KOMENTAR

TUBUH manusia dengan mudah memasuki bulan Ramadhan, tapi hatinya sering kesulitan mereguk saripatinya.

Rano merasa beruntung memiliki istri, Aisyah yang salehah. Setiap kali Ramadhan tiba, Rano mengajak sang istri menghabiskan bulan suci di Tanah Suci. Sebulan penuh mereka berada di haribaan Ka’bah, menanggung panas membaranya suhu di kampung halaman Rasulullah.

Tetapi sepulang dari Tanah Suci, keduanya hanya merasa kulit saja yang terbakar panasnya cuaca gurun pasir. Efeknya ke dalam diri kuranglah terasa. Jiwa masih saja hampa dan hatinya malah masih saja kering. Jangankan terbakar, sifat-sifat buruk yang dimurkai Tuhan masih saja berurat akar. Lantas apa yang dibakar selama bulan Ramadhan di Tanah Suci itu?

Membakar Diri

Kata Ramadhan berasal dari kata al-ramdhu yang artinya saat matahari terik sekali. Maka dari makna bahasa, Ramadhan artinya membakar sesuatu. (Budiman al-Hanif pada buku Percikan Hati Nurani, Sebuah Renungan). Pada buku berjudul Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan, M. Quraish Shihab memperkuat pendapat sebelumnya dengan mengatakan, Ramadhan terambil dari akar kata yang berarti membakar atau mengasah. Ia dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia pupus, habis terbakar, akibat kesadaran dan amal salehnya. Atau disebut demikian karena bulan tersebut dijadikan sebagai waktu untuk mengasah dan mengasuh jiwa manusia. Bulan Ramadhan juga diibaratkan sebagai tanah subur yang siap ditaburi benih-benih kebajikan.

Dengan begitu memang ada sesuatu yang harus dibakar di bulan Ramadhan. Dosa-dosa yang bertumpuk dibakar habis dengan amal saleh dan kesadaran, sehingga hati siap untuk ditaburi benih-benih kebajikan. Namun menyucikan hati dengan membakar berbagai kejelekan bukan perkara mudah. Terlebih dulu kita semarakkan Ramadhan di hati sendiri. Kita masukkan hati itu ke dalam telaga bening bulan suci.

Ramadhan memang bulan suci, tapi bukan jaminan hati kita jadi langsung ikut suci. Hati yang suci tidak otomatis diperoleh begitu memasuki bulan Ramadhan. Apalagi di bulan Ramadhan itulah berbagai racun hati bertebaran semakin ganas; antar tetangga kian meruncing persaingannya gara-gara mempertontonkan kemegahan bulan puasa dan Hari Raya, suami istri dan anak-anak kian sering bertengkar meminta segala yang berhubungan dengan materi dan berbagai perusak hati lainnya.

Racun hati itu juga dapat muncul dari perasaan sok suci. Berbagai aktivitas ibadah dapat menjadi pintu masuk iblis membisikkan kesombongan berbalut kesalehan. ”Kamulah yang paling saleh! Kamu sudah mencapai jalan kebenaran!” bisik Iblis. Puncaknya bisikan itu berkata, ”Kamu paling benar dan yang lain salah!” Prinsip ini malah sangat berbahaya sebab dapat mengancam kehidupan pihak lain. Kebenaran hakiki itu hanyalah milik Allah, kita hanya mengikuti jalan-Nya saja.

Merasa benar inilah petaka hati yang menjadi hulu dari berbagai prahara. Betapa banyak orang yang mengaku mencapai tingkat spiritual tinggi tapi malah menghakimi dan menyakiti pihak lain. Inilah akibat dari hati yang gagal meresapi hakikat membakar berbagai aspek negatif selama bulan suci. Padahal Ramadhan menjadi bulan yang terbaik dalam membakar segala keegoan, kenistaan, kesombongan dan sifat-sifat terkutuk lainnya. Maka jadi amat memilukan tatkala kita yang diselimuti kegiatan ibadah malah terbakar api kesombongan. Kita merasa berhak memakai nama Tuhan untuk menuruti bisikan jahat. Di sini, lagi-lagi terbukti bahwa kita sendiri yang terbakar!

 

Menyejukkan Hati

Ada pula kisah Bu Narti yang diberi keleluasaan harta oleh Allah. Ia dan suami menghabiskan Ramadhan di vila mewah di Puncak, demi mengejar khusyuk. Ibadah berlangsung lancar, tak ada yang akan meresahkan pikiran, suasana nyaman juga mendukung ketenangan. Saking nyamannya, mereka mulai kebingungan. Pasalnya, puasa kali ini tidak terasa sama sekali lapar dan dahaga. Ibadah yang banyak dilaksanakan juga terasa hambar karena segalanya benar-benar lancar. Tubuhnya memang sejuk, tapi hatinya membara karena tidak puas. 

Selama berpuasa Ramadhan bukan berarti kita menghentikan segala kegiatan dengan beralih pada ibadah semacam shalat, mengaji, zikir dan sejenisnya saja. Lantas bagaimana dengan fakir miskin yang tetap berpuasa tapi tak bisa berhenti kerja keras mencari nafkah? Bagaimana mereka yang tak punya dana dapat menikmati Ramadhan dalam nuansa nyaman tapi mahal itu?

Demi hati yang sejuk tidak berarti harus bermukim di tempat yang sejuk. Apalah artinya cuaca sejuk kalau hatinya membara oleh kepentingan atau kesenangan duniawi. Cuaca hati tergantung usaha kita dalam memolesnya. Suhu boleh panas tapi hati yang dijadikan dingin. Kita menyejukkan hati dengan celupan kasih sayang Allah. Sebagaimana firman Allah pada surah al-Baqarah ayat 138, yang artinya, ”Celupan Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghah (celupan)-nya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.”

Shibghah artinya celupan. Namun kali ini yang dibahas bukan sembarang celupan, melainkan celupan Allah. Inilah celupan yang paling indah. Kita mencelupkan hati yang nelangsa itu pada shibghah Allah. Celupan yang ini akan menyejukkan hati dengan pasokan iman. Maka tercapailah hati yang tenang damai. Hati macam inilah yang sepantasnya ditempa selama Ramadhan.

Tatkala kita berpuasa dengan melalui godaan dan tantangan berat, jangan biarkan hati panas membara. Segera celupkan hati ke dalam wadah kasih sayang Allah. Niscaya hati itu akan sejuk. Sehingga setelah Ramadhan kita berhasil membawa hati yang terbaik. Hati yang membuat kita damai dalam badai sekalipun, dan selamat dunia akhirat.

Sebelum memasuki bulan Ramadhan, ada baiknya kita memeriksa kembali hati sendiri. Seberapa besar peluangnya untuk kembali suci? Apa saja sifat-sifat negatif yang layak dibakar di sana? Apabila hati itu masih bisa diperbaiki, maka bersyukurlah. Tapi jika hati kita sudah rusak parah, tidak mungkin lagi diperbaiki. Maka berdoalah kepada Allah supaya diberi hati yang baru. Hati yang terbaik hasil latihan Ramadhan mubarak.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur