KEPERGIAN BJ Habibie membuka semua kenangan tentang orang jenius ini.
Presiden RI ke-3 (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999) ini telah berpulang pada Rabu (11/9) pukul 18.05 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Kelahiran Pare-pare, 25 Juni 1935, sejak kecil sering mendengarkan ayahnya membaca Alquran. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang relijius dan gemar membaca.
Masa kecil BJ Habibie adalah sosok yang cerewet dan selalu ingin tahu. Apa yang dilihat dan didengarkan, ditanyakan kepada ayahnya, Alwi Abdul Djalil Habibie. Beruntung BJ Habibie memiliki ayah yang punya cukup waktu untuk mendengarkannya. Ayahnya selalu menjawab dengan serius tapi dengan cara yang sesederhana setiap pertanyaannya, sehingga ia mengerti dan paham.
Cara ayahnya menjawab setiap pertanyaan, menjadi salah satu metode penanaman literasi sains di keluarga. Melalui cara ayahnya itulah, BJ Habibie tumbuh menjadi manusia yang gemar mencari setiap masalah dan menemukan solusinya.
Ayahnya menyiapkan banyak buku-buku untuknya. BJ Habibie pun melahap semua itu, dan setiap menemukan kata-kata yang sulit dan tak dipahami, ia tak segan bertanya pada ayahnya.
Kegemarannya membaca ini rupanya berefek samping. Ia menjadi orang yang lebih senang mengurung diri di kamar dan tidak terbiasa bercakap-cakap dengan orang lain di luar rumah. Ia tumbuh menjadi anak yang sedikit gagap bila bicara. Lewat buku “Rudy, Kisah Masa Muda Sang Visioner” diuraikan bahwa BJ Habibie sangat mencintai buku-buku sehingga sangat jarang ngobrol dengan teman-temannya.
BJ Habibie masa kecil membaca buku apa saja, mulai ensiklopedia sampai buku cerita. Buku-buku karya Leonardo Da Vinci dan buku fiksi ilmiah karya Jules Verne menjadi buku-buku favoritnya. Ia juga senang sekali membuka buku-buku dalam bahasa Belanda.
KOMENTAR ANDA