KOMENTAR

“FOR Everyone. PS : Sayang, tolong dibacakan setelah kuburku ditutup. Bacakan dengan ikhlas dan penuh syukur. Dont be sad,” itu tulisan pengantar dari surat “wasiat” almarhumah Shabrina Evaswantry Binti Novizar Swantry (Nana) sebelum mengembuskan nafas terakhir Sabtu (8/6) pukul 00.10 di RS EKA, BSD, Tanggerang, Banten.

Surat itu tidak mencantumkan kapan persisnya ditulis.

Sarjana desain lulusan Malaysia ini memang menderita kanker payudara stadium empat. Meski demikian, kepergiannya yang begitu cepat dan dalam usia begitu muda tetap mengejutkan keluarga. Apalagi ia baru saja melahirkan bayi berusia 2 bulan yang sangat membutuhkannya.

Selanjutnya, surat yang ditulis tangan itu dibuka dengan ucapan assalamu’alakum.

“Terima kasih bersama-sama sudah mengantarku ke level selanjutnya dalam semua hidup manusia. Don’t be sad. Jangan menangis yah karena Insyaallah aku kembali pada-Nya dengan bahagia. I’ ve  been waiting for this the day since i was born, dan kita semua begitu”.

Nana menulis tiga surat wasiat. Dua ditulis tangan:  untuk semua keluarga dan Didik suaminya. Sedangkan untuk ayah diketik dalam format notes ponsel.

Sang suami, Didik yang diminta dalam surat itu untuk membacakan, tidak sanggup melaksanakan amanah isterinya. Dia serahkan kepada Ihsan Cahaya Utama, kakak ipar tertua yang hadir pada tahlilan malam pertama. Tangis keluarga pecah ketika satu- persatu surat itu dibacakan.

Rasanya, mereka belum pernah punya pengalaman dalam keluarga yang wafat  menulis surat menjelang hari- hari terakhirnya. Apalagi, beberapa bulan terakhir Nana keluar masuk ruang ICU.

Tapi yang paling mencengangkan tentu saja sikap kepasrahannya menghadapi ajal. Dari kata-katanya, seperti kata “kubur ditutup”, “surga” dan “ bahagia begitu ringan disampaikan. Nana seperti berdamai dengan maut.

Vonis kanker untuk Nana datang disampaikan dokter tahun 2017. Beberapa bulan setelah ia menikah. Atau, seminggu sebelum ibunya, Evawaty Ningsih, meninggal akibat kanker sama. Tapi vonis itu tidak meluluhkan impiannya untuk punya anak. Meski sempat keguguran dua kali. Ia juga tak menanggapi saran dokter agar menunda kehamilan. Maksudnya supaya Nana bisa berkonsentrasi penuh untuk mengobati kanker lebih dulu.

Subhanallah. Maha Besar Allah SWT. Dia mengabulkan cita- cita Nana. Saat kanker stadium empat menggerogoti tubuhnya, Nana melahirkan bayi laki-laki, Adnan, dua bulan lalu.

Setelah melahirkan bayinya ia pun lanjut dirawat di RS yang sama untuk pengobatan kanker.

Nana lahir kembar. Saudari perempuannya, dokter Shabrila (Lala) tengah hamil besar saat itu. Adnan terpaksa "diasuh" sementara oleh tante Nana. Berkah Tuhan: kebutuhan ASI sang bayi cukup melimpah, "dipasok" oleh beberapa donatur ASIP yang baik hati.

Menjelang lebaran, kesehatan Nana agak membaik. Dokter RS mengizinkan dia pulang.  Sekalian untuk merayakan Idul Fitri di rumah. Saat itu memang dia tunggu. Untuk melepas  rindu bertemu Adnan yang dirawat di rumah tantenya.

Rumah mereka memang berjauhan. Tapi  bukan itu yang menjadi penghalang Nana bertemu Adnan. Melainkan kondisi Nana selama di rumah tidak memungkinkan. Ternyata ta ia masih sangat lemah.

Jumat (5/6) tengah malam Nana malah dilarikan ke RS dan dirawat di ruang ICU kembali karena kondisinya  kritis.

Tantenya semula berencana mengantarkan  Adnan untuk bertemu Nana,  tapi urung dilaksanakan. Terkait  kondisi Nana yang kritis di ruang ICU dan pertimbangan kondisi rentan Adnan sendiri yang masih bayi.

Terhadap posisi Adnan, mendiang Nana menulis surat “wasiat” begini.

“Hi, suamiku, babanya Adnan yang terbaik. Pasti sulit rasanya membesarkan Adnan sendiri. Tapi percaya deh, nggak ada tempat terbaik untuk Adnan selain di dekat babanya. Di awal-awal akan banyak yang memberikan saran ini dan itu, dengarkan saja. Jika nggak sesuai dengan pola asuh sayang, nggak usah diikuti. Jangan malu- malu untuk meminta bantuan yah. Mulai dari donasi ASIP (air susu ibu perah). Sampai membersihkan popok/ memandikan sekalipun. Ingat anak kita bukan anak sapi. Jadi, semampu sayang untuk menyediakan asip yah... jangan lupa banyak membaca dan bertanya. Lala pasti bisa membantu selalu. Jika menurut sayang Adnan dan sayang lebih baik berdua saja di Bandung silahkan. You know what best for our son! Besarkan Adnan jadi ahli ibadah, ahli syukur dan ahli Al Quran. Itu saja pesanku. Love you forever,” tulis mendiang begitu ringan.

Seolah hanya mau berangkat berumrah ke Tanah Suci.

Nana tiga bersaudara. Nana, Lala dan si bungsu Toriq. Pas lebaran Toriq telah kembali di Tanah Air setelah merampungkan studinya di Jerman. Ia pun dapat menyaksikan kepergian almarhumah.




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News