DI dalam naskah “Ikut Menyampaikan Saran” (8 Juli 2019) saya menyampaikan saran beberapa nama (bukan saya!) sebagai calon menteri beberapa kementerian.
Di dalam naskah tersebut, memang sengaja saya belum menyampaikan saran tentang calon Menteri Sosial dan Menteri Agama. Menurut pendapat saya kedua kementerian tersebut memiliki karakteristika khusus maka perlu dibahas secara khusus pula.
Menteri Sosial
Presiden Gus Dur sempat meniadakan kementerian sosial. Gus Dur meyakini urusan sosial tidak perlu diurus oleh seorang menteri di samping pertimbangan perampingan jumlah kabinet demi penghematan biaya.
Namun setelah Gus Dur lengser maka entah dengan alasan apa kementerian sosial kembali dihadirkan pada kabinet para presiden RI selanjutnya.
Berdasar pengamatan saya, dapat disimpulkan bahwa menteri sosial tidak selalu dipilih berdasar profesionalisme namun lebih pada pertimbangan politis.
Insha Allah, pada kabinet baru yang akan dibentuk oleh presiden Jokowi, pemilihan pejabat menteri sosial akan ditatalaksana lebih atas pertimbangan profesionalisme ketimbang politis apalagi pemerataan bagi-bagi jabatan bagi para parpol.
Seyogianya Menteri Sosial dijabat seseorang yang benar-benar secara profesional telah ngelakoni kegiatan kemanusiaan sebagai bekal pengalaman sangat penting dalam memimpin tatalaksana lembaga kementerian sosial.
Cukup banyak tokoh pejuang kemanusiaan sudah makan asam garam pengabdian kemanusiaan layak ditugaskan sebagai Menteri Sosial seperti misalnya Alissa Wahid, Sri Palupi, Wardah Hafids, Baby Jim Aditya, Sri Rossyati, Sri Irianingsih, Dewi Sartika, Oei Hong Tjhien, Sandyawan Sumardi dan lain-lain.
Menteri Agama
Umat Islam mayoritas di persada Nusantara tercinta ini. Namun Bhinneka Tungga Ika hadir secara indah pada kehidupan beragama di Indonesia. Kerukunan umat beragama di Indonesia merupakan suriteladan bagi seluruh bangsa di planet bumi ini.
Sebagai mayoritas di Indonesia, umat Islam hidup damai dan sejahtera bersama umat Nasrani, Hindu, Buddha, Konghucu dan aliran kepercayaan. Maka demi menghadirkan sukma demokrasi dan keadilan ke dalam Bhinneka Tunggal Ika, sebaiknya jabatan menteri tidak dipegang oleh umat agama tertentu saja namun diratakan secara adil kepada agama lain-lainnya.
Untuk menghadirkan suasana keadilan perlu dibentuk suatu Komite Menteri Agama terdiri dari 6 tokoh sebagai wakil umat Islam, Nasrani, Hindu, Buddha, Konghucu dan aliran kepercayaan yang secara kolektif diberi tugas menatalaksana kegiatan kementerian agama secara gotong-royong musyawarah-mufakat.
Saran
Saya hanya seorang rakyat jelata buta politik tanpa ambisi jabatan apalagi kekuasaan maka saran saya niscaya sangat subyektif sekaligus sempit-pandang sehingga harus siap dianggap absurd maka diabaikan sambil ditertawakan.
Dan terutama saran saya sangat belum tentu layak diterima oleh presiden yang memang memiliki hak prerogatif untuk memilih dan menentukan siapa saja yang layak diangkat menjadi menteri.
Memang, proses pemilihan dan penetapan menteri siapa untuk kementerian apa harus selaras dan sesuai kebutuhan, kehendak serta selera presiden.
Penulis adalah rakyat yang mengharapkan presiden memperoleh para pembantu terbaiknya dalam menunaikan tugas pengabdian bagi negara, bangsa dan rakyat Indonesia.
KOMENTAR ANDA