MENJELANG peringatan Hari Buruh Internasional, Komisi Nasional Perempuan Magdalena Sitorus mengutarakan masih ada ketidaksetaraan upah antara laki-laki dan perempuan pekerja. Salah satu penyebabnya adalah masih ada pengusaha yang tidak mempunyai perspektif gender hingga tidak merasa bersalah melakukan diskriminasi terhadap perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut.
“Perempuan pekerja mendapat upah yang lebih rendah dibandingkan laki-laki padahal posisi maupun tugas yang diemban sama,” ujar Magdalena di Jakarta, Selasa (30/04/19).
Diskriminasi yang dibiarkan tersebut dapat dikategorikan sebagai satu bentuk kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja. Magdalena menilai perlu ada perubahan sistematis terkait pengaturan upah pekerja yang harus segera dilakukan demi mencegah praktik diskriminasi berkelanjutan.
Terkait hal tersebut, Magdalena menyebutkan sudah ada beberapa pihak yang menyuarakan kesetaraan upah. Mereka juga mengadukan pelanggaran terhadap hak perempuan pekerja. Namun sayangnya, belum ada sistem yang mengikat para pengusaha hingga kesetaraan belum merata. Demikian pula jika pengaduan dilakukan oleh individu pekerja, mereka tentu ketakutan karena pengaduan tersebut berisiko hilangnya pekerjaan.
“Untuk mengatasi hal ini, diperlukan tanggung jawab negara untuk mengubah diskriminasi terhadap perempuan pekerja dengan cara memperbaiki sistem,” kata Magdalena.
Ihwal ketidaksetaraan upah pekerja juga pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Perbedaan besar upah dikarenakan perempuan dianggap kurang memberi kontribusi bagi perusahaan. Dalam acara Ring The Bell for Gender Equality di Jakarta Maret lalu, Menkeu menyatakan bahwa ketimpangan gender masih terjadi dalam besaran pendapatan antara karyawan perempuan dan laki-laki. Upah perempuan pekerja 32% lebih rendah dibandingkan laki-laki. “Penting agar kesetaraan gender dapat terwujud di tempat kerja, kegiatan usaha, dan komunitas,” kata Menkeu Sri dengan tegas.
KOMENTAR ANDA