KOMENTAR

MENGAWALI karier publik sebagai model iklan dan presenter, Ingrid Kansil kini lebih dikenal sebagai politisi dan pengusaha. Salah satu founder Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) ini aktif mengembangkan keterampilan kewirausahaan bagi para muslimah di seluruh pelosok Indonesia. Melalui IPEMI, Ingrid tak hanya ingin memberdayakan perempuan secara ekonomi, tapi juga menyeimbangkannya dengan ilmu agama yang kuat.

Tiga tahun berdiri, IPEMI sudah tersebar di 34 provinsi dan 340 kota kabupaten di Indonesia juga di Malaysia, Thailand, Brunei, dan Turki. Sharing pengalaman dan saling dukung antar-anggota menjadi rutinitas yang menjamin keberlangsungan IPEMI. Menyambut Milad ke-3, IPEMI mencatatkan namanya di Museum Rekor Indonesia (MURI) setelah aksi tebar 10 ribu mukena gratis ke seluruh Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan visi dan misi IPEMI untuk memberi seluas-luas manfaat bagi orang banyak.

Satu hal yang ditekankan Ingrid, peningkatan aqidah harus menjadi ruh agar para anggota IPEMI dapat berkompetisi dengan sehat. Tentang keseimbangan dunia dan akhirat yang diterapkan di IPEMI dan juga kehidupan pribadinya, Ingrid berbagi kisah kepada Farah.

F: Bagaimana seorang Ingrid Kansil akhirnya terjun ke dunia wirausaha?

IK: Bisa dibilang saya ini “produk telat” ya...(sambil tertawa). Tapi dalam hal enterpreneurship, saya pikir tidak ada kata terlambat. Saya dulu sempat berkecimpung di bidang retail. Tapi memang baru setelah menikah dengan suami (Waketum Partai Demokrat Syarief Hasan yang juga seorang pengusaha-red) saya menjadi dekat dan memahami dunia usaha.

F: Mengapa mendirikan IPEMI yang fokus pada pengusaha muslimah?

IK: Karena cikal bakal pendirian IPEMI adalah dari majelis taklim. Para pendirinya adalah yang aktif di majelis taklim. Salah satu pendirinya sudah senior di dunia taklim, yaitu Nurwahidah Saleh, yang sekarang menjadi Sekretaris Jenderal IPEMI. Saya di akhir 2013 juga mendirikan majelis taklim Al Fatimah (Forum Taklimat Muslimah).

Di majelis taklim ternyata ada pemberdayaan ekonomi muslimah. Setelah mengikuti kajian di rumah maupun di masjid, kami melihat banyak ibu yang membuka lapak seperti berjualan jilbab dan aneka kuliner. Dari situ kami berpikir harus ada wadah untuk membantu mereka meningkatkan produktivitas di dunia usaha. Saya dan tiga founder lain, Alhamdulillah memiliki pemikiran yang sama tentang hal itu.

F: Bagaimana IPEMI dapat melesat dalam waktu tiga tahun?

IK: Salah satunya karena IPEMI tidak hanya menerima perempuan pengusaha sebagai anggota. Kami juga merangkul perempuan-perempuan yang memiliki kepedulian terhadap wirausaha, ingin menjadi pengusaha, dan terutama mereka yang ingin membantu suami menambah penghasilan keluarga. Mereka mendapat pembinaan oleh para anggota yang sudah malang-melintang belasan hingga puluhan tahun di dunia bisnis. Alhamdulillah, banyak testimoni dari para anggota baru yang merasa sangat terbantu setelah masuk IPEMI.

F: Sejauh mana cakupan IPEMI di pelosok daerah?

IK: IPEMI masuk hingga ke desa karena kami sadar bahwa peningkatan kualitas perempuan di area grassroot sangat penting. Ada eksploitasi, banyak perempuan yang bekerja di pabrik dengan honor di bawah UMR, pulang ke rumah harus melayani suami dan anak, belum lagi mendapat perlakuan kasar dari suami yang merasa egonya runtuh karena istri yang menafkahi keluarga sementara dia menganggur.

