JIKA istri memilih menambah perannya di luar rumah, kepentingan orang-orang tersayang jangan sampai dikorbankan.
Perempuan berkarier sejatinya memiliki banyak tujuan. Ada yang memang harus menekuninya karena didesak kebutuhan ekonomi keluarga, ada pula yang berkarier sebagai sarana aktualisasi diri. Berbagai alasan yang dikemukakan seorang perempuan untuk memiliki karier di luar rumah tersebut seharusnya tidak boleh membuat perempuan berpaling dari kodratnya sebagai istri dan ibu.
Bagaimanapun juga, ketika perempuan telah menikah dan melahirkan seorang anak, maka tanggung jawab terbesarnya terletak pada baktinya pada suami dan bagaimana ia mendidik anak-anaknya untuk menjadi pribadi saleh. Karena itulah, tidak sepantasnya kepentingan di luar dua hal tadi menghalangi seorang perempuan untuk menjadi mar’atus shalihah (perempuan salehah) yang memancarkan keindahan sebagai istri maupun ibu.
Lantas, bagaimana caranya agar seorang perempuan dapat menggenggam kariernya tanpa melepaskan keharmonisan dengan suami?
Menurut Nuniek Yuniati, M.Psi., Psi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan seorang perempuan agar dapat menyelaraskan kehidupan profesional dengan keharmonisan rumah tangganya.
Pertama, istri harus mendapat support dari keluarga (suami dan anak). Dukungan tersebut hanya dapat didapat jika komunikasi antar suami istri berjalan baik. Seorang istri harus dapat meyakinkan suaminya bahwa ia memiliki tujuan mulia dalam berkarier, bukan semata untuk kepentingan diri sendiri. Terlebih bila ia terjun ke politik, tentulah tidak semata mengejar ambisi memegang kekuasaan, tetapi ada nilai luhur untuk kepentingan masyarakat luas.
Ketika suami (dan anak) bisa melihat tujuan mulia tersebut, maka akan lebih mudah bagi seorang perempuan untuk berbagi peran dengan suami dalam urusan rumah tangga. Ada beberapa peran istri yang bisa digantikan oleh suami. Ketika urusan domestik aman, maka perempuan insya Allah dapat lebih fokus dalam berkarier.
Kedua, istri harus membangun kesiapan mental sebelum menambah tanggung jawab di luar rumah. Seorang perempuan harus menyadari bahwa semakin banyak tanggung jawab yang kita emban, maka energi dan waktu yang harus dicurahkan juga semakin besar. Perempuan harus siap secara psikologis agar dapat memiliki kecerdasan dan kesadaran untuk mengelola masalah, mengelola waktu, dan mengelola emosi dalam menjalankan berbagai peran.
Perempuan harus cerdas dan sabar dalam mengelola masalah, artinya tidak mudah larut saat menghadapi masalah tetapi fokus mencari solusi. Cerdas dan sabar dalam mengelola waktu, artinya perempuan harus menjalankan prioritas dengan baik. Bagaimana mendelegasikan beberapa urusan rumah tangga kepada suami dan mendelegasikan tugas kantor kepada bawahan.
Pun bagaimana mencuri waktu—memanfaatkan waktu luang di kantor—untuk selalu keep in touch dengan suami agar ia tidak merasa ditinggalkan oleh istri yang bekerja. “Terakhir, perempuan harus cerdas mengelola emosi agar urusan pekerjaan tidak terbawa ke rumah dan sebaliknya. Ini butuh kedewasaan. Namun jika tekanan sangat besar, istri bisa meminta dukungan suami dan keluarga untuk bisa lebih tenang,” ujar psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.
Ketiga, istri harus menjaga komitmen dari setiap peran yang ia jalani. Semua peran adalah prioritas, tidak boleh ada yang dinomorduakan. Di sinilah tantangannya untuk fokus menjaga berbagai komitmen tersebut. Karena itulah, perempuan tidak boleh berhenti belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar bisa menyeimbangkan keberhasilan karier dengan kebahagiaan rumah tangga.
Psikolog Nuniek mengatakan bahwa tiga hal penting tersebut juga berlaku manakala seorang perempuan ingin terjun ke dunia politik. Harus ada kata sepakat tentang posisi suami, terkait sejauh mana suami akan melibatkan diri bersama istrinya. Ada yang memang ingin ikut tampil, ada juga yang ingin berada di balik layar dan sama sekali tidak menyentuh panggung politik. “Semua harus dikomunikasikan,” ujarnya.
Tidak ada yang mengatakan bahwa menyeimbangkan karier dan keluarga adalah hal mudah. Bahkan tak sedikit perempuan yang memilih mengorbankan salah satunya agar yang lain bisa berjalan tanpa hambatan. Tapi kembalilah mengingat hakikat kita sebagai perempuan dalam hidup ini.
Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama. Boleh-boleh saja menebar manfaat untuk orang banyak, selama tidak mengalahkan kodrat sebagai istri dan ibu yang wajib bermanfaat bagi suami dan anaknya.
KOMENTAR ANDA