Yeni Dewi Mulyaningsih/Net
Yeni Dewi Mulyaningsih/Net
KOMENTAR

MANUSIA yang bijak adalah mereka yang mampu belajar dan menebar manfaat dari pengalaman hidup yang dialami.

Hal inilah yang menjadi pijakan seorang Yeni Dewi Mulyaningsih atau akrab disapa Ibu Yeni atau Mama Taufan untuk mendirikan Yayasan Komunitas Taufan (YKT) yang fokus membantu anak-anak penderita penyakit berat. YKT hadir untuk memberi pendampingan bagi anak penderita penyakit kanker dan penyakit berisiko tinggi lain dan keluarganya, baik dalam bentuk sharing maupun donasi materi.

YKT didirikan berdasarkan pengalaman pribadi Yeni yang kehilangan putra keempatnya, Muhammad Taufan pada Mei 2013. Taufan meninggal dalam usia tujuh tahun setelah berjuang melawan kanker darah yang diidapnya.

Taufan, Sang Inspirator

Awal terdeteksi adanya penyakit serius pada Taufan adalah ketika anak ceria itu mengeluhkan sakit pada mata, bahkan satu bola matanya terlihat lebih besar. Dokter awalnya mengatakan bahwa itu adalah tumor retrobulber sinitra. Sejak itu, ia dan suami membaca banyak literatur dan rajin berkonsultasi dengan dokter.

Taufan rutin berobat meski kerap merasa bosan karena harus bangun pagi- pagi menempuh perjalanan Bekasi-RSCM.

Awalnya, Yeni masih menyangkal dan terus berharap bahwa Taufan tidak mengidap kanker. Ia dan suami sempat merasa stres bahkan kerap bersitegang saat berdiskusi tentang anak mereka.

Namun, Allah Swt. memberi rezeki lain berupa kehamilan Yeni di saat ia harus mencurahkan tenaga dan waktu untuk Taufan.

Pada tahun 2011 ketika dinyatakan mengidap kanker Leukimia, Taufan harus menjalani protokol kemoterapi. Taufan didiagnosis kanker Leukemia tipe AML, yaitu jenis kanker darah dengan sel kanker yang berukuran besar dan umumnya menyerang orang dewasa. Rangkaian kemoterapi dijalani selama enam bulan. Setelah proses kemoterapi selesai, Taufan kembali dapat berakti tas.

Meski kemudian Taufan memilih untuk tidak bersekolah karena trauma penyakit dan sering dirawat di RS, namun begitu hari-harinya terbilang ceria.

Sampai suatu malam, Taufan mengeluh sakit. Dan saat diperiksa darah, diketahui bahwa sel kankernya sudah mencapai jumlah 63%. Yeni dan suami pun kembali drop. Orangtua mana sanggup melihat anaknya kembali terkena kanker. Tapi mereka mencoba untuk tegar dan optimis agar Taufan dapat menjalani pengobatan dengan maksimal.

Kala itu, Taufan memiliki sahabat seorang relawan bernama Zack Peterson, seorang  berkebangsaan Amerika yang pernah bekerja sebagai editor Jakarta Globe dan konsultan RTI International. Zack sering mengajak Taufan bermain, membawakannya buku, dan juga berbincang dengan Yeni. Taufan meninggal dunia 1 Mei 2013 setelah berjuang dua tahun melawan kanker. Seminggu kemudian, Zack mengajak Yeni untuk menjadi relawan bagi anak-anak penderita penyakit berat.

Meski awalnya ragu, Yeni perlahan mencoba menjalaninya. Ia banyak bertemu para orangtua pasien-posisi yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sharing seputar pengalaman, ilmu, dan kegiatan bersama pasien, dikomunikasikannya lewat e-mail.

Setelah berjalan 9 bulan, Yeni melegalkan aktivitasnya ke dalam bentuk Yayasan Komunitas Taufan.

“Saya rasakan apa yang mereka rasakan, melihat para orangtua adalah melihat diri saya saat Taufan masih bersama saya, anak-anak peyandang kanker sudah saya anggap anak saya sendiri.”

dihadapi dengan besar hati dan keikhlasan oleh para relawan. Saat ini tercatat ada 89 relawan harian dari seluruh Jabodetabek dan mayoritas perempuan. Mereka mendaftar melalui indorelawan.org.

Pasien dampingan dibagi dalam tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat. Untuk pasien sedang dan berat, mereka lebih mudah ditemui karena berada di rumah sakit.

“Kami melakukan support visit, berbarengan dengan jadwal mereka untuk konsultasi hematologi,” ujar perempuan kelahiran Bandung, 5 Maret 1977 ini. Adapun Sekretariat YKT di Jl. Kayu Manis No. 6 Kavling 7 Condet, Jakarta Timur lebih banyak digunakan untuk rapat pengurus maupun relawan, juga pertemuan dengan para donator.

Hingga saat ini, belum ada bantuan dari pemerintah untuk YKT. Untuk fund rising, YKT biasanya menggalang dana dari unggahan di Facebook atau melalui laman kitabisa.com sebagai platform penggalang dana yang terpercaya, untuk menjembatani pendonor dan YKT. Alhamdulillah, banyak donasi yang masuk baik dari perusahaan maupun  individu, terutama dari jaringan pertemanan.

“Kami mempersilakan para donator untuk menyampaikan donasi mereka secara langsung dalam acara yang kami selenggarakan. Dengan demikian, feel-nya akan berbeda, lebih mengena ke hati.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women