Desa Turtuk/Net
Desa Turtuk/Net
KOMENTAR

JIKA Anda seorang traveler, belum lengkap rasanya jika belum mengunjungi Desa Turtuk. Desa ini disebut sebagai The Last Moslem Village dan terletak di India.

Ya, penduduk Turtuk sebagian besar adalah muslim. Mereka memiliki cerita yang menyayat hati, suatu desa yang kehilangan negaranya. Lokasinya seolah tersembunyi di daratan tinggi Ladakh, India. Jauh dari mana-mana dan butuh perjalanan panjang untuk tiba di sana.

Pada 1971, ketika peperangan antara India dan Pakistan. India menguasai Turtuk karena dinilai merupakan wilayah yang berbahaya. Anggapannya, tentara Pakistan bisa masuk lewat situ dan selanjutnya menyerang wilayah India lainnya.

Celakanya, ketika itu India benar-benar mengisolasi Desa Turtuk. Penduduknya dijaga setiap hari, tidak boleh ada yang meninggalkan desa. Pun orang-orang desa yang sedang merantau dan ingin pulang ke desanya, tidak diizinkan masuk.

Penduduk Desa tak bisa melawan. Mereka kalah jumlah, apalagi peralatan perang. Penduduknya hanya bisa pasrah dan merelakan kenegaraannya berganti dari warga negara Pakistan menjadi warga negara India.

Namun beberapa tahun belakangan ini, Turtuk menjadi destinasi anti mainstream bagi traveler dunia yang suka bertualang. Untuk menuju Turtuk butuh perjuangan yang tak mudah.

Satu-satunya jalan keluar-masuk ke sana adalah melalui Kota Leh. Jaraknya 250 km, meliak-liuk di pegunungan dan medan yang berat. Desa Turtuk berada di ketinggian 2.900 mdpl. Kalau musim panas, bisa terasa sangat panas. Oleh sebab itu, penduduknya memiliki budaya unik dengan menumpuk bebatuan dalam jumlah besar, semacam bunker.

Tumpukan bebatuan akan membuat udara menjadi dingin. Lalu di situlah, bahan-bahan makanan seperti daging dan lainnya disimpan agar bisa awet. Suatu sistem pendinginan alami yang menarik, yang mereka sebut 'Nangchung' alias Rumah Dingin.

Lebih menariknya lagi, Penduduk Desa Turtuk menganut agama Islam. Jangan heran, banyak wanitanya yang mengenakan hijab dan ada masjid. Mereka disebut Muslim Noorbakshia, yang bahasanya Balti (suatu bahasa Tibet dengan dialek terkuno).

Untungnya ketika pemerintah India menduduki desa tersebut di zaman dulu, tidak ada paksaan pindah agama atau lainnya. Penduduk Desa Turtuk tetap dibiarkan dengan agama yang dianutnya.

Penduduk Desa Turtuk hidup dengan cara berladang. Tanahnya yang subur, membuat mereka mudah untuk menanam berbagai tumbuhan dan mendapatkan bahan makanan. Ada kenari, gandum, buah aprikot dan masih banyak lagi. Mereka juga berternak sapi, sebagai sumber makanan daging.

Tahun 2010, Desa Turtuk sudah terbuka untuk wisata. Meski yang datang belum banyak, tetapi mereka senang ketika ada turis yang datang dan akan mengenalkan kehidupan mereka.

Desa Turtuk hidup dengan damai, penduduknya saling bahu-membahu. Mereka pun sudah lama mengikhlaskan untuk pindah kewarganegaraan menjadi orang India.




Andi Arief Lewati Masa Kritis Setelah Transplantasi Hati: Sepenggal Kisah Inspiratif dari RS Apollo New Delhi

Sebelumnya

“Glancing” Picu Tren Digital Baru di Indonesia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Horizon