KOMENTAR

MASYARAKAT Indonesia di Milan, Italia, yang tergabung dalam Forum Diaspora Milan, merasa terpanggil untuk mempelopori Gerakan Cinta NKRI.

Gerakan ini bertujuan mendorong masyarakat diaspora untuk secara aktif  memperhatikan dan ikut terlibat dalam menjaga ikatan NKRI yang berlandaskan Pancasila.

Mereka menyakini NKRI yang berlandaskan Pancasila dalam spirit Bhinneka Tunggal Ika dan yang terwujud dalam UUD NRI 1945 sebagai warisan yang tak ternilai bagi seluruh bangsa terutama generasi sekarang dan generasi mendatang. Hanya dengan memegang teguh Pancasila yang berBhinneka Tunggal Ika, NKRI akan terus ada.

Begitu antara lain kesimpulan yang diambil dalam diskusi yang digelar Diaspora Milan di Cafe A Tavola Milan, Rabu malam (29/05) atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

Dalam keterangan yang diterima redaksi disebutkan bawha diskusi tersebut dihadiri Wasekjen Partai Nasdem, Hermawi Taslim, dan Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa), AM Putut Prabantoro, yang juga Alumnus Lemhannas RI – PPSA XXI, serta moderator Maria Ardianingtyas.

Menurut Hermawi Taslim, bangsa Indonesia di manapun berada mempunyai hubungan batin yang erat dengan tanah airnya. Masyarakat diaspora mempunyai kewajiban menjaga Pancasila agar terus hidup dan tidak diganti oleh nilai-nilai lain yang berasal dari luar negeri, apalagi yang bertentangan dengan Pancasila.

"Pilpres adalah bagian dan tahapan yang harus dilewati dalam demokrasi. Namun jika pilpres membuat yang dekat jadi jauh, ada konflik karena ada perbedaan pilihan politik, adalah tanggung jawab kita bersama untuk memulihkannya,” ujar Hermawi Taslim.

Dia menambahkan, biarlah kini Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani sengketa hasil pemilu dan aparat penegak hukum menyelesaikan dugaan pelanggaran hukum yang mengiringinya.

“Kita tidak perlu menambah persoalan, misalnya dengan ikut-ikutan mengadukan orang lain yang diduga melakukan pelanggaran hukum terkait pemilu. Kita bangun kembali persaudaraan serta persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa,” sambung Hermawi yang juga Ketua Umum Forkoma PMKRI (Forum Komunikasi Alumni PMKRI).

Di saat bersamaan, Putut Prabantoro menegaskan bahwa kekuatan Indonesia terletak pada Sila Ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia.

Jika bangsa lain ingin menguasai Indonesia, persatuan Indonesia yang harus dihancurkan terlebih dulu. Dan, bangsa Indonesia  dapat melihat pilpres 2019 berdampak pada Sila Ketiga tersebut. Oleh karena itu, adalah tanggung jawab bangsa Jndonesia termasuk masyarakat diaspora Indonesia untuk menginisiasi Cinta Tanah Air.

"Oleh Pancasila, kita sudah diajari pola komunikasi yang harusnya terjadi dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hikmat Kebijaksanaan dalam Sila Keempat sebenarnya merupakan pola komunikasi yang harusnya terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini dilatarbelakangi oleh manjemuknya bangsa Indonesia, " ujar Putut yang juga Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Bidang Komunikasi Politik.

Ditambahkan lebih lanjut oleh Putut Prabantoro, kesalahan dalam komunikasi  yg tidak sesuai dengan Sila Keempat adalah memunculkan politik identitas, yang berlatarbelakang pada pilihan politik, kepentingan pribadi,  kepentingan kelompok, akan melemahkan dan bukan tidak mungkin memghancurkan sila ketiga.

Forum Diaspora Milan yang antara lain dihadiri oleh Ketut Niken Aprilia (Konsultan Bisnis), Rieska Wulandari (wartawan), Janet Lim (Ketua PPI Milan) dan Mohammad Rumi Djalil (pengusaha) mengusulkan agar masyarakat diaspora Indonesia mengambil peran aktif untuk memperkuat ikatan NKRI.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Caranya adalah terus menerus dan tanpa mengenal lelah menyuarakan toleransi dan keberagama, gotong royong, Indonesia yang indah dan masyarakatnya yang ramah.

Setengah Indonesia

Dalam diskusi itu Tatik Mulyani dan Yuth Marzuki, WNI yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Italia, mengungkapkan, tidak mudah untuk mempertahankan kecintaan kepada Indonesia, khususnya kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan campur, berbeda bangsa.

Apalagi, tak ada kepastian masa depan yang lebih baik di Indonesia, sementara di negara lain mereka mendapatkan jaminan sosial yang lebih baik dan nyata. Tak sedikit anak-anak hasil perkawinan berbeda bangsa itu tak memilih jadi WNI.

Walaupun bukan WNI, atau disebut setengah warga Indonesia, papar Tatik, mereka tetap mencintai Indonesia. Bahkan, tidak sedikit yang tetap mengabarkan keindahan Indonesia, tidak hanya kekayaan alamnya, tetapi juga relasi antarwarga Indonesia. Lebih baik setengah Indonesia, tetapi tetap ikut menjaga persatuan dan kesatuan, menjaga NKRI.




Indonesia Raih “Best Tourism Villages 2024" UN Tourism untuk Desa Wisata dengan Sertifikat Berkelanjutan

Sebelumnya

Konten Pornografi Anak Kian Marak, Kementerian PPPA Dorong Perlindungan Anak Korban Eksploitasi Digital

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News