (kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera) yang resmi dideklarasikan Agustus 1998. Aher kemudian dipercaya menjadi Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Keadilan. 28 September 1998, sehari setelah Aher dilantik, Netty melahirkan anak keempatnya.
Dukungan Keluarga Untuk Aher
Sebagai istri, Netty mendukung apapun yang dilakukan Aher, terutama yang berkaitan dengan kegiatan sosial dan organisasi. Sebelum menjabat Gubernur Jawa Barat, Aher dan Netty mendirikan Yayasan Empati Sesama, Majelis Taklim Al-Mahabbah, dan TPA Ghuraba. Ketiganya masih berjalan hingga kini. Yayasan kami terbiasa membantu warga yang di masa itu sering dilanda banjir. Membuat posko, memberi bantuan barang, juga pengobatan. “Saya ambil hikmahnya, ini adalah cara Allah mematangkan dan memberi ‘laboratorium’ untuk saya sebelum masuk ke Jawa Barat,” ujar Netty.
Ketika ditugaskan ke Jawa Barat, bisa dibilang itu adalah pengalaman baru. Berbeda dengan Jakarta yang serba hectic, sangat melting pot, dengan berbagai suku di dalamnya. Di Jawa Barat, mereka menghadapi karakteristik yang agak berbeda. Karena itu Aher dan Netty mencoba menempatkan diri agar dapat mengikuti karakteristik dan tuntutan sosial kultural di Jawa Barat. Mereka juga bergerak dengan mesin Persatuan Umat Islam (PUI).
Netty kala itu menjadi asisten dan bendahara. Mereka menarik semua tabungan untuk modal turun ke Jawa Barat. Menurut Netty, uang yang mereka gelontorkan tak sampai tiga miliyar. Karena menurutnya, tidak ada sokongan konglomerat. Hanya modal sendiri dan bantuan para sahabat yang tanpa pamrih. Menurut Netty, mereka berdua sangat berhati-hati mengelola penghasilan. Harus ada yang disisihkan, diinfakkan, agar Allah menambah rezeki. Netty mengaku belajar betul dari suaminya tentang harta. Mengutip perkataan Umar bin Khattab, jadikan harta itu hanya ada dalam tanganku, sehingga kalau dia lepas, terasa ringan bagiku, jangan pernah Kau letakkan harta dan seisi dunia itu di dalam hatiku, karena sulit untuk melepaskannya. Ini sesuai dengan kalimat Aher, “ Niat ke Jawa Barat adalah ibadah. Menang ibadah, kalah pun ibadah. Jadi kita tidak akan merasa rugi andai kalah.”
Alhamdulillah, Allah memberi kesempatan untuk menjadi gubernur berpasangan dengan Dede Yusuf. “Dan selanjutnya, di periode kedua, tantangan jauh lebih ringan. Karena sudah lima tahun, sudah banyak program yang digulirkan, semakin terbangun trust pada Kang Aher, jadi lebih mudah me-recall ingatan masyarakat. Terlebih dibantu nama besar seniman senior Deddy Mizwar.”
Keluarga ini pun akhirnya terbiasa menjadi aktif dan terlibat satu sama lain. Musyawarah keluarga digelar setiap selesai shalat Magrib. Saat inilah setiap anggota keluarga bisa bercerita panjang lebar tentang hari-hari mereka. Termasuk, anak-anak yang memprotes kesibukan orangtuanya. Aher dan Netty mendengarkan dengan seksama lalu mendiskusikan apa yang mereka keluhkan. Dengan demikian, anak-anak dapat memahami kesibukan orangtuanya, terutama yang berhubungan usaha memenuhi kebutuhan masyarakat. “Alhamdulillah, mereka sudah tidak ada pertanyaan sama sekali, mereka sudah memiliki elastisitas yang terbangun sejak awal, karena sudah dilibatkan sejak kecil,” ungkap penerima penghargaan HIMPAUDI Award atas dedikasi dalam membina guru PAUD di jawa Barat ini.
Hebatnya lagi, menurut Netty, Aher tak pernah merasa gengsi untuk mengerjakan tugas rumah tangga manakala istrinya sedang memiliki kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Memandikan dan menyuapi anak, atau mengambil rapor dan belanja ke pasar, itu tidak menjadi masalah untuk Aher.
