KOMENTAR

PENYIKSAAN yang ditengarai dilakukan Pemerintah Cina kepada Etnis Uyghur yang tinggal di wilayah barat Xinjiang mendapat perhatian besar para aktivis HAM dunia. Mereka menuntut adanya investigasi PBB untuk mendapat respons yang lebih luas dari masyarakat internasional.

Tuntutan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Human Rights Council PBB untuk sesegera mungkin membentuk Tim Pencari Fakta dan memulai misi tersebut akhir bulan ini.

Sepanjang tahun lalu, para akademisi dan jurnalis telah melakukan sejumlah investigasi yang membuktikan adanya ‘pembersihan’ satu juta orang, mayoritas adalah muslim Uyghur. Mereka dihukum dan ditahan tanpa kejelasan di kamp-kamp detensi di sekitar Xinjiang yang jumlahnya makin banyak.

Direktur Eksekutif Human Rights Watch Kenneth Roth mengatakan dibutuhkan penelitian yang sangat cermat dan tegas terhadap penganiayaan dan penyiksaan terhadap etnis Uyghur yang sangat massive. Human Rights Watch bekerja sama dengan organisasi Amnesty International yang bermarkas di Jenewa dan World Uyghur Congress di Munich.

Adapun otoritas Cina menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan adalah tindakan melawan terorisme. Mereka bahkan masuk ke dalam kegiataan ibadah dan kehidupan beragama sehari-hari.

Para pejabat pemerintahan melarang laki-laki muslim memelihara janggut, melarang anak-anak menaati perintah Islam, bahkan melarang pemberian nama bayi yang bernapaskan Islam. Menurut Roth, upaya untuk mengubah identitas keagamaan dan identitas etnis minoritas ini sangat membutuhkan respons dunia internasional untuk menghentikannya.

Sekretaris Jenderal Amnesty International Kumi Naidoo mengatakan bahwa Xinjiang telah menjelma menjadi penjara terbuka. Di sana terjadi doktrinisasi politik, pemaksaan asimilasi budaya, penahanan, juga banyaknya orang ‘hilang’ membuat para minoritas menjadi asing di kampung halaman mereka sendiri.

Sebelumnya, Cina selalu berdalih bahwa apa yang mereka lakukan terhadap muslim Uyghur adalah membuat pusat pelatihan untuk meningkatkan perekonomian dan standar hidup etnis minoritas. Untuk memperkuat hal itu, pemerintah mengatur kunjungan tiga diplomat Uni Eropa dan jurnalis ke Xinjiang. Namun para jurnalis yang ingin meliput secara independen justru dipersulit.

Desakan dari kelompok HAM dunia diharapkan dapat menekan PBB dan negara-negara anggotanya, termasuk organisasi-organisasi keislaman internasional untuk tidak lagi berdiam diri menghadapi situasi ini.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News