KOMENTAR

MENJADI seorang imigran muslim di negara mayoritas nonmuslim adalah sebuah perjuangan tersendiri. Terutama bagaimana membawa diri dengan baik, yaitu untuk tetap berpegang teguh pada akar budaya nenek moyang namun tetap merasa “home sweet home” di tengah masyarakat. Perjuangan tersebut telah berlangsung berabad-abad.

Inilah yang disuarakan Nadia Helmy Ahmed, perempuan muslim di Denmark keturunan Mesir. Menurut Nadia, rasanya seperti terjebak antara negara asal orangtua dan negara tempat tinggal saat ini. “Bahkan, sekalipun kita bukan seorang Muslim, selalu ada masalah dalam urusan identitas sebagai minoritas,” ujarnya.

Nadia mengatakan bahwa identitas,kewarganegaraan, izin tinggal, maupun paspor tidak boleh lagi menjadi penghalang untuk terciptanya masyarakat yang bermartabat. Yang terpenting adalah bagaimana membentuk komunitas yang dapat saling menerima dan memahami.

Tampil sebagai perempuan Muslim sekaligus warga negara Denmark, Nadia mengaku harus bisa menciptakan sebuah harmoni yang indah antara dua identitas tersebut. “Saya berharap masyarakat bisa menerima perbedaan tanpa mendramatisasinya agar tujuan bersama untuk hidup aman sejahtera bisa terwujud.”

Karena itulah, Nadia menekankan pentingnya seorang perempuan menjadi berdaya. Tanpa kekuatan dan daya, perempuan akan sulit memperjuangkan hak mereka ataupun melawan ketidakadilan yang menimpanya.

Dalam kehidupan sehari-hari, Nadia adalah salah satu dari 10 perempuan Denmark yang mengukir karir gemilang di dunia tinju. Ia memiliki pengalaman 15 tahun beraksi di atas ring termasuk berjaya di Danish Woman Championship. Dengan rambut keriting panjang, suara yang lembut dan feminin, serta jari-jemari yang halus, banyak orang menanyakan mengapa Nadia memilih olahraga beladiri tinju.

Sang ayah pun sempat mempertanyakan pilihannya. Mengapa tidak bermain olahraga yang lebih feminin, seperti tenis? Begitu komentar sang ayah. Belum lagi tatapan heran para laki-laki setiap ia masuk ke gym untuk berlatih tinju bersama mereka.

Sangat menantang, itulah kesannya menjadi perempuan di dunia tinju. Untuk bisa dihargai, ia pun berlatih keras dan fokus agar orang-orang dapat melihat prestasinya. “Saat ini, boxing semakin populer di kalangan anak perempuan. Tapi dulu sangat tidak mudah saat saya memulainya,” kenang Nadia.

Nadia kemudian melatih tinju untuk anak-anak perempuan berusia 11-18 tahun di Brabrand, Aarhus. Nadia menjelaskan, ia hanya ingin menunjukkan kepada anak-anak perempuan tersebut bahwa mereka bisa memilih olahraga jenis apapun dan memahami diri mereka sendiri.

Di tahun 2017, Nadia menjadi wakil Denmark dalam kejuaraan dunia di Inggris untuk Thai Boxing yang memadukan kickboxing, karate, kempo, juga muay thai.

Nadia ingin membagikan pengalaman hidupnya, bahwa bertinju bukan sekadar olahraga fisik yang mentantang stamina. Bertinju adalah tentang melatih kepercayaan diri, memahami kelebihan diri sendiri, menyusun strategi berpikir, serta menyelaraskan kekuatan pikiran dan tubuh. “Tinju membuat perempuan bisa berdaya dan memiliki keyakinan diri,” pungkas Nadia.




Dari Bisnis hingga Politik, Jejak Karier Futri Zulya Savitri yang Inspiratif

Sebelumnya

Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women