SAYA termasuk warga yang beruntung tidak jatuh menjadi korban Tragedi Kemanusiaan Mei 1998 meski hanya dengan susah-payah berhasil menyelamatkan dua keponakan perempuan saya untuk melarikan diri dari Jakarta ke Semarang sementara saya sendiri beruntung dipedulikan bahkan diselamatkan oleh teman-teman saya yang secara suku dan etnis (termasuk Prof Emil Salim dan Yusuf Ngadri) justru berbeda dari saya yang kebetulan beretnis China ini.
Duka
Namun di samping tak henti bersyukur atas keberuntungan nasib saya sendiri, saya berduka atas nasib para warga yang jatuh sebagai korban penganiayaan, pemerkosaan bahkan pembinasaan yang dilakukan oleh para oknum durjana secara biadab.
Di samping berduka, saya juga terbebani rasa bersalah karena tidak berdaya meringankan beban derita para sanak keluarga para korban dan para korban yang masih bertahan hidup sampai kini.
Prihatin
Setelah duapuluhsatu tahun berlalu, pihak pemerintah masih belum secara resmi memberikan suatu pengakuan, penyesalan serta permohonan maaf atas malapetaka kemanusiaan yang secara nyata telah menimpa rakyat Indonesia pada tanggal 12 sampai dengan 15 Mei 1998.
Demi mampu memberikan sedikit sumbangsih saran solusi permasalahan, saya mencoba mencari informasi dan data dari berbagai narasumber terutama mahaguru kemanusiaan saya yang kebetulan adalah pimpinan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (Truk) serta anggota Tim Gabungan Pencari Fakta Tragedi 12-15 Mei 1998 yaitu Sandyawan Sumardi.
Permohonan
Dari perca perca informasi dan data fragmental yang saya peroleh dari hasil investigasi TruK dan TGPFT 12-15 Mei yang dibentuk atas instruksi Presiden BJ Habibie, dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri mengambil kesimpulan mengenai apa yang sebenarnya dikehendaki oleh para korban beserta para sanak keluarga para korban yang pada hakikatnya terdiri dari tiga harapan kepada Presiden Republik Indonesia.
Maka melalui naskah sederhana ini, dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri mengungkap tiga harapan tersebut ke dalam tiga permohonan kepada yang terhormat Bapak Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo sebagai berikut:
Pengakuan
Permohonan Pertama: mohon perkenan Bapak Presiden secara resmi memaklumatkan pernyataan pengakuan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa kekerasan massal 12-15 Mei 1998, sebagaimana dinyatakan dalam hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta Tragedi 12-15 Mei 1998.
Kemauan Politik
Permohonan Kedua: mohon perkenan Bapak Presiden secara resmi memaklumatkan permohonan maaf atas nama pemerintah bahwa Pemerintah telah sangat lambat dalam upaya penyelesaian tragedi kekerasan politik ini, utamanya mendorong kelanjutan dari penyelidikan TGPF ke penyidikan di Kejaksaan Agung RI, sesuai dengan hukum hak asasi manusia yang berlaku di negeri ini.
Preventif
Permohonan Ketiga: mohon Bapak Presiden berkenan secara resmi membentuk Tim Kerja Khusus untuk menyusun sistem hukum kenegaraan, kebangsaan, kerakyatan dan terutama kemanusiaan demi mencegah jangan sampai kekerasan oleh sesama manusia terhadap sesama manusia Mei 1998 kembali terjadi di persada Nusantara tercinta ini.
Bagi Para Korban
Saya tahu benar bahwa Ir. Joko Widodo sama sekali tidak bersalah atas malapetaka kemanusiaan Mei 1998.
Namun Ir Joko Widodo kini adalah Presiden Republik Indonesia, maka beliau bukan berkewajiban namun berhak untuk atas nama pemerintah memberikan pengakuan serta permohonan maaf atas kesalahan yang dilakukan di masa lalu mau pun berupaya mencegah jangan sampai tragedi kemanusiaan terjadi kembali di Indonesia.
Tiga permohonan yang diajukan kepada Bapak Presiden Jokowi bukan untuk kepentingan diri saya pribadi namun tulus demi mengurangi beban derita para korban dan sanak keluarga korban Tragedi Mei 1998.
Pada hakikatnya tiga permohonan yang diajukan bukan mustahil dipenuhi namun dapat dipenuhi selama ada kemauan para abdi rakyat yang telah dipilih oleh rakyat untuk menjunjung tinggi harkat, martabat serta kepentingan rakyat yang telah memilih para abdi rakyat untuk memimpin negara, bangsa dan rakyat Indonesia. MERDEKA!
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan yang prihatin atas derita para korban dan sanak-keluarga korban Tragedi Kemanusiaan Mei 1998, G-30-S, penggusuran atas nama pembangunan serta rakyat yang belum menikmati kemerdekaan Indonesia.
KOMENTAR ANDA