TANPA kompromi, saya tidak bisa membenarkan terorisme!
Menurut keyakinan saya, membunuh sesama manusia tidak dapat dan tidak boleh dibenarkan apalagi membunuh sesama manusia dengan alasan ekonomi atau politik atau agama di mana yang membunuh sebenarnya bukan benci atau dendam namun bahkan sama sekali tidak mengenal yang dibunuh! Pendek kata: saya tidak bisa membenarkan terorisme dengan alasan apapun.
Hitler
Namun di sisi lain saya juga sulit membenarkan generalisasi pemukul-rataan alias gebyahuyahisme bahwa umat agama tertentu wajib distigma sebagai teroris gara-gara memang ada pelaku teror yang memeluk agama tertentu yang hukumnya wajib dibenci tersebut!
Stigma gebyahuyahisme semacam itu sama saja dengan keyakinan bahwa semua warga Jerman adalah rasis dan pembantai Yahudi seperti Adolf Hitler yang sebenarnya warga Austria namun memang kemudian menjadi Kanselir Jerman pada masa Kekaisaran Ke Tiga Jerman.
Pada masa Nazi berkuasa sebenarnya banyak warga Jerman tidak setuju politik kebencian sistematis, terstruktur, dan masif terhadap kaum Yahudi seperti misalnya Oskar Schindler yang kisah nyata perjuangan secara rahasia bahkan melanggar kebijakan pemerintah demi menyelamatkan ribuan kaum Yahudi dari angkara murka Hitler telah diangkat menjadi sebuah film layar lebar monumental legendaris oleh Steven Spielberg yang kebetulan Yahudi.
Semasa saya tinggal untuk belajar dan mengajar di Jerman, saya justru saksi hidup yang merasa diperlakukan secara istimewa positif bahkan cenderung dimanjakan oleh para mahaguru dan teman-teman saya yang semuanya orang Jerman.
Romo Frans Magnis Suseno adalah bukti nyata bahwa orang Jerman tidak rasis dan tidak jahat bahkan ramah-tamah dan sopan santun penuh rasa kasih-sayang terhadap sesama manusia!
Yahudi
Memang Israel memperlakukan Palestina secara tidak adil dan tidak beradab. Namun jangan paksakan stigma gubyahuyahisme bahwa semua orang Yahudi harus biadab.
Saya pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana sekelompok Yahudi yang dapat saya kenali dari busana serta kippah sebagai tutup kepala mereka sedang sibuk gembar-gembor unjuk rasa di tengah kota London untuk protes perlakuan biadab Israel terhadap Palestina.
Kebetulan beberapa teman saya adalah Yahudi dan ternyata mereka tidak membenarkan pendirian negara Israel dengan menggusur rakyat Palestina!
Islamfobia
Maka saya sangat tidak setuju terhadap Islamofobia akibat stigma gebyauyahistis bahwa semua Muslim adalah teroris hanya akibat memang ada teroris yang umat Islam.
Sama absurdnya dengan gejala gebyauyahisme Kristenofobia akibat para teroris di Irlandia Utara beragama Kristen.
Atau akibat teroris yang membinasakan Muslimin di masjid Christchurch ternyata warga Australia maka seluruh warga Australia terdampak gebyahuyaisme terstigma hukumnya wajib pasti teroris.
Kadar gebyahuyahisme bertolak belakang dengan peradaban. Maka makin tinggi peradaban, makin rendah gebyahuyahisme. Makin rendah perabadan, makin tinggi gebyahuyahisme.
Maka stigma gebyahuyahisme memang sangat potensial berperan sebagai sumber kebencian terhadap agama, ras, suku, etnis, status sosial, ekonomi atau politik tertentu.
Sangat memprihatinkan bahwa stigma gebyahuyahisme merupakan pemicu gelora kebencian antara para pendukung paslon pilpres 2019 yang memuncak kemudian meledak pada Tragedi 225 justru di bulan suci Ramadan yang seharusnya bukan merupakan bulan permusuhan dan kebencian namun murni nerupakan bulan perdamaian dan kasih-sayang.
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan
KOMENTAR ANDA