PRESTASI yang ditorehkannya untuk bangsa ini tidak main-main. Tahun lalu, di usia 17 tahun, ia berhasil merebut tujuh medali emas di ajang ASEAN School Games di Singapura. Adinda Larasati Dewi kini menjadi salah satu atlet renang harapan Indonesia.
Adinda mengisahkan bahwa sejak kecil ia terbiasa diajak ke kolam renang oleh Papa dan Mamanya. Bahkan, ia sudah dimasukkan ke klub renang pada usia balita, 3 tahun. Ternyata, bakatnya untuk menjadi jago renang sudah terlihat sejak kecil. Ia pun kemudian lebih serius berlatih renang di klub Hiu, Surabaya mulai usia 5 tahun hingga sekarang.
Mandiri Sejak Dini
Di tahun 2018 ini, tiga ajang besar diikuti Adinda. Setelah ASEAN School Games di bulan Juli, Asian Games di bulan Agustus, ada pula Olympic Youth Games di Argentina pada bulan Oktober. Dengan jadwal perlombaan yang sangat padat, Adinda mengikuti Pelatnas di Bali sejak tahun 2017. Jauh dari orangtua di usia belia, menurut Adinda adalah salah satu konsekuensi yang harus ia jalani. “Tuntutan fokus dan konsentrasi tinggi membuat saya tidak bisa sering pulang ke rumah. Papa dan Mama yang menjenguk saya ke Bali,” kata penyuka film horor ini.
Adinda mengingat pertama kali mengikuti pertandingan tingkat internasional pada usia 13 tahun. ‘Untung’ waktu itu di Brunei, tidak terlalu jauh dari tanah air. Tapi karena telah bertekad untuk mencetak prestasi, Adinda tidak menangis kala harus berpisah dengan orangtuanya. Yang ia ingat selalu adalah petuah dari Papa dan Mamanya yang tak pernah bosan disampaikan padanya, “Adek (panggilan Adinda di rumah) saat sendiri harus ingat Allah, karena Allah yang bantu Adek. Harus selalu berzikir.”
Sebagai remaja, tak jarang ia dilanda rasa jenuh. Biasanya kejenuhan itu muncul di tengah masa latihan yang panjang, sementara kejuaraan yang akan diikuti masih lama. Jika itu terjadi, Adinda berusaha memotivasi diri sendiri untuk bangkit. Ia mengintrospeksi diri, melihat catatan perkembangan prestasinya dari waktu ke waktu, lalu memacu diri untuk membuat target lebih tinggi. Dengan begitu, Adinda mengaku semangatnya segera mengalir lagi.
Menghibur diri pun ia lakukan untuk menjaga mood. Entah itu membaca buku, membuka akun Instagram berisi resep-resep masakan, atau menonton film. “Saya nggak suka film bergenre drama karena takut baper. Nanti malah jadi galau,” ucap Adinda sambil tertawa.
Tekad Menjadi Atlet
Jika berbicara tentang karir, Adinda mengatakan bahwa rentang usia perenang perempuan di Indonesia lebih pendek dari perenang di luar negeri. Umumnya, atlet renang perempuan sudah berhenti berkompetisi di usia 24-25 tahun. Penyebabnya karena di usia tersebut mereka umumnya sudah menikah dan lebih memprioritaskan kehidupan rumah tangga. Berbeda dengan di luar negeri, meski sudah menikah, kiprah sebagai atlet tidak terhenti. Tidak heran bila perenang perempuan masih bisa berprestasi di usia 30-an.
Lantas bagaimana dengan Adinda? Menurut Adinda, meski kedua orangtuanya selalu mendukung karirnya di kolam renang, sang Papa sudah pernah memintanya untuk “jangan lama-lama di dunia renang”. Pesan Papa tersebut terkait sosoknya sebagai muslimah berhijab.
Mengaku sudah berhijab sejak SMP, Adinda mengatakan sebagai atlet renang memang belum bisa mengenakan pakaian renang yang menutup aurat lebih baik (tidak terlalu ketat menonjolkan lekuk tubuh-red). Karena pakaian renang muslimah yang banyak beredar saat ini tidak cocok digunakan untuk perlombaan.
Namun demikian, siapapun tentu memuji kebulatan tekad Adinda untuk berhijab di kolam renang. Terlebih lagi, ia mampu menyumbang prestasi mengharumkan nama bangsa di pentas dunia. Para rekan sesama atlet dari luar negeri pun menghargai penampilannya yang berhijab.
Impian Menjadi Koki
Meski hampir seluruh waktunya tercurah untuk renang, siapa sangka gadis remaja ini ternyata menaruh minat untuk menjadi seorang koki. Lulus SMA, Adinda mengaku belum menentukan pilihan untuk melanjutkan ke jenjang kuliah. Tapi terbersit keinginan untuk menempuh pendidikan yang berhubungan dengan dunia kuliner. Ini berhubungan dengan kesukaannya mencicipi aneka masakan dan membantu Mama di dapur. “Ingin jadi pelatih renang yang juga jago masak,” kata penyuka durian dan bebek goreng buatan sang Mbah ini membicarakan masa depannya.
Meski menyukai makanan lezat, Adinda tetap menjaga pola makan untuk mendukung aktivitasnya sebagai atlet. Makanan yang mengandung banyak gula, makanan terlalu asin, dan gorengan sebisa mungkin ia hindari. Selain membuat gemuk, tiga makanan itu juga berdampak buruk bagi stamina karena tubuh menjadi mudah lemas.
Menurut Adinda, menjadi atlet membuatnya memiliki banyak teman baru, pengalaman baru, tantangan baru, dan terutama membuatnya berkesempatan pergi ke berbagai negara. Semua itu menjadi “penawar lelah” setelah setiap hari selama beberapa bulan harus berlatih keras untuk tampil maksimal di sebuah kejuaraan. Saat ditanya apa tiga cara meraih sukses versi Adinda, ia menjawab lugas, “serius berlatih, tidak putus berdoa, dan banyak bersedekah.” Selengkapnya baca di majalah Farah edisi 5 / Terbit Oktober 2018.
KOMENTAR ANDA