BERMODAL urunan uang belanja Rp 100.000, Siti Hartinah Soeharto sukses membesarkan Yayasan Harapan Kita. Kekuatan 'tolong menolong' yang dipercaya istri Presiden RI ke-2 itu berwujud nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Menelusuri kiprah Yayasan Harapan Kita dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, tak lepas dari kisah perjuangan seorang perempuan. Seorang ibu rumah tangga. Perempuan itu bukanlah orang yang mengenyam pendidikan tinggi. Dia tidak pernah menyandang gelar PhD, apalagi Profesor.
Dia juga tak paham dengan teori 'The Gift' yang dipopulerkan antropolog terkemuka Marcell Maus. Tetapi, jauh sebelum teori itu dibicarakan orang-orang di Indonesia, perempuan itu telah lama meyakini akan kekuatan 'tolong menolong'. Bahwa semangat untuk memberi akan menerangi kehidupan manusia yang menjalani laku tersebut.
Beruntung, perempuan itu sedikit berbeda dari ibu rumah tangga kebanyakan. Dia punya akses untuk membicarakan dan mewujudkan ide tolong menolong itu. Pasalnya, dia memiliki suami seorang Presiden Republik Indonesia pada masanya.
"Ibu rumah tangga itu adalah ibu saya tercinta, ibu kita semua, Almarhumah Ibu Tien Soeharto," kenang Siti Hardiyanti Rukmana, putri sulung Soeharto.
Sepenggal kisah perjuangan Ibu Tien Soeharto membesarkan Yayasan Harapan Kita dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan diceritakan kembali oleh putrinya itu saat tasyakuran milad yayasan tersebut. Acara digelar di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan, 23 Agustus 2019 lalu.
Tasyakuran itu, bertepatan pula dengan hari lahirnya Ibu Tien. Pada hari itu, Yayasan Harapan Kita genap berusia 51 tahun. Sedangkan, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan menapaki usianya yang ke-33 tahun.
Putri Ibu Tien yang akrab disapa Mbak Tutut itu mengisahkan, ide ibunya mendirikan yayasan berangkat dari keprihatian terhadap berbagai bencana yang kerap terjadi di Indonesia. Bencana seolah telah menjadi bagian dari takdir kehidupan manusia.
Saat musim kemarau, ancaman kekeringan dapat berubah menjadi petaka besar, menyebabkan paceklik dan bisa berkembang menjadi bencana kelaparan. Sementara, saat musim penghujan, curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan banjir, tanah longsor dan genangan yang merendam pemukiman pendukung yang ujung-ujungnya, membawa nestapa.
Bukan itu saja. Posisi geografis Indonesia yang berada di daerah tropis dan lingkaran cincin api pasifik (ring of fire), menyebabkan Indonesia mendapat julukan, 'supermarket bencana'. Bencana bisa datang tanpa aba-aba. Entah itu muntahan erupsi gunungapi, guncangan gempa bumi atau hantaman gelombang tsunami.
Bagi seorang Tien Soeharto, kondisi itu tak boleh diterima dengan sikap pesimis. Seolah manusia hidup di dunia memang untuk menderita. Dia meyakini, pesimistis bukan saja perangai yang buruk tapi juga mata air dari dosa.
Seperti firman Alllah SWT dalam Alquran Surat Yusuf ayat 87, "……dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidaklah ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir."
“Jadi manakala Almarhumah Ibu Tien melihat penderitaan akibat bencana, beliau tidak menyerah. Dalam keterbatasan langkah sebagai seorang ibu rumah tangga, beliau maju berkiprah,” cerita Mbak Tutut.
Modal Seratus Ribu
Yayasan Harapan Kita resmi berdiri bersamaan dengan perayaan ulang tahun Ibu Tien yang ke 45 pada 23 Agustus 1968 lalu. Yayasan ini bergerak di bidang sosial kemasyarakatan dan diniatkan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam arti seluas-luasnya.
"Tekad Ibu, jangan pernah dikalahkan oleh penderitaan tanpa berupaya melawan sekuat kita bisa," kenang Mbak Tutut.
Siapa sangka, dengan kegigihan mewujudkan tekad itu, Yayasan Harapan Kita berkembang jadi besar dan menghasilkan banyak karya monumental seperti saat ini. Padahal, modal awal yayasan itu dulu, hanya Rp 100.000. Itu pun hasil urunan Ibu Tien dan Zaleha, istri Ibnu Sutowo yang disisihkan dari kas rumah tangga keduanya.
Bukan saja berhasil membangun sekian banyak rumah sakit, Yayasan Harapan Kita yang didirikan Ibu Tien sukses meninggalkan sejumlah legacy berupa berbagai sarana kebudayaan dan pendidikan.
Taman Mini Indonesia Indah didirikan Yayasan harapan Kita sebagai taman wisata yang menyatukan beragam budaya Nusantara. Dilengkapi pengenalan flora, fauna, kuliner dan adat-istiadat luhur bangsa Indonesia. “Miniatur Indonesia” yang dibangun secara lengkap dan modern itu, adalah taman wisata paling modern di ASEAN pada masa itu.
Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba Raya merupakan wujud dari semangat edukasi yang besar Ibu Tien Soeharto. Sementara, kecintaannya kepada anggrek, mendorongnya membangun Taman Anggrek Indonesia Permai.
Di bidang kesehatan, Yayasan Harapan Kita mendirikan Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, dan sejumlah rumah sakit lainnya.
"Kita semua menyaksikan, bagaimana Ibu Tien membela kesehatan rakyatnya. Berhasil mengurangi ketergantungan warga Indonesia akan perawatan terbaik di luar negeri," tutur Mbak Tutut.
Untuk membantu rakyat yang tidak mampu, Yayasan Harapan Kita menerapkan mekanisme subsidi silang. Yang kaya, mensubsidi yang miskin. Meski tidak punya biaya sekalipun, mereka tetap harus diselamatkan.
Sementara Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dalam 33 tahun kiprahnya dihiasi berbagai pengabdian kepada sesama warga negara yang terkena bencana. Sepanjang berdirinya, yayasan ini telah menyalurkan bantuan Rp 64 miliar bantuan untuk korban berbagai bencana, meliputi banjir, tanah longsor, tsunami, gunung meletus dan lainnya.
Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan telah menyalurkan bantuan di 1.099 lokasi bencana, pada 899 kejadian bencana di 34 Provinsi di Indonesia.
"Kami datang tak hanya untuk memberikan bantuan sebatas kemampuan. Lebih penting daripada itu, kami datang untuk memberikan harapan. Untuk menegaskan kuatnya tali persaudaraan kita sesama anak bangsa," ujar Mbak Tutut.
Mbak Tutut amat percaya dengan kekuatan 'tolong menolong', seperti laku yang dijalani Ibunya. Dia ingin melanjutkan legacy Sang Bunda di kedua yayasan tersebut dengan terus membangun harapan dan melaksanakan bakti untuk Indonesia.
"Saya sangat terpanggil meneruskan apa yang dirintis Ibu. Saya juga ingin seperti Ibu, berbuat sesuatu yang besar bagi masyarakat," tandas Mbak Tutut menutup cerita.
KOMENTAR ANDA