KOMENTAR

CHACA Frederica menjadi mualaf di usia belia. Perempuan cantik berdarah Belanda, Jawa, dan Cina ini berjuang untuk bisa menggenggam hidayah Islam. Maklumlah, ia tumbuh dalam keluarga besar yang menganut dua agama berbeda.

Berawal dari kebingungan dan ketidakpuasannya tentang agama, Chacha mulai mencari banyak referensi. Dari buku The Bible, The Qur’an, and Science, Chacha menemukan perbedaan antara Islam dan agama lainnya. Menurutnya, semua agama memang sama-sama mengajarkan kebaikan, tapi bukan lantas semua agama itu sama.

Kedalaman berpikir Chacha tersirat dari kata-kata bijak yang ia sampaikan. Bagi bungsu dari tiga bersaudara ini, untuk mengajak orang tertarik menjalani Islam bukan dimulai dari obrolan seputar surga dan neraka, bukan pula tentang keyakinan pada qadha dan qadar.

Tapi harus mengikuti sistematika step by step yang sudah ditentukan oleh Allah. Kenalkan dulu dengan tauhid, yang menjadi rukun pertama dari iman dan Islam. Menurut istri Dico Ganindito ini, jangan sampai kita berdakwah tapi tidak bisa tepat sasaran hingga orang-orang justru kabur menjauh. Chacha menekankan agar kita belajar memahami bahwa setiap orang punya konsep berpikir yang tidak sama.

Seperti apa Chacha menjalani kehidupannya setelah berhijab? Spokeperson sebuah brand fesyen muslim ternama ini menjawab dengan mendalam pertanyaan-pertanyaan Farah.

F: Bagaimana menjaga hati agar selalu istiqamah?

CF: Salah satu caranya adalah dengan belajar, jangan malas membaca buku. Di Indonesia, kita tahu bahwa literasi masih sangat kurang. Padahal, sekarang zaman media sosial, artinya mental kita harus kuat. Dalam arti, harus kuat memfilter hoaks, berita bohong, fitnah, dan segala hal lainnya. Dari literasi, pengetahuan dan pemikiran kita bisa terbuka. Dengan begitu, kita bisa mencari jalan bagaimana belajar untuk istiqamah. Aku pun masih dalam proses belajar (tentang Islam).

F: Jenis buku apa yang paling disukai?

CF: Pada dasarnya aku suka berbagai macam buku. Dulu waktu kuliah suka baca buku fiksi. Dapat melatih imajinasi, melatih otak, juga menambah perbendaharaan dan wawasan kita. Sekarang, setelah menikah, aku lebih suka membaca buku mengenai psikologi laki-laki dan perempuan. Misalnya tentang perbedaan pandangan yang kerap terjadi.

 

Ternyata itu bukan berarti berbeda pandangan melainkan terkait bagaimana memainkan hormon kita. Itu ada tekniknya. Dari situ, aku jadi tahu bagaimana harus berbicara dengan laki-laki, yaitu dengan logika. Jika ada masalah, mereka fokus pada jalan keluar, bukan masalahnya. Meski suamiku tidak suka membaca buku seperti itu, aku mendiskusikannya bersama suami.

F: Menurut Chacha, bagaimana seorang muslim harus bersikap untuk menjaga ukhuwah sekaligus menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin?

CF: Salah satunya adalah dengan tidak mudah menghujat muslim lain yang berbuat salah. Misalnya ada teman berhijab yang melakukan kesalahan, wah…dihujat luar biasa. Bahwa perempuan berhijab itu harus suci, tidak boleh salah. Padahal dia tetap manusia biasa.

Memang dia adalah muslimah yang menjalankan satu kewajiban yaitu menutup aurat, tapi kita tidak tahu apakah dia menjalankan kewajiban lain atau tidak. Tidak perlu kita memojokkannya dan membuka aibnya terus-menerus.

Ahli dalam ibadah dalam konteks hubungan kepada Allah, seharusnya juga diimbangi dengan hubungan yang baik dengan sesama manusia. Misalnya saja, apakah kita memberi makanan pada yatim piatu seperti makanan yang kita makan? Apakah kita memberikan barang kepada orang lain yang masih baru atau yang sudah usang? Bukankah Allah mengatakan “berikanlah apa yang kamu cintai dan senangi”? Atau misalnya dalam pertemanan, terkadang kita menganggap kelompok pertemanan kita lebih baik dari yang lain. Hal-hal semacam itu yang masih harus dibenahi agar hubungan dengan sesama tidak merenggang.

Terlebih lagi jika kita sudah banyak mengikuti kajian, jangan sampai kita merasa lebih baik dari orang lain. Belum tentu kita lebih baik daripada mereka yang belum tahu ilmunya. Karena jika kita tidak bisa mempraktikkan ilmu agama dengan baik dan benar padahal sudah tahu ilmunya, ini lebih buruk.

Sejauh yang aku pelajari, Islam mengajarkan umatnya untuk mengoreksi diri, menunjuk diri sendiri. Al-Qur’an mengatakan “jangan membicarakan orang lain, jangan minum khamr, jangan berfoya-foya” artinya Qur’an menyuruh diri kita, menunjuk diri kita sendiri. Jika itu semua bisa diperbaiki, insya Allah semua akan lancar. Karena Allah tidak hanya mengajarkan kita untuk memperbaiki hubungan denganNya, tapi juga dengan sesama manusia.

F: Apa yang paling dirindukan ketika Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tiba?

CF: Sudah pasti shalat tarawih, karena tarawih itu adanya hanya saat bulan Ramadhan. Melihat orang berbondong-bondong ke masjid, susah mencari parkir, masya Allah, aku merinding. Aku merasa sebentar lagi masa kejayaan Islam akan tiba. Adapun saat lebaran, silaturahim dengan keluarga itu yang paling dinanti.

F: Apa goals Ramadhan dan Lebaran tahun ini?

CF: Lebih bisa menunjuk diri sendiri. Aku masih belajar itu, untuk melihat kejelekan aku apa, dan sadar untuk berubah. Itu nggak mudah.

F: Setelah berhijrah, bagaimana bersilaturahim dengan keluarga yang masih berbeda agama?

CF: Tetap harus menunjukkan kebaikan dengan perbuatan nyata. Bukan dengan menceramahi mereka. Misalnya, di hari Jumat yang spesial bagi umat Muslim, kita tidak hanya bersedekah pada sesama Muslim, tapi juga kepada nonMuslim. Bisa dengan mengantarkan makanan yang dia sukai. Bagaimanapun juga, kita tetap bersaudara sebagai sesama manusia, walau mereka belum mengaku Allah itu satu, belum menerima Nabi Muhammad, dan belum menerima hidayah al-Qur’an. Namun Allah mengizinkan mereka untuk hidup dan mengenal kita.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women