SIAPA tak ingin merasakan kesuksesan? Terlebih lagi sukses di usia muda. Bayangkan diri kita sukses menjadi pengusaha di usia belasan hingga awal 20an. Saat teman-teman masih diberi uang jajan oleh orangtua, kita justru memberi lebih dari sekadar ‘uang jajan’ untuk karyawan kita. Bangga, sudah pasti. Ada kepuasan batin tak terkira saat kita bisa mencapai kesuksesan yang dirintis dengan kerja keras dan kerja cerdas.
Namun tak semua orang dapat mereguk nikmatnya kesuksesan. Tidak sedikit yang gagal, lalu terpuruk. Tidak berani melangkah lagi. Namun, banyak juga yang ketika terpeleset atau terjatuh, segera tegak berdiri kembali. Mencoba lagi, lagi, dan lagi. Karena itulah, kekuatan mental menjadi modal terbesar meraih kesuksesan, jauh melebihi kapital ekonomi.
Syarat Sukses di Usia Muda
Tidak ada syarat baku untuk menjadi sukses (terutama di usia muda) selain kegigihan. Inilah kondisi mental yang tidak mudah dijaga eksistensinya, terlebih kala gejolak emosi masih menjadi pijakan di usia belia. Saat pencarian jati diri masih gencar dilakukan. Saat tujuan hidup belum terpatri. Kegigihan adalah salah satu tanda orang yang mau fokus, tidak mudah tergoda, tidak lekas menyerah, dan cepat bangkit dari kegagalan.
Kegigihan dan kegagalan adalah dua kondisi yang datang silih berganti. Saat gagal, gigihlah. Dengan begitu, kita tak akan larut merasakan kepahitan. Kita justru belajar dari kepahitan itu. Belajar dengan gigih untuk menapaki tangga kesuksesan. Kegigihan selaras dengan azzam; niat super kuat yang tak hanya melekat dalam pikiran dan hati, tapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata.
Bisakah itu semua dijalankan di usia muda? Pasti bisa. Terlebih lagi sebagai seorang muslimah, kita paham betapa sedikitnya waktu kita di dunia. Dan bahwa dunia adalah tipu daya setan bagi siapa yang tidak menjadikan kehidupannya sebagai ladang ibadah. Alwaqtu kassaif. Waktu ibarat pedang, yang jika tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya akan melukai pemiliknya. Masa muda berlangsung cepat dan tak akan kembali, karena itulah time is (more than) money. Kesadaran tentang betapa berharganya waktu yang akan memacu kita bergerak di usia belia.
Sukses vs Bahagia
Kesadaran tentang waktu singkat yang kita punya di dunia ‘memaksa’ kita untuk memanfaatkan masa muda sebelum datang masa tua. Inilah salah satu untaian hikmah Rasul yang diamanahkan pada umatnya. Apa pun profesi yang kita jalani, selama itu bermanfaat, positif, dan halalal thayyiban, harus ditekuni sepenuh hati agar kita sukses di jalan itu.
Kesuksesan sejati adalah kesuksesan yang membawa kebahagiaan bagi yang meraihnya. Bukan sekadar deretan panjang angka yang mengisi rekening-rekening bank. Karena jika kesuksesan hanya diidentikkan dengan berlimpahnya materi, belum tentu limpahan materi itu membahagiakan pemiliknya. Orang yang terlihat sukses dari sisi finansial belum tentu sukses menjadikannya insan berbahagia. Yang ada hanya pencitraan. Tampak indah di luar, namun membusuk di dalam. Kaya materi, tapi miskin hati. Pikiran digerogoti kesombongan, kebencian, atau ketakutan luar biasa. Tidak ada ketenangan yang hakiki.
Seorang enterpreneur, maupun peneliti, koki, arsitek, guru, atlet, jurnalis, aktor, pilot, atau profesi apa pun yang ditekuni, dikatakan sukses apabila berhasil mengukir prestasi di bidangnya. Namun, karena salah satu yang menyertai prestasi adalah limpahan materi, tak heran jika kita mengidentikkan kesuksesan duniawi dengan materi. Semakin kaya, semakin sukses. Padahal tingkatan sukses tidak serta merta diukur dari materi. Ada pula yang menganggap, semakin besar manfaat yang kita torehkan bagi umat manusia, itulah saat kita disebut sangat sukses. Pun ketika apa yang kita lakukan menginspirasi banyak orang untuk mengikuti jejak kebaikan kita dan menghasilkan sesuatu yang lebih besar, saat itulah kita disebut sukses.
Islam dan Kesuksesan Duniawi
Kesuksesan dan kebahagiaan di dunia harus menjadi jalan taqarrub kepada Allah. Saat kita makin sukses, kita akan makin dekat kepada Rabb Yang Maha Kuasa. Dengan begitu, kesuksesan duniawi tidak menggelapkan mata kita hingga keluar dari jalan yang diridhai Allah. Bertambah kesuksesan, berarti bertambah kedekatan pada-Nya. Maka ketika melihat seseorang yang sukses namun pribadinya tawadhu, maka insya Allah ia adalah ahli syukur. Seorang hamba yang menyadari bahwa kesuksesan yang diraih di dunia ini adalah nikmat dari Allah yang tak boleh didustakan. Kesadaran itulah yang menghadirkan barakah dalam peluh keringat usaha kita.
Saat bersyukur, kinerja akan kian terpacu. Dengan bersyukur, keinginan untuk merusak kesuksesan dengan hal-hal yang bertentangan dengan nilai Islam dan moral akan memudar. Jauh dari korupsi, jauh dari ketidakadilan, dan jauh dari pelanggaran hukum. Dengan demikian, kesuksesan yang diraih di usia muda akan langgeng hingga anak cucu kita kelak.
Paduan Jitu Menuju Sukses
KOMENTAR ANDA