TANPA mengesampingkan pesona bangunan-bangunan monumental di Brunei Darussalam seperti Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin dengan Mahligai Bahtera, Jame' 'Asr Hassanil Bolkiah, Masjid Ash Shaliheen atau hotel supra megah berbintang tujuh The Empire Hotel, saya menghormati makna luhur kebudayaan sekaligus kerakyatan serta kemanusiaan yang terkandung di dalam kawasan Kampong Ayer.
Sejarah
Kampong Ayer adalah kawasan pemukiman bersejarah yang berlokasi di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Kampong Ayer dalam bahasa Indonesia berarti Kampung Air.
Kampong Ayer terdiri dari beberapa pedesaan tradisional berupa rumah-rumah panggung yang dibangun di atas permukaan sungai Brunei, terutama di daerah yang saat ini menjadi Pusat Bandar.
Sejak masa lalu oleh masyarakat Eropa, Kampong Ayer kerap dijuluki sebagai 'Venesia dari Timur'.
Kampong Ayer secara historis telah lama berperan sebagai pemukiman penting yang de facto merupakan ibu kota Brunei, khususnya sebagai pusat ekonomi dan sosial penting selama beberapa abad sampai ke periode kolonialisme di Brunei.
Di masa kini pemerintah kesultanan Brunei Darussalam terbukti menganut mashab Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati oleh negara-negara anggota PBB termasuk Indonesia sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa mengorbankan alam dan rakyat.
Berkelanjutan
Pembangunan Berkelanjutan lebih membutuhkan waktu, enerji maka juga biaya ketimbang Pembangunan Nirkelanjutan yang memudahkan pembangunan tanpa peduli alam dan rakyat bahkan siap mengorbankan alam dan rakyat.
Pembangunan Nirkelanjutan secara neraca rugi laba ilmu akuntansi memang lebih efisien waktu, tenaga maka juga biaya ketimbang Pembangunan Berkelanjutan.
Pembangunan Nirkelanjutan tanpa berkedip siap mengorbankan alam dan rakyat yang dianggap penghambat bahkan penghalang pembangunan. Namun terbukti kesultanan Brunei Darussalam lebih memilih mashab Pembangunan Berkelanjutan tanpa mengorbankan alam dan rakyat sebagai pedoman utama pembangunan infra struktur kota Bandar Sri Begawan.
Bukan Menggusur
Alih-alih membiasakan diri untuk sewenang-wenang menggusur rakyat, penguasa kesultanan Brunei Darussalam justru melestarikan kawasan Kampong Ayer sebagai bukti bahwa kalau mau pasti mampu menatalaksana Pembangunan Berkelanjutan sebagai pedoman pembangunan bukan menyengsarakan namun menyejahterakan rakyat.
Bahkan kini Kampung Ayer menjadi destinasi utama wisata kebanggaan Brunei.
Kampong Ayer di Bandar Sri Begawan masa kini layak dinobatkan oleh PBB sebagai monumen keberhasilan pengembangan kampung-kota dengan mashab Pembangunan Berkelanjutan sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa mengorbankan alam dan rakyat.
Pada hakikatnya, Pembangunan Berkelanjutan memang selaras Kemanusiaan Adil dan Beradab sambil berpegang teguh pada semboyan Kalau mau pasti mampu! Kalau tidak mau, pasti tidak mampu!
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.
KOMENTAR ANDA