KOMENTAR

ORANGTUA harus terampil menjelaskan tentang Ramadhan kepada anak agar keistimewaan bulan suci melekat kuat di hati dan pikiran anak.

Marbahan ya Ramadhan. Selamat datang bulan suci yang penuh rahmat dan ampunan. Tak terasa kita berjumpa lagi dengan Ramadhan setelah 11 bulan berlalu. Kerinduan yang akhirnya menjadi nyata. Dan kita, tentulah harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengisi Ramadhan dengan segudang ibadah.

Sebagai orangtua, kita harus mampu ‘mendekatkan’ Ramadhan ke dalam hati buah hati kita. Agar mereka dapat meresapi kenikmatan berpuasa di bulan suci. Agar mereka tidak mudah kalah oleh nafsu demi meraih ketakwaan. Namun itu tidaklah mudah. Terlebih lagi di masa kini, anak-anak harus diberi penjelasan yang mudah dicerna oleh pemahaman mereka.

Seperti penggalan bait lagu Bimbo Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya yang sangat akrab di telinga kita:

Lapar mengajarmu rendah hati selalu

Tadarus artinya memahami kitab suci

Tarawih mendekatkan diri pada Ilahi

Sebagai muslim, kita harus menyadari bahwa Ramadhan begitu sayang jika hanya diisi dengan puasa. Ada amalan sunnah lain seperti tadarus, tarawih, dan sedekah yang ‘menyempurnakan’ Ramadhan.

Bagaimana seharusnya orangtua memberi pemahaman pada anak tentang kemuliaan Ramadhan, berikut ini penjelasan Psikolog Irma Gustiana M. Psi, Psi yang juga Founder pusat konsultasi psikologi, terapi, dan pengembangan diri Ruang Tumbuh kepada Farah.

 

Bagaimana menjelaskan kepada anak balita sampai TK tentang keistimewaan bulan Ramadhan, terutama tentang puasa?

Penjelasan mengenai ibadah puasa memang harus dilakukan dengan singkat dan disertai praktik hingga anak balita bisa melihat apa yang dilakukan orangtuanya saat bulan puasa. Misalnya saja saat sahur. Anak di usia 4,5 atau 5 tahun, orangtua bisa membangunkan anak saat sahur untuk melihat apa yang dilakukan orangtua.

Begitu pula saat siang hari, dia melihat orangtua tadarus. Hingga sore saat berbuka, anak melihat apa yang dikerjakan orangtuanya. Kita bisa mengatakan, “Ini kita sedang berbuka puasa, sayang….karena dari subuh tadi, mama dan papa tidak makan karena kita di bulan puasa.”

Mengenalkan Ramadhan kepada anak lebih kepada aktivitas, agar anak bisa melihat secara visual. Adapun tentang penjelasan secara lisan, lebih baik diberikan singkat saja, sesuai kemampuan dan pemahamannya.

Bagaimana memotivasi anak-anak dan remaja untuk konsisten menjalankan ibadah puasa?

Untuk anak usia sekolah dan remaja, prosesnya bisa bertahap. Reward bisa diberikan tapi tidak pun tidak apa-apa. Tergantung pada values dalam keluarga. Boleh kasih reward, misalnya dalam tahap anak belajar puasa saat dia duduk di kelas 1 SD. Kita bisa memberi pujian, pelukan, usapan rambut, dan menyediakan sajian lezat kesukaan anak. Ibu bisa bertanya, “Adek mau makanan apa untuk berbuka puasa? Nanti ibu buatkan.” Pendekatan psikologis yang membuat puasa menjadi sesuatu yang menyenangkan itu dibutuhkan oleh mereka.

Untuk anak remaja, prosesnya lebih kompleks. Karena itulah, tuntunan, nasihat, dan contoh yang ditunjukkan oleh role model di rumah sangat penting. Ketika remaja—apalagi mereka yang sudah baligh, puasa sudah menjadi kewajiban, jadi tidak diperlukan reward.

Bagaimana mengajak anak agar tidak segan untuk bersedekah?

Bersedekah sebetulnya tidak harus dilakukan saat bulan puasa saja. Untuk membuat anak memiliki pemahaman empati terhadap lingkungan atau orang lain yang secara sosial ekonomi kurang, kita bisa melakukannya setiap hari. Anak harus diberi contoh. Misalnya anak saat ulang tahun bisa datang ke panti asuhan atau mengundang anak yatim piatu. Atau saat melihat anak tidak mampu, misalnya di jalan, kita bisa mengatakan, “Dek, kasihan ya, apa yang bisa kita bantu untuk dia?”

Memang tetap dibutuhkan kalimat verbal untuk memunculkan empati, selain mencontohkan. Keduanya menjadi penting. Dan di momen Ramadhan memang bisa lebih sering sehingga anak menyadari bahwa Ramadhan adalah saat untuk lebih saling mengasihi terhadap sesama. Selanjutnya, orangtua bisa menuntun anak dalam praktik sehari-hari di luar bulan suci Ramadhan.

Bagaimana menanamkan pentingnya kejujuran kepada anak agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang jujur?

Jujur adalah sesuatu hal yang dipelajari. Itu tidak terbawa dari lahir. Maka yang terpenting adalah bagaimana role model di rumah menanamkan kejujuran. Misalnya keterbukaan saat bercerita, menerima anak apa adanya, apapun yang diungkapkan akan diterima oleh orangtua. Jika anak salah, kita tidak terus-terusan menyalahkan atau men-judge, tapi kita bantu anak untuk mengoreksi diri. Dengan begitu, dia merasa tidak perlu berbohong saat berbuat salah dan dia harus tetap jujur meski berbuat salah. Itu value yang paling penting.

Jika kejujuran terus dilatih dan diajarkan pada anak, kemudian diapresiasi dengan mengatakan, “Terima kasih ya, sayang, kamu sudah jujur pada mama.” Anak akan merasa nuraninya tidak akan bisa berbohong. Suatu saat nanti dia berbaur di masyarakat, hati nuraninya merasakan hal yang tidak benar, dia akan tetap jujur. Jadi sangat penting menumbuhkan kejujuran dari rumah sejak anak masih kecil, dan (harus) dicontohkan lebih dulu dari orangtua.




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting