ALUNAN merdu lagu “Bolelebo” dipadukan dengan petikan lembut Sasando menggema di pusat kota Oslo pada pembukaan Festival Indonesia, Sabtu (29/6).
Ribuan pengunjung yang memadati alun-alun Spikersuppa siang itu, terhipnotis dengan petikan magis alat musik tradisional asal Nusa Tenggara Timur. Dilanjutkan dengan Tari Lenggang Jakarta, Tari Sebatek dari Musi Banyuasin, dan Tari Saman, suasana pun berubah meriah dan semarak.
Alun-alun jantung kota Oslo, Spikersuppa, yang berlokasi di antara Istana Raja dan Gedung Parlemen Norwegia, berubah menjadi pasar Indonesia dengan 30 (tiga puluh) tenda pameran produk-produk unggulan Indonesia.
Sebanyak 13 (tiga belas) tenda diisi oleh peserta pameran dari Indonesia, seperti Kementerian Pariwisata, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Pemprov Nusa Tenggara Timur, Pemprov DKI Jakarta, Pemkab Musi Banyuasin, Badan Restorasi Gambut (BRG), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan Javara.
Sementara 27 (dua puluh tujuh) tenda lainnya diisi oleh promosi produk dan makanan oleh para diaspora Indonesia di Norwegia, seperti nasi goreng, mi goreng, mi ayam, bakso, sate, nasi padang, dan berbagai camilan seperti pastel, nastar, dadar gulung.
Suasana kemeriahan itu tidak henti-henti mewarnai musim panas di Oslo selama penyelenggaraan Festival Indonesia selama akhir pekan lalu (29-30 Juni 2019).
Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia, Todung Mulya Lubis, mengatakan Festival Indonesia ini bertujuan untuk mengenalkan Indonesia lebih luas lagi kepada publik Norwegia. Sebagai salah satu negara berpenduduk paling besar di dunia, Indonesia paling tidak terkenal di Norwegia ini.
Untuk itu, Festival Indonesia Oslo diharapkan dapat menggaungkan nama Indonesia lebih luas di Norwegia, bahkan di wilayah Nordik.
“Indonesia bukan hanya Bali. Kita punya destinasi wisata dengan alam yang tidak kalah indah, keluhuran budaya, dan kehangatan senyuman khas Indonesia. Kita punya sepuluh Bali baru!” seru Dubes Mulya Lubis pada pembukaan festival yang disambut dengan tepuk tangan para hadirin.
Sambil menikmati sajian kuliner Nusantara yang dijajakan sepanjang festival, para pengunjung juga dimanjakan dengan pagelaran budaya Nusantara, seperti Tari Begambo dan Tari Setabek dari Kab Musi Banyuasin, Tari Ledo Hawu dan Tari Padoa dari NTT, Tari Tepak Kipas Koneng dan Tari Lenggang dari Jakarta, Tari Saman dari Kelompok Tari Anak Indonesia, Tari Panji Semirang dari Krama Bali Norwegia.
Tidak ketinggalan, workshop membatik menjadi salah satu kegiatan favorit selama Festival berlangsung. Antrian pun terlihat mengular untuk berfoto dengan baju adat Musi Banyuasin dan replika komodo 2 meter yang didatangkan khusus dari NTT.
Di samping itu, dipromosikan pula produk-produk kelapa sawit, specialty kopi, serta kekayaan hutan dan gambut tropis Indonesia oleh Javara. Norwegia sebagai salah satu negara pengkonsumsi kopi perkapita terbesar di dunia, tidak lengkap jika tidak mempromosikan kopi Indonesia di Negeri Viking ini.
Biji kopi yang akan dipergunakan dipilih secara khusus dari petani Indonesia, khususnya di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Bali, dan Flores, yang sudah mempraktekkan pendekatan konservasi dalam pengelolaan budidaya kopi dan sudah memperoleh pelatihan sebagai Q-grader kopi.
Di sela-sela melayani para pengunjung tenda Bekraf, Daroe Handojo, General Manager Kopi Business CRP Group mengatakan, logo “Kopi” merupakan media promosi yang sedang digalakkan oleh Indonesia.
Tidak hanya diekspor sebagai komoditas, Indonesia ingin mengenalkan branding identitas kopi Indonesia melalui logo “Kopi”. “Jadi orang akan mudah ingat ketika melihat tulisan “Kopi” berarti itu Indonesian coffee,” tutur Daroe.
Ditambahkan oleh Koordinator Panitia, Nina Evayanti, Festival Indonesia ini disambut sangat meriah oleh warga kota Oslo dan sekitarnya. “Kami hitung setidaknya tiga ribu pengunjung memadati area Festival Indonesia setiap harinya. Belum termasuk orang yang sekedar lewat atau menonton pertunjukan dari sekitar alun-alun Sprikersuppa,” ujar pejabat Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya KBRI Oslo ini.
Atika Hjorth mengaku tidak menyangka dengan antusiasme warga Oslo datang ke Festival Indonesia. “Sudah 25 tahun saya tinggal di Oslo ini, baru hari ini ada Festival yang diadakan oleh negara lain yang semeriah ini,” ungkap diaspora yang membuka usaha travel agent di Norwegia.
“Saya sampai terpukau dan terharu melihat pagelaran budaya Nusantara di alun-alun Spikersuppa ini. Bagus-bagus banget! Tidak heran ribuan pengunjung terus berdatangan ke Festival Indonesia ini.”
Serangkaian acara telah digelar sebelum Festival, yaitu seminar dengan tema “Kontribusi Gambut dan Sawit Lestari dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” (28/6) di gedung Konfederasi Bisnis Norwegia dan malam inagurasi festival (28/6) di Gedung Konferensi Felix.
Acara dihadiri oleh ratusan undangan dari korps diplomatik, pejabat tinggi Norwegia, friends of Indonesia, dan diaspora Indonesia. Hadir pula Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia, Marianne Hagen, dan Penasehat Politik untuk Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Marit Vea.
Sejak dibukanya hubungan diplomatik Indonesia-Norwegia tahun 1950, Festival Indonesia ini baru pertama kali digelar di Norwegia dan merupakan yang terbesar di kawasan Nordik.
“Festival Indonesia Oslo ini akan menjadi penanda dimulainya rangkaian peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dengan Norwegia yang akan jatuh pada tahun 2020,” pungkas Dubes Mulya Lubis.
KOMENTAR ANDA