ISLAM punya sejarah yang panjang di negara ini Seribu Kuil ini. Islam masuk ke Nepal sekitar abad ke-5 Hijriah atau 11 Masehi, dibawa ke negara ini oleh para saudagar Arab yang datang untuk berdagang di lembah Kathmandu.
Muslim yang menetap di Nepal terjadi pada masa pemerintahan Raja Ratna Malla (1482-1520). Mereka adalah Muslim Kashmir yang merupakan para saudagar. Orang-orang Kashmir ini dikenal sebagai kalangan Muslim terpelajar dan pebisnis sukses. Beberapa dari mereka bahkan masuk ke dalam jajaran birokrasi dan politik. Di Shayambhu, Nepal, kaum Muslim Kashmir memiliki lahan pemakaman khusus.
Selain Muslim India, banyak pula Muslim dari Tibet yang mendatangi negara tersebut. Mereka awalnya juga masuk dengan tujuan berdagang dan lama kelamaan menetap di Nepal. Jumlah mereka semakin banyak pada 1960-an sebagai akibat gejolak politik di Tibet.
Kini, Muslim Tibet yang ada di Nepal sudah berbaur dengan warga setempat, baik bahasa, budaya, maupun cara berpakaian mereka sudah seperti orang Nepal.
Nepal semakin semarak dengan ibukotanya, Kathmandu. Kota tertua di dunia itu begitu cantik dengan kuil-kuil yang bertebaran. Itu sebabnya Nepal dijuluki Negeri Seribu Kuil. Tempat ibadah bersejarah ada banyak di kota ini.
Meskipun jumlah muslim di Nepal sekitar 2,5 juta jiwa, atau sekitar 10 persen dari populasi penduduk negeri itu, tetapi banyak madarasah yang berdiri. Bahkan tujuh di antaranya ada di Kathmandu. Bukan hanya ilmu Islam yang diajarkan, tapi juga pelajaran umum.
Dua masjid besar di pusat kota Kathmandu adalah Masjid Kashmiri Taqiya dan Masjid Jami.
Masjid Kashmiri Taqiya adalah masjid pertama dan terbesar. Dibangun tahun 1524 Masehi oleh seorang ulama Islam Khasmir pada tahun 1524M di masa kekuasaan raja Rama Malla (1484-1520).
Sedangkan Masjid Jami dibangun oleh muslim India pada tahun 1641-1674, kemudian direnovasi total oleh Putri Begum Hazrat Mahal pada 1857. Masjid Jami’ Nepal berada di sebelah selatan Masjid Kashmiri Taqiya, hanya terpisah beberapa blok bangunan.
Di sekitar masjid dengan mudah ditemukan toko-toko yang menjual berbagai kebutuhan umat Islam, termasuk rumah makan halal. Selama Bulan Suci Ramadhan, pengurus masjid menyediakan makanan untuk berbuka puasa bagi jamaah masjid.
Di malam terakhir Ramadan, para perempuan mengecat tangan mereka dengan henna dan bertukar makanan manis.
Sama dengan Indonesia, ketika hari raya Idul Fitri tiba, mereka saling bersilaturrahmi. Memasak makanan khas, memakai pakaian baru, dan yang muda mendapatkan uang dari yang tua. Pada Shalat Ied di Kathmandu, mereka berbondong-bondong menuju Masjid Jami’ dan Masjid Kashmir di dekat taman Ratna yang menampung sekitar 20.000 hingga 30.000 orang.
KOMENTAR ANDA