ANDA yang muslimah dan janda sejatinya tidak perlu risau dan gundah jika Anda mau menelisik sosok Khadijah Syahdan, selepas Khadijah wafat, Rasulullah masih menzikir-zikir nama Khadijah. Cinta dan rindunya pada istri pertamanya itu tidak pernah aus meski di sisi Nabi sudah ada yang muda, shalehah, trengginas dan cerdas bernama Aisyah. Tentu saja, Aisyah juga manusia: ia punya perasaan, ia bisa cemburu hingga kemudian berkata: "Mengapa engkau masih menyebut-nyebut seorang nenek, sedang Allah telah menggantikan untukmu siapa yang lebih baik dari nenek itu?" Maksud Aisyah yang menggantikan itu adalah dirinya sendiri. Tahukah Anda apa jawaban Nabi kita. Begini katanya: "Tidak, demi Allah! Aku tidak memperoleh ganti yang lebih baik darinya (Khadijah ra)."
Pada lain kesempatan, Aisyah ra pun berusaha menampakkan dirinya lebih utama ketimbang almarhumah Khadijah ra di hadapan Siti Fatimah, putri Khadijah. Katanya: "Aku gadis ketika dikawini ayahmu sedang ibumu adalah janda ketika dikawini ayahmu." Rupanya, sang putri berkeluh kesah kepada Nabi, dan manusia pilihan Allah itu pun bersabda: "Sampaikan kepadanya (Aisyah), 'ibuku (Khadijah) lebih hebat dari engkau, beliau menikahi ayahku yang perjaka sedang engkau menikahinya saat beliau duda.'"
Riwayat di atas, penulis temukan dalam buku Pengantin Al-Quran yang ditulis Prof. M. Quraish Shihab. Ada hal menarik di sini yang kita bisa cermati: Nabi Muhammad yang merupakan prototipe insan kamil (manusia sempurna), yang padanya melekat predikat penutup para nabi justru cinta mati pada perempuan yang janda.
Untuk Anda, yang mungkin saat ini menyandang gelar janda, Anda bisa berguru pada kisah cinta Nabi dan Khadijah tersebut. Bahwa Anda tidak perlu khawatir ihwal jodoh selepas suami Anda meninggal. Anda masih bisa mendapatkan yang lebih baik meski status Anda sudah tidak gadis lagi. Tentu saja, selama Anda bisa menjadi perempuan seperti ibunda Khadijah ra. Perempuan mulia yang berakhlak luhur pula. Anda bisa berguru pada Khadijah dan menampik dengan laku yang indah bila sejumlah anggapan miring soal status janda membebat jiwa.
Memang, hidup di zaman yang serba artifisial ini telah mengerdilkan status janda. Bahasa. Media. Masyarakat. Semua berperan mendeskreditkan dan (atau) merendahkan status seorang janda. Mirisnya, perempuan yang pernah menikah itu mengafirmasi dirinya sendiri bahwa ia tidak lagi "suci", berkubang noda, dan tidak bermarwah lagi. Yang begini, boleh jadi, lantaran tidak ketidakmengertian atau karena relasi kekuasaan patriakal yang diam-diam menguasai benaknya.
Untuk itulah, berhadapan dengan realitas tersebut, anda yang muslimah dan janda sejatinya tidak perlu risau dan gundah jika anda mau menelis ik sosok Khadijah.
Lebih-lebih, jauh sebelum Muhammad menjadi Nabi, Khadijah yang pernah dua kali menikah itu sudah tertarik pada seorang pemuda yatim dengan sejumlah kepribadianya, baik sifat-sifat lahirnya maupun batinya, pada saat diam maupun geraknya. (Quraish: 2011). Hal ini memberi isyarat bahwa muslimah yang janda pun memiliki kesempatan berjodoh yang lebih baik dari gadis-gadis single yang belum pernah menikah. Ia bisa mengungguli mereka bila ia menjaga marwah dan akhlaknya hingga Allah--suatu saat--mengutus pendamping hidup baru untuknya. Bergurulah pada Khadijah! (Muaz/muaz.abdillah@gmail.com).
KOMENTAR ANDA