BUSANA berkonsep etnik yang terbuat dari kain tradisional Indonesia (wastra Nusantara) seperti batik, tenun, songket, bordir dan sulam sedang menggeliat di negeri sendiri. Instansi pemerintah maupun swasta berlomba-lomba mensosialisasikan batik sebagai pakaian kerja yang wajib dikenakan meskipun hanya seminggu sekali.
Tidak kalah gencar, para perancang Indonesia juga excited menciptakan berbagai bentuk busana etnik ready to wear hingga couture, bahkan ada sebagian perancang yang mampu menciptakan motif baru. Bagi sebagian orang, fenomena tersebut merupakan peluang usaha yang sangat menjanjikan karena pangsa pasarnya masih sangat terbuka lebar. Salah satunya, Noer Pangripto Aden.
Produk Eksklusif
Noer yang seorang karyawan akhirnya memutuskan fokus menjalankan usaha retail batik Corak Riau miliknya. Bermula dari penugasannya ke Pekanbaru, kala itu Noer kesulitan mencari batik di Riau. Ia kemudian memiliki ide membuat batik sendiri untuk dijual.
“Pada awalnya, saya tidak menjual batik khas Riau, tetapi membawa batik dari Jawa ke Riau. Lama-lama saya berpikir, jika hanya ‘memindahkan’ batik Jawa ke Riau, semua orang bisa melakukannya dengan mudah. Akibatnya, persaingan bisnis sangat ketat. Itulah tantangan yang saya rasakan saat merintis bisnis batik,” ujar Noer.
Setelah berpikir matang, Noer kemudian memutuskan membuat batik dengan motif khas Riau agar eksklusif dan minim pesaing. Sebagai bukti keseriusannya, Noer mempelajari batik lebih mendalam. Ia mengenali perbedaan batik dengan tekstil juga mempelajari proses pembuatan batik yang memerlukan waktu panjang.
Dalam proses kreatifnya, Noer fokus pada konsep disain sementara untuk pengolahan batik corak Riau menjadi pakaian jadi ia dibantu saudara dan rekanannya.
Batik corak Riau memiliki motif yang berbeda dari motif batik Jawa. Batik corak Riau memiliki motif Pucuk Rebung Sekuntum, Kuntum Setangkai, Pucuk Rebung Kuntum Dua Dewa, dan masih banyak lagi. Mayoritas adalah motif tumbuh-tumbuhan yang berwarna cerah.
Untuk memproduksi batik corak Riau, Noer menggunakan teknik batik cap—menggunakan lilin, bukan printing, sehingga kualitas keasliannya tidak diragukan. Dalam hal quality control, Noer menjaga betul kualitas produknya agar tidak mengecewakan para pembeli.
Terkait penjualan produk, saat ini ia masih fokus untuk mengembangkannya di Riau meskipun banyak juga pesanan datang dari luar Riau. Selain menjual secara offline di outlet Batik Corak Riau, Noer aktif mempromosikan dan memasarkan produknya secara online melalui Instagram dan Facebook.
Selama tiga tahun menjalani usaha ini, Noer mengaku prospeknya terus bertumbuh. Adapun harga yang ditawarkan bervariasi mulai 200 ribu hingga 600 ribu rupiah.
Siap Bersaing
Meskipun belum pernah menjajal panggung fashion show, produk-produk Noer sudah sering tampil dalam mini parade. Ia sangat berharap ke depannya batik corak Riau bisa menjadi tuan rumah di Riau. Salah satu dukungan didapatnya dari Pemerintah Daerah.
Pemda konsisten memberikan dukungan kepada UKM Riau dengan mengenakan produk khas Riau, salah satunya produk batik corak Riau, dalam rutinitas sehari-hari.
Di tangan Noer, batik corak Riau diolah menjadi busana siap pakai yang cantik dan mampu bersaing dengan batik khas daerah lain di Indonesia. Dengan pasar Indonesia yang sangat besar, Noer optimis batik Riau akan semakin dikenal dan disukai masyarakat Riau dan daerah-daerah lain di seluruh nusantara.
Melalui usahanya ini, Noer tak hanya melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya Indonesia tapi juga memberi lapangan kerja bagi banyak orang.
Untuk mereka yang ingin mulai berwira usaha, Noer memberi saran, “Setiap orang yang ingin menjalankan suatu usaha harus memiliki keunikan yang membedakan produknya dari produk sejenis milik orang lain. Hal itu pula yang berlaku dalam usaha batik,” tegas Noer.
KOMENTAR ANDA