PADA forum pertemuan antar bangsa, presiden Indonesia, Soeharto, senantiasa berbicara dalam bahasa Indonesia yang dialih-bahasakan ke dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya oleh seorang penerjemah kepresidenan.
Para bukan pendukung Pak Harto serta pemuja bahasa Inggris menafsirkan adegan Pak Harto berbahasa Indonesia di forum internasional itu sebagai indikasi ketidak-mampuan berbahasa Inggris.
Semula saya juga berpendapat seperti itu sampai setelah lebih cermat berupaya mengamati sikap berbahasa para kepala negara lain-lainnya dalam forum pertemuan antar bangsa di planet bumi ini.
Kedaulatan
Ternyata pada lazimnya, para kepala negara yang menggunakan bahasa Inggris pada pertemuan internasional terbatas pada Amerika Serikat dan Inggris beserta para anggota persekemakmuran Britania Raya.
Para kepala negara tidak berbahasa nasional Inggris seperti Rusia, China, Jepang apalagi Prancis (kecuali yang ingin pamer kemampuan berbahasa Inggris) pada forum pertemuan internasional senantiasa menggunakan penerjemah agar masing-masing kepala negara berkesempatan menggunakan bahasa bangsa, negara dan rakyat mereka sendiri sebagai upaya menegakkan kedaulatan bahasa nasional masing-masing.
Prancis punya menteri yang bertanggung-jawab atas kedaulatan bahasa Prancis.
Di Jakarta saya pernah memperoleh kehormatan makan malam bersama Lech Wallesa. Ternyata sang penerima anugrah Nobel yang kemudian sempat menjadi presiden Polandia tetap menggunakan bahasa Polandia yang diterjemahkan oleh seorang penerjemah ke dalam bahasa Inggris agar saya nengerti apa yang beliau ucapkan.
Ketika saya berjumpa dengan Helmut Schmidt , sang kanselir Jerman yang menggantikan Willy Brandt itu nyerocos dalam bahasa Jerman.
Sumpah Pemuda
Andaikata kita melakukan kilas balik sejarah tentang apa yang terjadi pada bulan November 1928 , maka kita tersadar bahwa para pemuda dari segenap penjuru Nusantara berkumpul di Jakarta (pada masa itu masih bernama Batavia) mengikrarkan Soempah Pemoeda yang ditulis dengan ejaan van Ophuysen:
Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Andaikata kita adalah warga bangsa Indonesia yang bangga atas bahasa nasional kita sendiri maka pada pertemuan antar bangsa , sewajibnya kita menjunjung tinggi harkat dan martabat jati diri serta bahasa nasional bangsa kita sendiri sesuai keluhuran gelora semangat yang terkandung di dalam Sumpah Pemuda yaitu Satu Bahasa , Bahasa Indonesia. MERDEKA!
Penulis adalah penggagas Gerakan Kebanggaan Nasional.
KOMENTAR ANDA