IPEMI berusaha memperkuat perempuan dengan keterampilan wirausaha agar seorang istri atau ibu tidak perlu bekerja di luar rumah. Dengan usaha kuliner, menjahit, atau membuat kerajinan di rumah, ia bisa mendapat penghasilan. Ini yang disebut home industry. Yang terpenting ada kemauan dan mereka bisa mengakses dengan mudah permodalan dan pemasaran berjalan baik. Ini yang IPEMI lakukan.

IPEMI juga menyesuaikan konsep wirausaha dengan kebudayaan lokal. Artinya, sebisa mungkin membuat usaha dengan materi yang merupakan kekayaan alam dan budaya daerahnya.

F: Apakah IPEMI luar negeri menjalankan program yang sama dengan di Indonesia?

IK: Ya. Saya sudah crosscheck bahwa IPEMI di luar negeri bukan hanya struktur tanpa aksi. Di Brunei misalnya, sering digelar sharing dan pelatihan oleh pengusaha kepada WNI di sana yang baru memulai atau baru ingin melangkah ke dunia wirausaha. Di sana, kami disupport oleh Kedutaan Besar. Itu contoh konkret IPEMI mendukung pemerintah dalam hal pemberdayaan perempuan.

F: Seperti apa enterpreneurship yang digelorakan IPEMI?

IK: IPEMI tidak hanya mengajarkan keterampilan untuk memproduksi, tapi juga bagaimana manajemen dan pemasarannya. Salah satunya, kami bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Termasuk juga dengan IPEMI di luar negeri, jaringan ini kami manfaatkan untuk para anggota, termasuk mengakomodasi permintaan untuk produk-produk Indonesia mengisi pameran di luar negeri. Sekaligus mengedukasi para pengusaha Indonesia di luar negeri agar proses produksi dapat dilakukan di tanah air. Dengan demikian, para anggota dapat memahami seluk-beluk bisnis secara keseluruhan.

Baru-baru ini kami juga bekerja sama dengan BPOM untuk pelatihan membuat makanan sehat. Pelatihan ini diadakan karena banyak anggota IPEMI yang menekuni bisnis kuliner. Mereka harus tahu makanan sehat itu bagaimana pengolahannya, juga seputar standar dan sertifikasi BPOM.

F: Mengapa IPEMI begitu serius menanamkan pentingnya wirausaha kepada perempuan Indonesia?

IK: Karena salah satu indikator kesuksesan suatu negara adalah tingginya angka enterpreneurship. Di Indonesia, Alhamdulillah dari nol kini sudah 3%. IPEMI bertekad membantu pemerintah, terutama dalam menanamkan jiwa kewirausahaan perempuan Indonesia, khususnya muslimah. Karena kita tahu, jumlah di muslim di Indonesia adalah mayoritas.

F: Bagaimana menghindari persaingan tidak sehat antar-anggota IPEMI?

IK: Karena anggota IPEMI adalah muslimah, maka saya tekankan bahwa harus seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Jiwa kewirausahaan harus diimbangi dengan peningkatan akidah. Kajian agama harus ada. Anggota IPEMI rutin mendapat siraman ilmu agama agar usaha yang dijalankan tidak melenceng dari syariat Islam. Dengan demikian, persaingan akan terkikis dan para anggota akan saling mendukung. Pengusaha besar yang sudah eksis dapat membantu pengusaha skala mikro. Intinya, enterpreneurship yang dijalankan harus bernilai ibadah. Selain itu, IPEMI juga rutin mengelar bakti sosial. Harus ada social enterpreneurship yang saling menguntungkan dan menambah pahala.

Para ketua IPEMI di provinsi sengaja dipilih mereka yang sudah malang-melintang di dunia usaha dengan jejaring yang luas dan kuat, termasuk ke pemerintah. Diharapkan mereka dapat mengayomi para anggota dan para muslimah di grassroot untuk mengembangkan usaha.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women