Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

NEGARA menjamin kebebasan berpendapat. Sehingga demontrasi di negara demokrasi seperti Indonesia, boleh-boleh saja, asalkan dilakukan dengan tertib dan tidak membuat kerusuhan. Demontrasi dilakukan karena adanya hal-hal yang prinsip yang dianggap salah.

Namun, mungkin menjadi pertanyaan yang selalu ada di benak orang, apa yang mendorong seseorang melakukan aksi demonstrasi?

Melansir Psychological Science, ada tiga anteseden utama terkait protes dan demonstrasi. Yaitu: kemarahan pada ketidakadilan yang dirasakan, identifikasi sosial, dan kepercayaan tentang keefektifan kelompok.

"Tindakan kolektif [demonstrasi] lebih mungkin terjadi ketika orang memiliki minat yang sama, merasa kehilangan, marah, dan percaya bahwa mereka bisa membuat perbedaan, dan mengidentifikasi dengan kelompok sosial yang relevan," tulis penulis studi John T. Jost, Julia Becker, Danny Osborne, dan Vivienne Badaan.

Hanya saja, model psikologis ini tidak memperhitungkan faktor ideologi yang mungkin memotivasi atau mencegah orang terlibat dalam protes.  Emosi orang diarahkan tak hanya karena emosi pada individu, tapi pada sistem sosial yang lebih besar.

Menurut teori pembenaran sistem, kebanyakan orang termotivasi untuk membenarkan dan mempertahankan sistem sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi sandarannya. Bahkan ketika sistem ini dianggap tak adil.

Mengutip 2knowmyself, penulis buku psikologi Farouk Radwan mengungkapkan bahwa protes dilakukan untuk mendapatkan kembali hak mereka dan menentang apapun yang mereka tidak suka dan memaksa para diktator untuk turun dari kursi kekuasaan mereka. Namun, tidak semua orang memprotes karena alasan yang sama.

Usia mahasiswa juga dianggap sebagai masa  peralihan dari remaja berseragam putih abu menuju  fase dewasa. Fase  ini adalah waktu di mana seorang individu mulai  mengeksplorasi kehidupan-kehidupan baru yang  belum pernah ditemuinya saat duduk di bangku  sekolah.

Ketika seseorang berada bersama atau tergabung dalam kelompok bersama-sama melakukan aksi, maka identitas pribadi mereka akan menghilang, melebur dengan identitas kelompok. Maka ia merasa wajib untuk terlibat melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang lain di dalam kelompoknya, karena ia adalah bagian dari kelompok.




Pemerintah Korea Selatan Tawarkan Kerja Sama Sektor Pertanian untuk Capai Swasembada Pangan Indonesia

Sebelumnya

Ketum JMSI Teguh Santosa Ajak Masyarakat Pers Kawal Kebijakan Prabowo tentang Food Sovereignty dan Good Neighbour

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News