Ilustrasi Ibadah Haji/Net
Ilustrasi Ibadah Haji/Net
KOMENTAR

IBADAH haji merupakan salah satu kewajiban yang harus ditunaikan umat Islam jika mampu. Jutaan orang Islam dari seluruh dunia datang ke kota suci di Arab Saudi selama musim haji setiap tahunnya.

Tahun 2019 ini saja, tercatat ada dua juta jamaah haji yang datang pada musim haji. Angka itu tidak mencakup jamaah umroh yang datang.

Namun, sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengungkapkan bahwa masalah perubahan iklim yang saat ini tengah menjadi perhatian bersama, dapat membuat ibadah haji semakin berbahaya, terutama selama bulan-bulan musim panas, karena suhu yang terus meningkat.

Pasalnya, serangkaian ibadah wajib dan sunah yang dijalankan selama musim haji mengharuskan jamaah untuk berada di luar ruangan selama antara 20 dan 30 jam selama 5 hingga 6 hari. Hal itu berarti, mereka harus menghadapi cuaca panas yang menjadi tantangan tersendiri.

Studi tersebut mengungkapkan, sejak tahun 1970an, kawasan Timur Tengah telah mengalami peningkatan yang stabil dalam suhu permukaan rata-rata dan frekuensi kejadian panas ekstrem yang lebih tinggi. Sejumlah pakar menilai bahwa hal ini merupakan dampak dari perubahan iklim.

Studi terbaru dari tim peneliti MIT dilakukan dengan cara melihat Wet-Bulb Temperatures (WBT) atau suhu bohlam basah. WBT sendiri adalah suhu yang dibaca oleh termometer yang ditutupi kain yang dibasahi air yang dilewati udara. Pada kelembaban relatif 100 persen, WBT sama dengan suhu udara.
 
WBT ini pada dasarnya adalah ukuran tingkat "kegerahan" yang dialami manusia pada suhu tertentu.

Para peneliti MIT membuat proyeksi berdasarkan tren suhu rata-rata di Arab Saudi, serta proyeksi suhu yang meningkat akibat perubahan iklim pada akhir abad ini.

Hasilnya, mereka menemukan bahwa proyeksi suhu meningkatkan bahaya bagi jamaah haji, terutama ketika haji jatuh pada bulan-bulan musim panas

Kekhawatiran semakin meningkat bila ibadah haji berlangsung pada bulan Agustus, suhu di Mekah rata-rata mencapai 43 derajat celcius. Namun pada puncaknya, suhu berpotensi mencapai 50 derajat celcius.

Para tim peneliti menyipulkan, resiko kesehatan manusia selama menunaikan ibadah haji sebenarnya berbeda-beda, tergantung pada intensitas dan bahaya alam serta tingkat kerentanan jemaah haji pada tahun tertentu.

Faktor lain yang memicu resiko adalah faktor struktural seperti kapasitas fasilitas haji, kualitas logistik transportasi serta faktor non-struktural seperti distribusi usia, kesehatan, dan jumlah jemaah haji.

"Banyak jamaah yang cenderung memilih untuk hadir selama bulan-bulan non-musim panas dan, karena itu, selama tahun-tahun itu, tantangan struktural dapat diintensifkan," begitu bunyi penelitian tersebut seperti dimuat Muslim News akhir pekan kemarin.

Para peneliti juga mencatat, Bulan-bulan terpanas di abad yang akan datang, ketika haji akan berlangsung, akan terjadi antara tahun 2047 hingga 2052 dan dari tahun 2079 hingga 2086.




Ingat Akhiratmu, Maka Duniamu Terasa Mudah

Sebelumnya

Jauhkan Kami dari Zalitun

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur