KESENJANGAN gender dalam dunia kesehatan masih terjadi di Inggris. Hal tersebut diungkapkan oleh penelitian terbaru yang dirilis British Heart Foundation (BHF) pada hari ini (Senin, 30/9).
Dalam penelitian tersebut, badan amal itu memperkirakan bahwa lebih dari 8.200 wanita di Inggris meninggal antara tahun 2003 hingga 2013 sebagai akibat dari perawatan yang lebih buruk daripada pasien pria.
BHF berupaya untuk mengakhiri kesalahpahaman yang menyebut bahwa serangan jantung adalah masalah pria. BHF juga mendorong wanita untuk mengetahui risiko dan gejalanya.
Faktanya, menurut BHF, ada dua kali lebih banyak wanita di Inggris yang meninggal dunia karena penyakit jantung koroner daripada kanker payudara.
Namun, penanganan dunia media terhadap masalah jantung pada wanita kerap tidak lebih baik daripada pria. Menurut BHF dalam penelitian tersebut, selain lebih mungkin menerima pengobatan di bawah standar, perempuan juga menderita misdiagnosis 50 persen lebih tinggi dan perawatan yang lebih buruk. Hal itu bisa meningkatkan resiko kematian.
Selain penanganan yang buruk, faktor resiko tertentu juga dapat lebih berbahaya bagi wanita. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa merokok, tekanan darah tinggi, dan diabetes meningkatkan kemungkinan serangan jantung lebih banyak pada wanita daripada pria.
Tinjauan global juga menunjukkan bahwa wanita secara keseluruhan lebih lambat mencari bantuan medis daripada pria. Waktu antara gejala pertama kali muncul dan kedatangan di rumah sakit bervariasi dari 1 jam 24 menit hingga 3 jam 30 menit untuk pria. Sedangkan untuk wanita, itu terjadi antara 1 jam 48 menit hingga 7 jam 12 menit.
Mitos tentang gejala serangan jantung "wanita" tetap ada, meskipun, seperti halnya pria, gejala yang paling umum adalah nyeri dada.
Gejala lain termasuk merasa sakit, berkeringat, napas pendek atau pusing. Sedangkan gejala yang kurang umum adalah batuk yang berlebihan, atau perasaan cemas yang tiba-tiba.
"Serangan jantung tidak pernah dapat diobati. Namun wanita meninggal sia-sia karena serangan jantung sering dipandang sebagai penyakit pria, dan wanita tidak menerima standar yang sama tentang pengobatan sebagai pria," kata Direktur Medis Associate BHF, Sonya Babu-Narayan.
KOMENTAR ANDA