TANTANGAN menjadi orangtua di zaman now jelas lebih kompleks. Di dunia digital, kerepotan orangtua bertambah. Ada tantangan yang real, ada tantangan yang bersifat online.
Dalam realitas sehari-hari, kasus penculikan, narkoba yang makin mendekati anak-anak, salah pergaulan, atau perundungan, membuat banyak orangtua menjadi overprotective. Belum lagi masalah iklim dan cuaca yang semakin memanas secara global hingga memunculkan dan memudahkan merajalelanya virus, bakteri, dan penyakit baru. Tak cukup dengan itu, kini, ditambah lagi dengan cyberbullying, fenomena pornografi, juga kekerasan yang mencengkeram dari dunia maya. Dunia yang ada meski tidak nyata.
Belum lagi persaingan di dunia kerja. Kini dan di masa depan, keberhasilan anak-anak kita tak cuma mengandalkan prestasi akademik. Ada kreativitas dan keterampilan yang harus dimiliki anak untuk bisa melejit sukses.
Bertambahnya beban orangtua masa kini dalam mengasuh dan mendidik anak mau tidak mau menuntut orangtua pun bersiap dan berbenah diri berkali lipat. Tujuannya agar bisa mengantisipasi setiap masalah kepengasuhan yang menghadang. Bekal orangtua ini meliputi banyak aspek, mulai dari pengetahuan, wawasan, ilmu, life skill, keuangan, dan yang terutama, mental spiritual.
Dengan tuntutan yang sedemikian besar, makin banyak pula ibu bekerja di masa kini. Entah menjadi perempuan berkarir profesional maupun menjadi enterpreneur. Merriam Webster mengartikan bahwa a woman who performs the traditional duties of housekeeping and child-rearing while also having a full-time job adalah seorang supermom. Benarkah hanya ibu bekerja yang layak disebut supermom?
Para ibu, sejatinya adalah supermom. Sosok “ibu super” ini layak disematkan kepada perempuan yang mampu menghadirkan dirinya secara utuh di hadapan anak, kapan pun si buah hati membutuhkannya. Ketika seorang ibu rumah tangga mengabdikan dirinya untuk menciptakan baiti jannati bagi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah berikut anak yang salih dan salihah, bukankah ia juga seorang supermom?
Ia membuat anak-anak begitu merindukan sosok ibu sepulang sekolah. Anak-anak makan masakannya dengan sangat lahap. Anak-anak selalu tersenyum dan tertawa lepas saat bermain bersama ibu. Anak-anak menyimak perkataan ibu saat mengajarkan apa yang mereka belum pahami di sekolah. Dan anak-anak lebih senang berada di rumah yang rapi, bersih, dan asri karena ibu cerdas menata rumah.
Jadi, untuk menjadi supermom di hati anak, sekalipun di zaman digital ini, tetaplah harus menyentuh hati anak.
Siapkah kita menjadi supermom? Kunci menjadi supermom bukan berarti Anda harus lulus S2, punya karir mentereng sebagai manajer, atau menjadi influencer dengan segudang endorsement. Tapi ketika kita bertekad dan memberikan yang terbaik dari diri kita untuk keluarga, saat itulah kita telah menjelma menjadi ibu super.
KOMENTAR ANDA