PERNIKAHAN dalam Islam adalah sebuah mitsaqan ghalizan atau ikatan kuat yang disaksikan Allah Swt. Dalam akad nikah, “sumpah kesetiaan” diucapkan dan disahkan secara agama maupun legal hukum negara. Setelah itu, adalah kewajiban suami dan istri untuk sama-sama menaati akad nikah dan menjaga perkawinan hingga maut memisahkan.
Sayangnya, karena dilakoni oleh dua individu dengan dua isi kepala berbeda, maka pernikahan tak selamanya berjalan mulus. Perdebatan demi perdebatan terjadi akibatnya banyaknya perbedaan pendapat. Ketidaksempurnaan manusia dengan segala khilafnya menjadi pokok permasalahan yang kerap mengganggu keharmonisan rumah tangga.
Ada kalanya, suami istri hanya dekat di mata, namun sangat jauh di hati. Jika tidak kunjung diperbaiki, mungkin salah satu atau keduanya tidak mampu menahan diri dari godaan pihak luar yang ingin mendekat. Perselingkuhan pun tak bisa dihindari. Atau tak kuat menahan diri dari urusan duniawi berupa tumpukan harta dan kekuasaan, hingga pekerjaan menjadi prioritas utama lalu mengorbankan keutuhan keluarga.
Di negara-negara barat, dengan konsep pernikahan berdasar agama nonIslam, dikenal ritual vow renewal. Sesuai namanya, vow renewal adalah pembaharuan sumpah pernikahan. Tujuannya memang baik, yaitu memperkuat kembali janji pernikahan “till death do us part” yang dulu pernah diucapkan. Vow renewal umum dilakukan saat peringatan wedding anniversary. Diharapkan, setelah vow renewal, cinta berikut gairah dan kemesraan akan kembali terpercik antara suami istri.
Siapa sangka, vow renewal ceremony mulai dilakukan beberapa pesohor negeri ini. Pasangan Bunga Citra Lestari-Ashraf Sinclair dan Anang-Ashanty misalnya, mengupload foto dan video vow renewal mereka di Bali. So sweet, begitulah mayoritas komentar para netizen. Dan jutaan follower mereka pun ramai-ramai mendoakan agar pernikahan dua pasangan itu langgeng. Akankah ini menjadi tren?
Maslahat dan Mafsadat
Menurut Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi dari MUI DKI Jakarta, selama dalam penyelenggaraan vow renewal itu tidak mengulang akad nikah, maka boleh-boleh saja. Karena toh, memang tidak ada akad yang fasakh (rusak). Akan lebih bijak jika kita melihat pada niat dalam mengerjakan hal tersebut. Karena niatnya adalah untuk memperkuat ikatan pernikahan—yang niat tersebut bernilai positif, maka sah-sah saja dilakukan. Yang terpenting adalah tidak terjadi pelanggaran akidah di dalam pelaksanaannya. Ini sama saja dengan perayaan wedding anniversary pada umumnya, hanya ditambah suami dan istri saling meneguhkan janji di hadapan seorang ‘pemandu’ dan tamu. Toh, ini hanya akan menjadi sekadar tren.
Pandangan lain diungkapkan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah KH. Endang Mintarja, MA yang menegaskan bahwa Islam tidak mensyariatkannya. Ini adalah sebuah tradisi baru yang nilainya ditentukan oleh besarnya maslahat dan mufsadat yang ditimbulkan.
Jika ada maslahat yang terkandung dalam vow renewal ini, boleh-boleh saja dilakukan selama prosesnya tidak melanggar akidah Islam. Jika alasannya untuk memperkuat ikatan pernikahan antara suami-istri, tentu alasan ini bersifat positif. Di tengah kian maraknya perceraian akibat permasalahan yang muncul di zaman modern ini, ‘kesadaran’ untuk memperkuat cinta antara pasutri sah-sah saja diapresiasi.
Meski demikian, perlu diingat bahwa memperkuat hubungan suami dan istri jauh lebih berdampak jika diaplikasikan dalam tindakan konkret berupa perilaku sehari-hari. Tekad untuk berubah menjadi lebih baik, berusaha sekeras tenaga untuk tidak mengulangi kesalahan yang kerap kita lakukan, serta menjaga keintiman suami istri dengan penuh cinta kasih, sudah tentu jauh lebih ampuh untuk memperkuat tali cinta suami istri dari sekadar “ucapan di bibir saja” ala vow renewal.
Selanjutnya, perhatikan baik-baik apakah mafsadat (kerusakan) yang ditimbulkan lebih besar dari maslahatnya. Menurut Kyai Endang, setidaknya ada dua mafsadat yang terkandung dalam vow renewal ini.
Pertama, tasyabbuh (meniru). Pelaksanaan upacara vow renewal menyerupai ritual yang dilakukan umat Kristiani. Dalam kitabnya, Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim al-Aql mengartikan makna tasyabbuh sebagai tindakan meniru atau menyerupai orang kafir dalam masalah keyakinan, ibadah, kebiasaan, atau model-model perilaku yang merupakan ciri khas mereka.
Kedua, tabdzir (menghamburkan). Pelaksanaan vow renewal ini bisa dilakukan secara private alias berdua saja, namun ada pula yang menggelar pesta selepasnya sebagai tanda syukur. Alangkah lebih bijak jika perayaan ulang tahun pernikahan digelar dalam suasana lebih khidmat, misalnya dengan mengundang anak-anak yatim piatu dan menyantuni fakir miskin. Karena ulang tahun pernikahan, seperti layaknya ulang tahun lainnya, seyogyanya diisi dengan introspeksi diri dan resolusi demi masa depan lebih baik.
Jika ada yang berpendapat vow renewal adalah hak pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan agama, jadikan patokan tasyabbuh dan tabdzir tadi sebagai rambu. Ada banyak cara untuk memperkuat ikatan cinta tanpa harus meniru ritual umat agama lain dan tidak menjadi hal mubazir. Ditambah lagi, jangan sampai apa yang kita lakukan—meskipun kita berdalih ini adalah ranah privacy—justru membuat banyak orang meniru tindakan kita. Bukankah kita ingin mewarisi amal saleh daripada perbuatan yang penuh mafsadat? Sungguh mengerikan jika sebuah ritual meniru kaum nonmuslim menjadi fenomena umum di tengah umat Islam.
“Dan janganlah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 42)
Kita tentu tidak ingin semakin banyak perbuatan yang tidak ada dalam syariah kita anggap tidak berdosa untuk dilakukan. Jangan sampai sikap permisif membutakan mata hati kita dan tanpa kita sadari, akidah kita tergerus sedikit demi sedikit melalui cara yang sangat halus. Apakah vow renewal adalah langkah terbaik untuk memperkuat ikatan perkawinan? Nurani kita pasti sudah tahu jawabannya.
Baca selengkapnya di majalah Farah edisi 6 / Terbit November 2018.
KOMENTAR ANDA