Nilai Islam dalam Keseharian
Kang Aher dan istri tidak pernah mempermasalahkan rangking anak-anak. Yang mereka selalu tanyakan ketika mengambil raport adalah bagaimana sikap anak-anak di kelas, apakah mereka menjadi trouble maker di sekolah, dan sikap apa yang harus diperbaiki.
Saat TK dan SD anak-anak bersekolah di sekolah Islam, jadi lingkungannya sangat kondusif, mereka sejak kecil sudah bisa membaca Al-Qur’an, kemudian kami juga memanggil guru tahfidz ke rumah, dua kali seminggu mereka hafalan. Hadi anak yang paling kecil, memiliki kecenderungan yang lebih besar ketimbang kakak-kakaknya. Dengan kesadaran sendiri, dia membuat target, lulus SMP akan menghafal Al-Qur’an.
Dalam hal ibadah, Aher sangat tegas. Anak-anak kini terbiasa shalat subuh berjamaah di masjid. Namun, untuk masa depan, Aher dan Netty tidak pernah memaksa anak harus menjadi apa tapi tetap menanamkan norma dan aturan terkait hal itu. Termasuk membuat grup chatting keluarga untuk memonitor aktivitas ibadah, seperti shalat rawatib, setiap hari membaca Al-Qur’an, shalat Dhuha, dan ibadah lainnya. “Agar kami bisa mengingatkan satu sama lain,” jelas Netty.
Menurut Netty, anak-anak belum ada yang mengikuti jejak ayahnya dalam konteks berpolitik praktis, karena mereka memang baru diarahkan untuk membangun kemandirian ekonomi, karena untuk masuk ke ruang politik itu harus ada modal, seperti modal sosial, modal regulasi, dan kemandirian ekonomi. Jangan sampai praktik koruptif terjadi karena mencari sisa-sisa dari ruang itu. Hal tersebut yang selalu ditekankan Aher.
Dalam konteks kapasitas pemikiran, anak pertama yang berkuliah di Ilmu Politik dan anak ketiga yang mengambil jurusan Hubungan Internasional, banyak berinteraksi dengan teori dan konsep politik. Mereka menjadi kritis, berani bertanya dan mendebat sang bapak. Demikian pula dengan si nomor lima yang kini menjabat Ketua OSIS SMA 3 Bandung. “Semua anak kami suka membaca. Mereka mencoba menyandingkan apa yang dilakukan Bapak dengan berbagai teori. Mereka juga terbiasa menyampaikan pendapat terkait fenomena yang terjadi di masyarakat,” ujar Netty.
Kiat Mendidik Anak
Karena Aher dan Netty meyakini bahwa anak adalah amanah (titipan), maka mereka selalu berdoa agar Allah Swt. menjaga anak-anak di kala berjauhan, memperkuat agama, dan menjaga anak-anak dari pergaulan yang salah. Karena orangtua tak bisa mengawasi anak selama 24 jam, maka doa yang menjadi andalan. Namun demikian, menurut Netty, untuk mempererat bonding, orangtua juga harus dapat mengatakan langsung kepada anak betapa orangtua menyayangi mereka, dan tak ada yang diinginkan selain anak menjadi anak sholeh.
Banyak bertanya pada senior dan menghadiri berbagai seminar parenting juga membantu Netty memahami karakter anak-anaknya. Itu sangat membantu dalam menyikapi perilaku anak. Netty juga membiasakan mendongeng dan menyampaikan nilai-nilai moral di pagi hari. Dengan demikian, anak-anak diharapkan dapat meresapi dan mengamalkannya.
Netty dan Aher juga tak pernah membatasi pergaulan anak-anak. Alhamdulillah anak-anak mampu bersosialisasi dengan baik. Tidak ada gap dengan teman-teman karena status mereka sebagai anak orang nomor satu di Jawa Barat. Mereka terbiasa menghormati orang lain dan tidak mengganggu orang lain. Netty juga menekankan kemandirian anak sejak dini agar anak menjadi tidak manja dan tidak manipulatif.
KOMENTAR ANDA