Jakarta Bertengger Di Posisi Delapan Terbawah Dalam Daftar Kota Teraman Di Dunia

APA yang paling Anda cari ketika berwisata ke sebuah kota? Apapun itu, satu hal yang pasti Anda butuhkan adalah rasa aman.

Merujuk pada Safe Cities Index (SCI) 2019 yang dirilis Economist Intelligence Unit akhir Agustus lalu, beberapa kota paling aman di dunia ini mungkin bisa jadi referesi Anda untuk berwisata.

Datar tersebut memberi peringkat pada 60 tujuan di seluruh dunia yang dinilai dalam hal keamanan digital, keamanan kesehatan, infrastruktur dan keselamatan pribadi.

Daftar teratas adalah Tokyo. Kota metropolis terpadat di dunia ini diberi nilai 92,0 dari angka maksimal 100 dalam daftar tersebut.

Sementara itu Singapura berada di posisi kedua dengan nilai 91,5.

Kota lain di negeri Sakura, Osaka menempati urutan ketiga denga skor 90,9.

Sebenarnya, masuknya Tokyo dan Osaka dalam peringkat tiga teratas pada daftar tersebut tidak mengejutkan. Kedua kota di Jepang ini juga menjadi tiga teratas dalam dua peringkat SCI sebelumnya, tepatnya tahun 2015 dan 2017.

Di bawah Osaka ada Amsterdam dengan nilai 88,0, Sydney dengan nilai 87,9, Toronto dengan 87,8, Washington, DC dengan nilai 87,6, Copenhagen dan Seoul dengan nilai sama-sama 87,4 dan Melbourne dengan nilai 87,3.

Lalu, di mana posisi Jakarta dalam daftar tersebut?

Jakarta bertengger di urutan delapan terbawah dalam daftar itu, tepatnya ada di posisi 53, dengan nilai 54,5.

Jakarta masih tertinggal di belakang jika dibandingkan dengan tetangga di ASEAN. Singapura berada di posisi kedua. Sementara Kuala Lumpur, Malaysia berada di posisi 35 dengan nilai keseluruhan 66,3.

Sementara itu, Manila, Filipina ada di posisi 43 dengan nilai 59,2 dan Bangkok, Thailand di posisi 47 dengan nilai 57,6.

Indeks ini dibuat dengan menganalisis sejumlah aspek, termasuk layanan darurat yang tersedia di kota, fasilitas transportasi, asuransi bencana, pengembangan risiko bencana dan kesiapan keamanan siber.

"Penelitian ini menyoroti bagaimana berbagai jenis keselamatan saling terkait," kata editor senior The Economist Intelligence Unit dan editor laporan tersebut, Naka Kondo, seperti dimuat CNN.