KOMENTAR

PENEMBAKAN massal yang terjadi di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood Islamic Center di Christchurch, New Zealand pada Jumat (15/03/19) membuat kita nyaris tak percaya. Sikap anti-imigran dan anti-Islam membuat para pelaku teror itu membenarkan tindakan mereka dengan dalih mengamankan masa depan umat manusia (baca: kulit putih, nonmuslim) di muka bumi.

Di satu sisi, Islam berkembang begitu pesat di seluruh dunia setelah peristiwa Nine Eleven. Di Amerika,  sebuah studi yang dilakukan Pew Research Center yang dikombinasikan dengan data sensus negara mencatat bahwa di tahun 2017, muslim Amerika berjumlah 3,45 juta orang atau 1.1% dari total populasi warga Amerika. Jumlah muslim menjadi ketiga terbesar setelah umat Kristen dan Yahudi. Pada tahun 2050, diperkirakan jumlah muslim di negara adidaya itu akan mengalahkan jumlah orang Yahudi.

Keindahan ajaran Islam yang notabene sangat jauh dari kekerasan yang ditampakkan Al-Qaeda atau ISIS membuat banyak hati terpikat. Baik mereka yang bersyahadat memeluk Islam, maupun mereka yang bersimpati dan menghormati meski tak memeluk Islam.

Di sisi lain, semakin banyaknya jumlah umat muslim di dunia dan mulai ‘membanjiri’ negara-negara maju, justru membangkitkan ketakutan bahwa Islam akan menghancurkan tatanan kehidupan manusia yang selama ini ‘memandang sebelah mata’ kepada Islam bahkan mencapnya sebagai agama teroris.

Keyakinan Yang Menguat

Bagi umat Islam, pertambahan jumlah muslim di seluruh penjuru dunia patut disyukuri. Itu menunjukkan bahwa Islam memang agama yang berlaku untuk segala zaman. Tidak kuno, kaku, atau menakutkan seperti yang disangka banyak orang. Kehidupan masyarakat yang kian hedonis, mengejar duniawi tanpa henti, mencari kebahagiaan dengan hal-hal fana di dunia, ternyata justru menghasilkan ruang hampa yang membawa rasa frustasi.

Kehampaan itulah yang hanya mampu diisi dengan nilai-nilai Islam. Pemahaman bahwa dunia adalah persinggahan sementara dan bahwa setiap amal kita akan dihitung sebagai ibadah benar-benar menunjukkan makna hidup manusia di dunia. Dengan demikian, akhirat yang kekal dengan surga dan neraka sebagai konsekuensinya menjadi sesuatu yang masuk akal untuk diimani. Itulah yang membuat hidup memiliki tujuan hakiki.

Karena itulah, sebagai muslim yang mungkin sudah terlahir dalam Islam, kita harus mampu menunjukkan kepada dunia jatidiri muslim yang sejati. Muslim yang kaffah; sempurna. Yang senantiasa memperbaiki diri hari demi hari. Yang senantiasa mempertebal ketakwaannya dari waktu ke waktu. Yang senantiasa mengurangi dosa dengan istighfar dan taubat nasuha. Dan ini tentulah bukan jalan yang mudah. Di tengah kemaksiatan yang kian merajalela, kita harus berusaha kerasa agar tidak tergoda.

Selanjutnya, ketika keimanan semakin menguat dengan hablumminallah yang semakin dekat, kita juga harus memikirkan hablumminannas. Ingatlah bahwa kesalihan pribadi kita tidak akan bermanfaat bagi diri kita manakala kita tidak mampu berbuat baik dengan sesama manusia. Artinya, kesalihan pribadi kita harus berdampak pada kesalihan sosial.

 

Karena itulah kita harus menjadi muslim yang rahmatan lil alamin. Muslim yang kehadirannya menjadi sumber kebahagiaan, kekuatan, dan kedamaian bagi umat manusia. Muslim yang lembut hatinya, baik akhlaknya, dan cerdas pemikirannya, agar dapat memberi sumbangsih dalam kehidupan umat manusia.

Di zaman now, inilah tantangan besar yang dihadapi seorang muslim. Bagaimana agar kita dapat menjadi hamba Allah yang taat dengan melakukan semua perintah dan menjauhi laranganNya. Bagaimana kita menjaga akhlak karimah dengan mereka yang berbeda agama agar mereka bisa nyaman dengan kita dan kita pun tidak terkontaminasi nilai yang mereka anut.

Salah satu cara menjaga kemuliaan umat Islam adalah dengan ilmu. Dengan memiliki ilmu, orang tidak akan meremehkan kita. Dengan berilmu, kita dapat lebih kreatif mencari jalan untuk berdakwah dengan cara yang santun dan efektif. Dengan berilmu, kita dapat hidup sejajar dengan masyarakat dunia dan membuat kehidupan kita berada dalam taraf yang layak.

Dengan menjadi pribadi rahmatan lil alamin, masyarakat dunia akan melihat ketulusan kita. Mereka akan menyadari bahwa kekerasan bukanlah bagian dari Islam. Karena kita menunjukkan pada dunia bahwa jihad yang sesungguhnya adalah bagaimana mengatasi godaan dunia untuk bisa istiqamah di jalan yang diridhai Allah. Maka muslim sejati tidak akan menyakiti dan membunuh sesama manusia karena itu bukan perintah Sang Khalik.

Mari yakinkan dunia bahwa terrorism has no religion. And it’s not us.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur