TAHUKAH Anda bahwa nyamuk Aedes Aegypti adalah jenis nyamuk yang berkembang di daerah tropis? Mengingat Indonesia beriklim tropis, ini berarti maraknya demam berdarah memang tidak bisa dihindari saat musim hujan. Jika terkena, Anda harus mampu melewati fase demam dan fase kritis sebelum bisa masuk fase sembuh (recovery).
Meski sudah dikategorikan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah seperti Manado, Sragen, Ponorogo, dan Jakarta, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa penyebaran Demam Berdarah pada Januari 2019 masih dalam situasi terkendali, lebih rendah dibandingkan dengan Januari 2016. Menurut Siti Nadia, indikasi untuk bisa dikatakan luar biasa adalah kenaikan jumlah kasus, lonjakan tajam jumlah pasien dalam waktu singkat, dan luasnya penyebaran.
Menjawab tudingan masyarakat bahwa Kemenkes baru bergerak setelah banyak kasus Demam Berdarah terjadi, Siti Nadia menegaskan Kemenkes RI telah mengirimkan surat edaran sejak November 2018 ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota tentang POKJA DEMAM BERDARAH. Untuk bisa terlaksana dengan baik, Pokja tersebut harus sampai ke kecamatan dan kelurahan, lintas sektor, serta melibatkan masyarakat.
Nyamuk Aedes Aegypti bertelur saat musim panas dan menyimpan telur-telur itu di tempat teduh. Satu nyamuk dapat menghasilkan ratusan telur. Kemudian saat musim hujan tiba, telur-telur tersebut terendam air dan menjadi nyamuk (siklus akuatik).
Inilah mengapa pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI menggalakkan program 3M Plus (Menguras tempat air, Menutup tempat air, dan Menggunakan kembali atau mendaur ulang benda-benda yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya nyamuk), juga kegiatan pencegahan lain seperti menaburkan bubuk larvasida di penampungan air yang sulit dibersihkan, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, tidak menggantung pakaian dalam kamar, dan mengatur pencahayaan dalam rumah. Kemenkes juga sudah mengenalkan Program 1 Rumah 1 Jumantik untuk memantau Demam Berdarah.
KOMENTAR ANDA