SETIAP orangtua menginginkan anak-anaknya tumbuh dengan baik sesuai harapan. Kebanyakan pula orangtua menginginkan hasil yang sama dari anak-anaknya. Bila anak pertamanya pintar dan berprestasi, maka orangtua berharap hal yang sama pada adiknya.
“Lihat kakakmu, rajin, cekatan, dan juara. Kesayangan Ibu Guru pula. Masak kamu gak bisa kayak kakakmu?”
Nah. Pola asuh seperti inilah yang kerap terjadi.
Banyak orangtua yang tidak memahami bahwa setiap anak berbeda dan memiliki kekuatan serta kelemahan masing-masing.
Alexander Jensen, profesor psikologi dari Brigham Young University mengatakan, "Memang secara alamiah, anak pertama akan belajar menulis, berbicara, membaca dan lainnya terlebih dahulu, Hal ini akan tertinggal di pikiran orangtua sehingga membuat mereka lebih mengandalkan anak pertama. Sementara di sisi anak kedua, terus menerus disebut tidak lebih baik daripada kakak akan membuatnya menyerah, dan akhirnya membuat mereka pasrah bahwa mereka tidak lebih pintar dari sang kakak, yang sangat besar kemungkinannya tidak seperti itu."
Pola asuh seperti itulah yang mengganggu kepercayaan diri sang adik. Melansir Medical Daily, Prof Jensen menjelaskan bahwa anak kedua yang selalu dibandingkan dengan kakaknya akan merasa bahwa segala usahanya saat ini sia-sia. Akibatnya, ia berhenti berusaha dan 'menerima peran' sebagai anak yang tidak lebih pintar dari kakaknya.
Perbandingan memang mampu memicu anak untuk lebih bersemangat menjadi lebih baik. Namun, bila perbandingan dilakukan secara keliru, anak akan merasa tidak dihargai. Hal itu juga termasuk dalam bullying karena anak merasa tertekan dan tidak dihargai.
Banyaknya orangtua yang sering menginginkan hal sesuai kemauan dirinya, hal itu tentu mengganggu tumbuh kembang anak.
"Kepercayaan orangtua seringkali tidak akurat. Seperti anak perempuan selalu lebih pintar dari laki-laki, atau anak terakhir cenderung manja dan penakut. Tidak ada anak yang benar-benar sama, orangtua harus bisa melihat potensi masing-masing anak," pungkas Prof Jensen.
KOMENTAR ANDA