KOMENTAR

BELAKANGAN beredar Surat Al-Nisa: 108 di media sosial sebagai reaksi pengumuman rekapitulasi hasil pemilu oleh KPU Selasa Malam 21 Mei baru lalu.  

Terjemahannya begini:

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah maha meliputi (ilmu-nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.”

Ayat ini perlu dipahami dari ayat sebelum dan sesudahnya dan latar belakangnya. Latar belakang ayat ini disinggung dalam kitab-kitab tafsir seperti Ibn Jarir Al-Thabari, Ibn Katsir, dan untuk zaman moderen, Abdullah Yusuf Ali.

Ayat-ayat ini diturunkan di periode Madinah ketika Baginda Nabi Muhammad memimpin kota itu. Salah satu latarbelakang beberapa ayat itu berkenaan dengan seorang Muslim Tha’imah bin Ubayraq, yang ternyata munafiq.

Tha’imah mencuri perisai perang, dan ketika jejaknya hampir diketahui, dia meletakkan perisai itu di dalam rumah seorang Yahudi dimana kemudian diketemukan. Orang Yahudi itu tentu saja tidak mengakui dia pencuri dan mengetahui Tha’imah lah pencurinya, tapi komunitas Muslim ketika itu lebih bersimpati kepada Tha’imah yang Muslim daripada Yahudi.

Kasus ini dibawa ke hadapan Baginda Nabi.

Berbagai konspirasi dilakukan supaya Nabi menyalahkan sang Yahudi dan membela Tha’imah. Tapi Nabi, memutuskan sang Yahudi tidak bersalah, berdasarkan prinsip keadilan.

Ketika Tha’imah mengetahui bahwa ia bersalah dan bakal dihukum, ia kabur dan menjadi penentang Nabi dan komunitas Muslim.

Bagaimana sikap kita Muslim memahami ayat-ayat ini?

Dalam kaidah tafsir, ada dua pilihan: mengambil hüküm untuk sebab khususnya saja, atau mengambil pelajaran (lafaz) umumnya. Kedua pilihan ini dibahas para ulama, tapi mereka sepakat, tidak bisa asal tarik dari kasus khusus kepada masalah umum apa saja di semua tempat dan zaman tanpa pemahaman konteks dan berbagai aspeknya.

Jika kita pilih mengambil pelajaran umum dari sebab khusus ayat diatas, kita bisa baca keterangan terhadap The Meaning of the Holy Qur’an oleh Abdullah Yusuf Ali.

Pelajaran umum dari kasus di atas adalah bahwa orang baik akan menghadapi berbagai tipu daya; orang jahat akan mencoba untuk menarik simpati dan dukungan, dan motif yang tampaknya mulia untuk mengelabui dan menggunakannya sebagai alat untuk mengalahkan keadilan.

Orang baik harus selalu waspada, dan berdoa memohon pertolongan Allah agar dilindungi dari kecurangan dan bersikap tegas dalam menegakkan keadilan tanpa takut.

Pelajaran lainnya, keadilan harus berlaku pada siapa saja, terlepas dari agama (Nabi memutuskan sang Yahudi tidak bersalah dalam kasus diatas).

Pertanyaannya: apakah kasus pengumuman KPU tentang hasil Pemilu di Indonesia dini hari 21 Mei kemarin itu  berkaitan dengan ayat-ayat diatas?

Membaca beberapa tafsir di atas, dan mengamati polarisasi politik saat ini, tampaknya banyak dari kita sedang menggunakan kitab suci untuk berpihak kepada kehendak kita sendiri saja, tanpa mempertimbangkan konteks ayat-ayat itu dan mempelajari segala bukti terkait yang dapat dipertanggungjawabkan.

Wallahu'alam.

Muhammad Ali, Ph.D
Associate Professor, University of California, Riverside




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur