MENGAPA harus Kartini? Bukankah masih banyak perempuan Indonesia lain yang dipandang memiliki kontribusi lebih dahsyat darinya?
Pro kontra tentang Hari Kartini bahkan terhadap sosok Kartini itu sendiri memang tak kunjung usai. Sebagai makhluk yang dianugerahi akal pikiran, kita berhak saja menilai sesuatu dari berbagai sudut pandang. Mengapa harus Kartini? Bukankah masih banyak perempuan Indonesia lain yang dipandang lebih dahsyat (kontribusinya) dibanding Kartini? Ada Rahmah El-Yunusiah dari Sumatera Barat yang mendirikan sekolah Diniyah Putri, sekolah yang amat modern dan masih berdiri sampai sekarang ini. Bahkan Universitas Al-Azhar di Mesir belajar kepada Rahmah cara mendirikan pendidikan khusus perempuan.
Sekolah Kartini selain sudah tamat seiring tiadanya Kartini, juga pola pendidikannya belumlah maju. Di ujung Sumatera masih ada Cut Nyak Dien yang menjadi panglima angkat senjata melawan penjajahan, sesuatu yang Kartini tidak lakukan. Belum lagi sengitnya perdebatan tentang status Kartini yang dipoligami. Lantas kenapa harus Kartini?
Ada yang berpandangan Kartini hidup di lingkungan feodal yang sangat ketat terhadap perempuan, artinya tekanan adat lebih keras dialaminya. Ada yang menganalisis kelebihan Kartini adalah menulis. Sekalipun itu hanyalah surat menyurat, tetapi kemudian menjadi buku yang menggugah, Habis Gelap Terbitlah Terang. Tulisan itu mampu membuat penulisnya abadi, sekalipun jasad Kartini sudah hancur dikandung tanah.
Tulisan ini tidak akan mampu menyelesaikan pro kontra terhadap Kartini. Lagi pula pro kontra itu juga menghasilkan sisi positif, yang membuat kita akan terus berpikir, karena pikir itu pelita hati. Pada kesempatan ini kita dapat melihat sisi lain dari kehebatan perempuan.
Ummu Mahjan
Kartini sudah menjalani takdirnya dalam singkatnya kehidupan di dunia ini. Dan tidak ada yang akan pernah sama dengan Kartini, karena setiap manusia punya keunikan masing-masing. Namun setiap perempuan dapat menjadi srikandi tanpa harus menjadi Kartini. Jauh sebelum hadirnya Kartini, dalam dunia Islam telah berkibar sosok-sosok srikandi yang spektakuler, yang melegenda, yang sangat sulit ditandingi. Kita sudah akrab mendengar nama Khadijah, Aisyah, Fatimah dan lainnya. Banyak sekali.
Sosok-sosok muslimah sejati tersebut berada pada level yang sangat tinggi. Mereka memang luar biasa. Tidak banyak perempuan sanggup mencapai posisi seperti para srikandi Islam, yang mendapat sanjungan Rasulullah, yang mendapat jaminan surga dari Allah. Namun itu bukanlah akhir dari harapan bagi segenap muslimah untuk menjadi sosok istimewa di hadapan Allah dan Rasulullah. Bagaimanakah cara pandang Rasulullah saw. terhadap sosok srikandi Islam? Baiklah, mari simak kisah berikut:
Ada seorang perempuan tua yang tubuhnya gemuk dan berkulit hitam. Setiap hari dia menyapu masjid Nabawi. Pekerjaan itu ditunaikan dengan sangat bertanggung jawab, dilakukan setiap hari tanpa sekalipun melalaikannya. Masjid Nabawi senantiasa bersih sementara orang-orang terus datang dan pergi silih berganti. Perempuan itu seperti sosok anonim, ada tapi seperti tiada. Sosoknya yang tua, gemuk, serta berkulit hitam tampaknya tidak akan banyak menyedot perhatian.
Hingga suatu hari Rasulullah saw. tidak lagi melihat sosok perempuan itu dan bertanya-tanya. Orang-orang lalu menjawab, “Perempuan itu wafat dan sudah dimakamkan.”
Rasulullah saw. pun marah dan kecewa, kenapa kematian perempuan itu tidak diberitahukan. Orang-orang memandang perempuan itu sebagai nobody, dan ‘level’ Rasulullah terlalu tinggi untuk mengurusi perempuan macam itu. Begitulah kira-kira yang dipikirkan orang-orang kebanyakan, tetapi tidak yang terbersit di pikiran Rasulullah.
Nabi Muhammad saw. menanyakan di mana kuburnya. Kemudian beliau secara khusus mendatanginya dan memanjatkan doa takzim agar perempuan hebat itu mendapatkan ganjaran terbaik. Srikandi ini tercantum secara agung dalam kitab Shahih Bukhari, kepribadiannya yang mulia menjadi bagian dari hadis nabi. Dia jelas sosok terhormat dan layak dihormati. Namanya adalah Ummu Mahjan.
Menjadi Srikandi
Cobalah beli sebuah mobil bagus seharga lebih dari satu milyar rupiah. Kita tentu bangga memilikinya. Namun mobil mahal itu tidak akan bisa berjalan, bila tanpa memiliki pentil yang kecil. Roda akan kempes terus bila pentilnya tiada. Meskipun pentil harganya sangat murah, sekitar dua ribu rupiah saja, tetapi tanpa pentil mobil mewah juga tidak akan berfungsi. Tidak ada yang dapat meremehkan sebuah pentil, sekalipun dirinya mungil, nyaris tak terlihat, meskipun murah, nyaris tak berharga.
Apabila perumpamaan ini dipahami dengan baik, maka tidaklah sulit bagi kita mencerna mengapa Rasulullah sangat memuliakan Ummu Mahjan. Cara pandang Nabi Muhammad saw. terhadap kualitas perempuan, itulah yang pertama kali kita teladani.
Kisah Ummu Mahjan itu adalah kisah yang membawa harapan. Pekerjaan yang dijalankannya tidak mungkin membuat dirinya kaya, dan tidak pula terkenal. Namun kehadirannya di dunia yang sementara ini justru berhasil menjadi sebuah keabadian. Bahkan bagi Nabi Muhamamd saw. kehidupannya menjadi inspirasi. Menjadi sosok inspiratif tidaklah harus menjadi Kartini, karena sejatinya setiap perempuan memiliki jiwa srikandi. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Selagi terus memberi manfaat, maka perempuan itu adalah srikandi yang layak dihormati. Jangan pandang kecil atau besar yang dilakukannya, karena segala kebaikan senantiasa luar biasa efeknya.
Rasul menuntun kita bukan saja menghargai orang lain tetapi juga menghargai diri sendiri. Hidup yang cuma sekali dan supersingkat ini hendaknya memberi arti, hendaknya ada yang kita sumbangkan sesuatu yang kelak menjadi peradaban. Lakukan saja hal-hal yang baik meski pun itu kecil. Perempuan gemuk hitam itu menyapu masjid secara rutin. Dia telah meninggalkan warisan sangat berharga bagi peradaban Islam tentang kebersihan. Dia adalah pahlawan, meski tidak dikuburkan di makam pahlawan.
Sepintas tidak ada yang menarik pada perempuan tukang sapu masjid itu. Secara fisik dia gemuk dan berkulit gelap serta tua pula, tiga kondisi yang sulit diterima secara ikhlas oleh perempuan. Secara pangkat, intelegensia, bahkan dari sudut apapun dirinya bukan siapa-siapa. Namun dia menjadi berharga di mata Rasulullah saw. karena dirinya sendiri yang membuat hidupnya berharga.
Kartini tidak berencana menjadi tokoh yang melegenda. Sekiranya dia masih hidup, ada kemungkinan dia akan menolak dirayakan demikian dahsyat oleh satu negara besar. Kartini hanya mengharapkan suatu perubahan yang baik dalam kehidupan di dunia ini. Dia mengharapkan ada cahaya dalam kegelapan, sesuai dengan bukunya, Habis Gelap Terbitlah Terang.
KOMENTAR ANDA