SELAMA ini banyak yang menganggap bahwa pelukis atau perupa diawali oleh karya-karya para perupa laki-laki. Hampir tidak disebutkan adanya perupa wanita di masa lalu.
Arkeolog Dean Snow dari Universitas Pennsylvania, AS, pernah menganalisis cetakan tangan yang ditemukan di delapan gua di Perancis dan Spanyol. "Telah ada bias jender dalam literatur yang sudah berlangsung lama," twerangnya.
Snow menyimpulkan bahwa tiga perempat dari cetakan tangan tersebut dikerjakan kaum perempuan, seperti dilaporkan situs National Geographic. "Telah ada bias jender dalam literatur yang sudah berlangsung lama," kata Snow.
Beberapa pelukis wanita tercatat dalam sejarah walau kemudian mereka dilupakan bahkan hampir tidak pernah disebutkan.
Di antaranya adalah Artemisia Gentileschi (1593-1656). Ia adalah pelukis Barok asal Italia. Dia menjadi perempuan pertama yang menjadi anggota Accademia di Arte del Disegno di Florence. Karya-karyanya banyak menggambarkan perempuan kuat dan korban mitos. Karyanya yang paling terkenal adalah "Judith Slaying Holofernes" (1614-1620).
Berikutnya adalah Clara Peeters (1607-1621). Ia terhitung generasi pelukis perempuan paling awal yang berani menjadikan kegiatan melukis sebagai pekerjaan utama pada abad-abad awal modern di Eropa. Peeters memilih untuk melukis dengan gaya realis baru yang perlahan-lahan mempengaruhi Eropa.
Lalu ada lagi, Louise Elisabeth Vigée Le Brun (1755-1842). Melansir BBC Culture, seniman perempuan ini memiliki peran penting di eranya lewat karya-karya spektakuler. Ia mendirikan studio potret saat usianya masih remaja. Pada usia 23, ia melukis banyak protret dari Marie Antoinette, istri Raja Louis XVII, serta tokoh-tokoh lainnya. Salah satu karyanya yang terkenal adalah "Comte de Calonne" pada 1785.
KOMENTAR ANDA