Pementasan wayang orang Sang Sukrasana/RMOL
Pementasan wayang orang Sang Sukrasana/RMOL
KOMENTAR

SANG Sukrasana merupakan cerita pewayangan asli warisan budaya Indonesia. Kisah Sang Sukrasana terinspirasi dari situasi negara yang sedang dirundung kemelut perebutan kekuasaan dan melalaikan kepentingan rakyat kecil yang seharusnya wajib disejahterakan.

Adalah Bambang Sukrasana, putra dari Resi Suwandagni dan Dewi Wiyati yang memiliki wajah menyeramkan, buruk rupa. Tubuhnya besar, berpunuk di belakang badan, wajahnya merah dan bertaring panjang seperti raksasa.

Beda hal dengan Bambang Sukrasana, sang kakak bernama Bambang Soemantri memiliki wajah tampan dan gagah, serta berambisi dengan kekuasaan. Ia kerap meminta tolong adiknya, Sukrasana yang merupakan ksatria mandraguna untuk memindahkan taman Sriwedari sebagai mahar Permaisuri Citradewi yang diserahkan kepada kerajaan Mahespati.

Sukrasana yang sangat mencintai kakaknya, mengabulkan permintaan paling mustahil itu. Namun berkat kesaktian mandraguna yang dimilikinya, Sukrasana berhasil memindahkan Taman Sriwedari dari kahyangan ke bumi.

Setelah berhasil memindahkan Taman Sriwedari, Sukrasana meminta sang kakak untuk tidak meninggalkan dirinya. Sang kakak pun mengamini janji tersebut dengan syarat Sukrasana tidak boleh ke Taman Sriwedari tanpa dipanggil olehnya.

Lama tak dipanggil sang kakak, Sukrasana pun pergi ke Taman Sriwedari. Di sana banyak bidadari kahyangan dan juga Permaisuri Citradewi yang tengah menikmati keindahan Taman Sriwedari. Melihat kehadiran Sukrasana, mereka semua terkejut lantas melarikan diri karena ketakutan.

Mengetahui hal itu, Soemantri berang. Ia mencabut janji setianya kepada sang adik untuk selalu bersama-sama, dengan ambisinya yang tak ingin dianggap buruk oleh Kerajaan Mahespati, Soemantri akhirnya membunuh adik kandungnya sendiri.

Konsep Modern

Kisah wayang tersebut dikemas apik dengan tambahan teknologi visual, seperti perkenalan tokoh wayang orang dengan layar berbahan tembus pandang. Efek glittering untuk memberi kesan romantisme Prabu Citrasena dan istri tercintanya pun memanjakan mata penonton.

Meski menampilkan kesan wayang orang modern, Sang Sukrasana tak melepas unsur kebudayaan tanah Jawi. Hal itu tampak pada kostum yang dikenakan para pelakon dengan mengenakan pakaian khas Jawa lengkap dengan tariannya.

Tampilan tarian khas wayang dan juga tarian milenial seperti breackdance turut membuat penampilan wayang orang Sang Sukrasana mampu menghibur tak hanya kalangan orangtua, tapi juga generasi milenial.

Lagu pengiring pementasan khas dari gamelan Jawa dengan nyanyian merdu dari penyanyi wayang memberikan warna tersendiri yang tak lepas dari bagian pementasan wayang orang.

Jalan ceritanya pun dikemas cukup modern, tanpa menghilangkan esensi pesan cerita rakyat itu sendiri. Seperti adegan Sukrasana yang diperankan oleh Lukman Sardi memanggil kedua orang tuanya dengan papi dan mami.

Selain itu, lakonan cameo dari Inayah Wahid dan Tina Toon, serta Marsam dan Imuri juga cukup mencubit perhatin penonton.

Mereka menyampaikan pesan bahwa wayang orang harus dilestarikan dan ditonton oleh generasi millenial. Hal itu berangkat dari fenomena saat ini di mana wayang orang nyaris punah dan sedikit yang ingin menggeluti kesenian khas Jawa tersebut.

Selain itu, pesan yang ingin dihadirkan Jaya Suprana pada pementasan wayang orang ini adalah semangat rakyat jelata yang senantiasa mengabdikan diri bagi negara dan bangsa tanpa pamrih.(Raiza/F)




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News