KOMENTAR

UKHUWAH atau persaudaraan dalam Islam adalah sebuah keindahan. Dalam ukhuwah islamiyah, kita belajar untuk saling menyayangi, mengasihi, menghargai, memaafkan, dan juga bersikap santun. Ukhuwah mendorong kita untuk saling menasihati sekaligus saling menguatkan. Ketika persaudaraan direkatkan oleh keimanan, maka persaudaraan itu akan penuh hikmah. Berbuah kenikmatan. Menjadikan hidup bermakna.

Layaknya saudara, h ati umat Islam menyatu. Dipersatukan oleh cahaya keimanan. Itulah ‘mukjizat’ maha indah yang menjadikan kehidupan menjadi bermakna. Kumpulan manusia biasa yang berusaha menjalankan Islam dengan semangat luar biasa.

Teman-teman akrab pada hari itu sebagian dari mereka menjadi musuh bagi yang lain kecuali orang-orang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Indahnya persaudaraan ini tidak layak dinodai dengan kebencian, keangkuhan, dan kemarahan. Jangan sampai ketidakberpihakan kita pada ketidakbenaran menjelma dalam caci maki, hinaan, cemoohan, bahkan tindakan keji. Ketidaksukaan kita pada kemunafikan dan kemaksiatan, tidak selayaknya kita salurkan dalam tindak kekerasan. Karena jika kita sudah meluapkan amarah—meskipun alasan kita adalah untuk membela kebenaran—kita telah memasukkan hawa nafsu yang mengurangi nilai kebenaran yang kita perjuangkan. Bukan tak mungkin harkat kita menjadi lebih rendah dari orang yang kita kritik dengan keras karena perbuatan kita tidak berbeda darinya.

Maka kewajiban kita adalah mengharap ridha Allah Swt. Dalam setiap kata yang kita ucapkan, dalam setiap tindakan yang kita lakukan, untuk setiap kalimat yang kita unggah di halaman media sosial kita. Entah itu cuitan atau caption. Karena kini tak hanya lidah yang menjadi harimaumu, tapi juga jari-jarimu.

Siapa mencari ridha Allah dalam hidupnya, ia tak akan mengkhianati indahnya ukhuwah islamiyah dengan melakukan keburukan. Ia tidak akan jalan ‘sendiri’, main hakim sendiri, menusuk dari belakang, yang dampaknya justru akan merusak kemuliaan ukhuwah itu.

Ketika kita hanya fokus meraih ridha Allah dalam hidup ini, setiap hela napas akan menjadi sarana ibadah kita. Kita akan berusaha meluruskan apa yang salah dengan cara santun namun tegas. Kita membenarkan dengan ilmu. Sisanya, serahkan kepada Allah Swt.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur