APLIKASI video pendek viral, TikTok yang marak digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia dianggap memiliki potensi ancaman bagi keamanan nasional Amerika Serikat.
Hal itu dikemukakan oleh senator di negeri Paman Sam, baik dari kubu Demokrat maupun kubu Republik. Mereka satu suara menyatakan kehawatiran akan potensi ancaman keamanan nasional hal tersebut. Karena itulah, mereka menyerukan kepada regulator dan badan intelijen untuk menyelidiki hubungan TikTok dengan China.
Senator Chuck Schumer dan Tom Cotton dalam sebuah surat pekan kemarin mengatakan, pihaknya ingin komunitas intelijen Amerika Serikat untuk menilai resiko keamanan nasional yang ditimbulkan dari aplikasi TikTok dan platform digital lainnya milik negeri tirai bambu.
Kekhawatiran itu dikemukakan bukan tanpa alasan, pasalnya aplikasi tersebut dikhawatirkan dapat digunakan untuk memata-matai warga Amerika Serikat atau menjadi target kampanye pengaruh asing seperti kampanye campur tangan Rusia untuk mempengaruhi pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu.
TikTok sendiri diketahui yang dimiliki oleh perusahaan induk yang berbasis di Beijing, Bytedance. Aplikasi ini diganderungi banyak orang, umumnya remaja di banyak negara, termasuk negara-negara Barat.
Meski berbasis di China, uniknya, TikTok tidak tersedia di China. Namun ByteDance memiliki versi domestik aplikasi tersebut yang disebut Douyin.
Aplikasi ini telah diunduh 177 juta kali pada kuartal terakhir tahun ini. Menurut perusahaan data seluler Sensor Tower, jumlah itu turun 4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dalam sebuah surat kepada penjabat Direktur Amerika Serikat untuk Intelijen Nasional, para senator menilai, karena perusahaan induk TikTok berbasis di China, maka aplikasi tersebut berpotensi dipaksa untuk mendukung dan bekerja sama dengan pekerjaan intelijen yang dikendalikan oleh Partai Komunis China.
Namun pihak TikTok membantah semua tuduhan itu. Dalam sebuah pernyataan, pihak perusahaan mengatakan bahwa mereka menyimpan semua data pengguna Amerika Serikat di Amerika Serikat dan mendukungnya di Singapura.
"Pusat data kami terletak sepenuhnya di luar China, dan tidak ada data kami yang tunduk pada hukum China," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan (Jumat, 25/10).
"Lebih jauh, kami memiliki tim teknis khusus yang berfokus pada kepatuhan terhadap kebijakan keamanan siber yang kuat, dan privasi data serta praktik keamanan," tambah pernyataan yang sama seperti dimuat CNN.
Kekhawatiran senada sebelumnya telah lebih dulu diungkapkan oleh Senator Republik Marco Rubio awal Oktober lalu. Dia meminta Komite Investasi Asing di Amerika Serikat yang bertugas memeriksa pembelian bisnis Amerika di luar negeri, untuk meninjau akuisisi TikTok atas aplikasi saingan Musical.ly.
Permintaannya itu dilayangkan setelah Washington Post menerbitkan sebuah cerita yang menyelidiki tentang tidak adanya unggahan soal protes Hong Kong di TikTok. Padahal di aplikasi dan platform digital lain seperti Twitter dan Facebook, unggahan soal protes Hong Kong ada dan bahkan marak.
"Semakin banyak bukti yang terus berkembang bahwa platform TikTok untuk pasar Barat, termasuk yang ada di Amerika Serikat, menyensor konten yang tidak sejalan dengan arahan Pemerintah China dan Partai Komunis," kata Rubio dalam sebuah pernyataan pada saat itu.
Pihak TikTok juga membantah tuduhan tersebut pada saat itu. Dalam sebuah pernyataan, pihak perusahaan memastikan menghapus konten berdasarkan sensitivitas yang terkait dengan China.
"Kami tidak pernah diminta oleh pemerintah China untuk menghapus konten apa pun dan kami tidak akan melakukannya jika diminta," kata pihak TikTok dalam sebuah pernyataan.
KOMENTAR ANDA