KOMENTAR

JA'BARI Gray, lahir pada 1 Januari 2019 di San Antonio, Texas, dengan berat hanya 3 pon atau sekitar 1,3 kg. Yang membuat iba adalah ia lahir dengan tubuh tanpa kulit dan kelopak mata yang tertutup rapat.

Laman India Times, menyebutkan hingga saat ini tim dokter masih melakukan tes untuk memastikan diagnosis penyakit yang dialami oleh Ja'bari. Sebagai pertolongan pertama, dokter mengoleskan salep topikal pada beberapa bagian tubuhnya untuk mengurangi risiko infeksi dan membungkusnya dengan kain kasa pelindung.

Kelahiran bayi tanpa kulit sangat jarang ditemui. Dr. Ana Duarte, direktur Divisi Dermatologi Rumah Sakit Anak Nicklaus di Miami mengatakan, "Kulit adalah organ terbesar manusia yang memiliki banyak fungsi penting, seperti melindungi dari infeksi dan menjaga suhu tubuh agar tetap teratur. Ketika seseorang tidak memiliki penghalang yang baik, terutama bagi seorang bayi, maka ia dapat mengalami banyak masalah yang berbeda."

Epidermolysis bullosa (EB), yakni kelainan genetik di mana kulit sangat rapuh dan dapat lecet dengan mudah, adalah salah satu kondisi orang terlahir tanpa kulit. Pada kondisi tersebut, kulit dapat terkelupas dengan mudah ketika penderitanya mengalami cedera ringan atau bahkan gesekan, seperti menggosok atau mencakar. Kondisi ini memang jarang terjadi, bahkan hanya terjadi pada satu banding satu juta bayi yang lahir di dunia.

Menurut Duarte, secara teknis orang dengan epidermolisis bulosa memiliki kulit, tetapi mudah terkelupas bahkan hilang. Tingkat keparahan kondisi ini dapat sangat bervariasi, tergantung pada jenis mutasi genetik yang dimiliki pasien. Beberapa pasien menjalani kehidupan yang cukup normal, sementara yang lain sangat terpengaruh. 

"Pasien dengan kasus epidermolisis bulosa yang parah dapat memiliki masalah dengan pernapasan serta saluran pencernaan mereka," jelas Duarte.

Sementara itu Jesse Taylor, kepala Divisi Bedah Plastik dan Rekonstruksi di Rumah Sakit Anak Philadelphia, mengatakan bahwa ia curiga bahwa Ja’bari memiliki kasus EB yang parah. Ia mengatakan bahwa pasien mungkin mengalami kontraktur parut (pengencangan kulit) dan memiliki area di mana kulit menjadi menyatu bersama, seperti jari tangan atau kaki. Kondisi tersebut tidak dapat disembuhkan.

Pasien dengan EB yang parah akan membutuhkan banyak operasi untuk mengangkat jaringan parut dan mengganti kulit yang rusak dengan kulit yang sehat.

"Aku sudah bisa menggendongnya dua kali, tetapi aku harus mengenakan baju khusus dan sarung tangan, bukan dari kulit ke kulit seperti yang dirasakan oleh orangtua lain," ungkap sang Mama, Priscilla Maldonado. Ia berharap dokter bedah bisa segera membuka mata anaknya. “Saya tidak pernah melihat matanya. Rasanya sakit,” tutup Maldonado.




Dukung Riset dan Publikasi Ilmiah, Kantor Wilayah Kemenkumham DKI Jakarta Luncurkan Jurnal Yustisia Hukum dan HAM “JURNALIS KUMHAM”

Sebelumnya

Momen Unik yang Viral, Kebersamaan Presiden Prabowo dan Kucing Bobby Kertanegara di Istana

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News