KOMENTAR

BAGI Chicha, menjadi calon legislatif adalah satu cara berterima kasih kepada rakyat Indonesia. Nama besar keluarga tidak membatasinya untuk mengabdi. Lillahi ta’ala, itulah kunci hidupnya.

Nama Mirza Riadiani tampil sebagai calon anggota legislatif DPR RI nomor urut 4 daerah pemilihan DKI 1, Jakarta Timur. Jika tidak ada fotonya, mungkin kebanyakan kita tidak akan ngeh dengan nama itu. Namun setelah melihat wajahnya dengan senyum khas dan nama Chicha Koeswoyo terpampang di baliho, masyarakat langsung mengenali sosoknya.

Putri pertama pasangan Nomo Koeswoyo dengan almarhumah Fatimah Francisca ini merupakan mantan penyanyi cilik era 70-an yang sangat terkenal pada masanya. Sebut saja lagu Helli yang masih familiar hingga saat ini. Menghilang dari dunia permusikan Indonesia, memilih menjadi ‘orang biasa’ dengan bekerja di bank lalu memiliki usaha, kini Chicha muncul sebagai caleg DPR RI. Tim Farah berkesempatan mengikuti blusukan yang dilakukan ibu dua anak tersebut ke daerah Ciracas, Jakarta Timur.

F: Selain politik, apa saja kegiatan ibu selama ini?

CK: Sebenarnya semua ini di luar gambaran saya sendiri. Di usia yang sudah 50-an, anak-anak sudah pada mentas, alhamdulillah mereka sudah kuliah. Saya juga sudah selesai dengan ‘panggung’ saya sendiri. Sejak kecil sampai umur 20-an saya selalu benar-benar dekat dengan masyarakat. Setelah itu saya menghilang, karena saya masuk ke chapter dua dalam hidup saya (berumah tangga). Saya benar-benar mendedikasikan diri untuk suami dan anak-anak.

Nah, kegiatan saya sekarang terjun ke posyandu-posyandu, bertemu masyarakat. Ini semua adalah kegiatan yang pernah saya jalani dulu, saya merasa seperti dejavu. Blusukan memberi kebahagiaan tersendiri buat saya.

F: Persiapan apa saja yang dilakukan sebelum memutuskan terjun ke politik?

CK: Yang pasti pertama-tama harus menyiapkan mental karena ini dunia baru buat saya. Kedua, mempelajari apa saja yang harus dikerjakan seorang caleg. Kebetulan, untuk di Kelurahan Susukan, Ciracas, Jakarta Timur ini, saya berpasangan dengan Pak Bariyanto (Caleg DPRD Nomor 7, Dapil DKI 6, Jakarta Timur).

Pertama kali terjun ke politik, bingung? Pasti. Beruntung ada Pak Bariyanto yang mengajarkan banyak hal tentang politik dan apa yang seharusnya saya lakukan di dunia politik. Pada akhirnya ‘pagar’ itu terbuka sendiri dan feel-nya dapat.

 

F: Ketika memutuskan nyaleg, adakah ketakutan-ketakutan yang dirasakan?

CK: Di PDI-P, suasana kebersamaan, gotong-royong, dan kepeduliannya luar biasa. Tidak ada sekat antara pemimpin dan yang dipimpin. Awalnya memang takut-takut, misalnya takut salah ngomong, tetapi semakin ke sini sudah semakin menguasai, karena kami berdiri dan bekerja sepenuh hati untuk rakyat.

Awalnya kaget ketika saya ditawari menjadi caleg, apa saya mampu? Tapi setelah saya jalani, saya menikmatinya. Ternyata memang inilah waktunya bagi saya mengembalikan kepada masyarakat apa yang pernah mereka berikan kepada saya dan keluarga besar Koeswoyo.

F: Adakah perbedaan antara Chicha yang seorang penyanyi dengan Chicha yang kini seorang politisi?

CK: Semua ini tidak mengubah personality saya. Saya orangnya ngapyak, apa adanya, tidak ada yang harus ditutup-tutupi. Saya ya saya. Saya selalu bilang ke tim sukses (timses), saya tidak ingin ruang gerak saya dengan warga dibatasi, begitupun dengan timses di sekeliling saya. Kadang mereka ada euforia tersendiri  karena merasa menjadi tim sukses saya, kemudian mereka lebih galak daripada saya. Saya bilang tidak boleh seperti itu. Karena mereka merupakan kepanjangan tangan saya, mereka juga harus santun. Bagaimana warga bisa merasa tak ada batas dengan saya jika timses di sekitar saya membatasi. Ini yang selalu saya tanamkan.

F: Seperti apa Visi dan Misi yang Ibu emban?

CK: Saya bahagia sekali terjun langsung blusukan karena saya selalu dapat energi positif dari masyarakat. Tidak pernah saya menyampaikan hal-hal yang berbau SARA atau sejenisnya, tetapi saya menanamkan bagaimana cara berpolitik yang santun dan bermartabat. Kami juga harus siap mendengar aspirasi dan keluhan mereka. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Saya selalu bilang dengan tim, bahwa nawaitu utama adalah mengabdi kepada masyarakat secara umum, dan secara khusus untuk dapil saya, Jakarta Timur. Saya sendiri diberi mandat untuk mengusung semua Undang Undang yang ada agar terlaksana.

F: Seperti apa support keluarga sejauh ini?

CK: Alhamdulillah, suami, anak-anak, ayah, dan masyarakat sekitar sangat mendukung langkah saya. Suami selalu mengingatkan agar saya menjaga kesehatan. Tidak lupa sarapan sebelum blusukan. Mendukung saya untuk bisa memberikan yang terbaik.

 

F: Apa esensi wakil rakyat menurut Ibu?

CK: Kami adalah calon wakil rakyat, yang nantinya digaji oleh rakyat. Kedudukan wakil rakyat ya memang untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan pribadi.

Hidup itu mengalir bagai air, namun harus tetap fokus, karena nanti pasti akan ‘diberikan’ pada waktu yang tepat menurut kehendak-Nya. Saya merasa inilah waktu saya untuk mendedikasikan diri saya untuk rakyat.

Saya bersyukur sekali dengan jalan yang Allah tuliskan. Dulu saya dikagumi masyarakat, sekarang saatnya saya mengabdi kepada masyarakat. Hablumminallah dan hablumminannas. Bagi saya semua itu tidak bisa dibayangkan, dan saya merasakan kasih sayang Allah itu besar sekali.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women