KOMENTAR

“Mencoba ikhlas, tetap berjuang dan berusaha semaksimal mungkin, hasilnya serahkan pada Allah karena Allah pasti akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.”

APAKAH Anda termasuk warganet yang akrab dengan ungkapan salam kenyot dari si “kepala geng komplek” bayi Adam Fabumi? Ya, perjuangan hidup Adam, the little warior yang divonis mengidap kelainan Trisomy 13 atau sindrom Patau sempat viral di media sosial 2017 lalu. Lewat akun instagram @adamfabumi, kedua orangtuanya selalu berbagi cerita, keceriaan, dan semangat mereka bersama ‘melawan dunia’.

Anak merupakan anugerah terindah yang dititipkan Sang Pencipta kepada setiap pasangan di muka bumi ini. Pun begitu dengan pasangan Ratih Megasari-Kiagoos Herling Kamaludin (Ludi) yang menikah 2016 lalu. Kebahagian itu kian lengkap dengan hadirnya malaikat kecil mereka, Adam Fabumi Kamaludin, 24 April 2017.

Kehamilan pertama dirasakan Ratih sangat mudah. Tidak ada morning sickness atau gejala-gejala umum yang biasanya dirasakan ibu hamil. Semua makanan bisa dilahap hingga berat badan naik 26 kg. Saat usia kehamilan menginjak 5 bulan, dokter mendiagnosis bayinya mengidap Dandy Walker Syndrome tipe klasik. Terlihat dari otak kecilnya yang tidak terbentuk dan mengandung cairan. Mengetahui hal tersebut, Ratih mengaku tidak takut, meski merasa sedih dan sangat terpuruk. Dukungan suami dan keluarga, serta orang-orang terdekat membuatnya tegar. Terlebih lagi, diketahui ada beberapa alternatif tindakan medis yang dapat dilakukan untuk menolong penderita sindrom tersebut.

Menginjak kehamilan 40 minggu, bayi Adam belum memberikan tanda-tanda akan lahir. Setelah kontraksi-kontraksi palsu, akhirnya dilakukan tindakan induksi di Rumah Sakit Pondok Indah oleh dr. Aswin. Dokter sebelumnya sudah memberitahukan bahwa bayi dengan kelainan seperti Adam, ketika lahir pasti akan mengalami masalah pernapasan. Adam lahir melalui persalinan normal pukul 9.34 pagi.

Benar saja, Adam lahir ke dunia tidak menangis, hanya merintih. Suaranya serak, badannya biru gelap mendekati ungu. Setelah ari-arinya dipotong, Adam dilarikan ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU). “Pukul tiga sore, saya baru bisa melihat Adam. Saat itu selang sudah dipasang di sekujur tubuhnya, bernapas dibantu mesin. Secara fisik, sudah terlihat kelainnya…jumlah jari tangan dan kakinya lebih banyak dan ada sumbing dalam,” ujar Ratih.

Sad and Happy at the same time, begitulah perasaan Ratih kala itu. Ia sangat bahagia melihat Adam yang sehat, berkulit putih bersih, dan gemuk dengan berat 3,03 kg. Namun ia tak bisa menutupi kesedihan dan kecemasannya terhadap kondisi medis Adam.

Saat itu Adam hanya terdiagnosis Dandy Walker syndrome, dengan kelainan bawaan jantung bocor di tiga titik, kelainan di saluran ginjal, laringomalasia (saluran napas tertutup tulang lunak), kelebihan jari, kelainan pada mata dan telinga, serta sumbing dalam. Dokter melakukan beberapa observasi karena menduga beberapa organ dalam tubuh Adam juga mengalami kelainan. Karena banyaknya kelainan, dokter menyarankan tes kromosom.

Kondisi Adam sempat memburuk di usia satu minggu. Dokter lalu melakukan operasi trakeostomi (pembedahan dengan membuat lubang di saluran udara atau trakea untuk memasukkan tabung untuk membantu pasien bernapas). Setelah tindakan itu, napas Adam mulai membaik.

Vonis Trisomy 13

Satu bulan setelah observasi, hasil tes kromosom keluar. Adam dinyatakan mengidap kelainan kromosom yang disebut Trisomy 13 atau sindrom Patau. Ratih syok karena Trisomy 13 tergolong sindrom yang mengancam kehidupan. Berbeda dengan sindrom Dandy Walker yang memungkinkan tindakan operasi dan terapi. “Terus terang saat itu kami tidak siap,” tutur peraih penghargaan ‘warrior mom’ dari Cosmopolitan FM ini.

Ratih makin terpuruk ketika dokter menyatakan bahwa anak dengan kelainan Trisomy 13 hanya memiliki kesempatan hidup tidak lebih dari satu tahun. Karena itu, tindakan apapun menjadi percuma. Mendengar itu, Ratih dan Ludi memutuskan membawa pulang Adam. Tujuannya agar Adam lebih dekat dengan orangtua dan keluarga, selain tentu saja biaya rumah sakit yang makin membengkak. Dokter mengizinkan Adam pulang dengan syarat harus ada ventilator dan suster yang siap siaga mengawasi.

Rencana kepulangan Adam menjadi awal tersebarnya kabar tentang perjuangan bayi montok itu. Berawal dari Ratih yang bercerita pada teman-temannya tentang keinginan membeli ventilator yang harganya sangat mahal agar Adam bisa pulang. Ternyata, teman-temannya berinisiatif menggalang dana. Ratih terharu dan sangat berterima kasih pada orang-orang yang membantu. “Kami sangat terbantu, karena dana yang kami miliki bisa untuk membayar biaya persalinan dan NICU yang jumlahnya luar biasa.”

 

Adam ‘Melawan Dunia’

Menurut Ratih, dibuatnya akun Instagram @adamfabumi awalnya untuk menjelaskan kondisi Adam mulai dari kandungan hingga lahir. Tujuannya agar orang-orang yang kerap bertanya tentang Adam dapat membaca di akun tersebut. Tujuan lainnya untuk meningkatkan awareness sekaligus menjelaskan bahwa Trisomy 13 bukanlah suatu penyakit, melainkan kelainan genetik pada kromosom. Adam akhirnya berkumpul bersama keluarga di rumah meski harus tetap bolak-balik ke rumah sakit. Suster Adam, Oma Dewi, sudah ahli menangani anak dengan kondisi seperti Adam. Ia sudah menjadi bagian dari keluarga Adam. Meski berada dalam kondisi yang jauh dari ideal, Ratih dan suami selalu bersyukur bahwa Allah selalu memberi kemudahan dan diberi jalan keluar.

Ratih dan Ludi lalu mencari alternatif pengobatan ke Singapura saat Adam berusia lima bulan, dengan harapan dokter di sana mau mengoperasi kelainan jantungnya. Namun, jawaban dokter di sana sama, operasi jantung anak dengan Trisomy 13 berisiko sangat besar dan jarang ada yang selamat. Dokter menyarankan keluarga untuk memperbanyak quality time bersama Adam. Ratih dan suami kemudian berniat akan melakukan operasi jantung untuk Adam di RSCM.

Niat itu belum terlaksana, namun Allah berkehendak lain. Adam masuk NICU setiap minggu. Kondisinya terus memburuk hingga harus selalu memakai ventilator. Sebelum meninggal, Adam tidak tidur dari pukul sebelas malam hingga subuh dan napasnya berat. Ratih tidak pernah melihat kondisi anaknya seburuk itu. “Sebelumnya memang Adam sering berhenti napas saat menangis atau marah. Ternyata jalur napasnya 80% tertutup,” kata Ratih.

Dokter terus memberikan bantuan alat pacu jantung hingga dada dan mata Adam terlihat lebam dan kemerahan. Tak tega melihat putra kesayangan mereka tersiksa, Ratih dan Ludi meminta dokter tidak melanjutkan proses tersebut. Akhirnya pejuang cilik itu meninggal dunia pada sore hari, 22 November 2017.

Duka tak hanya hinggap di hati Ratih, Ludi, dan keluarga. Para selebriti dan warganet ramai-ramai menuliskan untaian doa setelah tahu perjuangan Adam melawan dunia telah usai. Tak sedikit pula figur publik yang hadir ke rumah duka, memandang Adam yang tampak tersenyum manis untuk terakhir kalinya.

Tentang Adam Fabumi Foundation (AFF)

Ratih, Ludi, dan keluarga mendirikan Adam Fabumi Foundation (AFF) dengan tujuan awal menggalang dana untuk pengobatan Adam yang membutuhkan biaya besar. Mereka menjual kaus bergambar Adam Fabumi. Kala itu, Ratih membutuhkan biaya besar untuk rencana operasi jantung Adam. Setelah kepergian Adam, AFF memberi bantuan untuk “Adam-Adam” lain yang membutuhkan uluran tangan.

AFF juga memberi informasi seputar Trisomy 13 dan memberi bantuan materi dan motivasi bagi para penderita Trisomy 13 (dan orangtua mereka) di kota-kota lain. Kini, Ratih bersyukur bahwa masyarakat makin paham tentang kondisi Trisomy 13. “Amanah yang dititipkan oleh Adam membuat kami tegar dan bersyukur hingga hari ini.”

Setiap dua minggu, AFF dan kitabisa.com melalui kampanye Melawan Dunia menggelar penggalangan dana bagi anak-anak dengan kelainan maupun yang mengidap penyakit berat yang membutuhkan bantuan.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women