Jaya Suprana/Ist
Jaya Suprana/Ist
KOMENTAR

PAULUS Hendrata adalah kakak kandung urutan ke enam berusia dua tahun lebih tua ketimbang saya. Pada tanggal 14 Agustus 2019 pukul 18.45 WIB, beliau meninggalkan dunia fana ini akibat serangan jantung setelah cukup lama menderita stroke.

Penyadaran

Wafatnya seorang kakak kandung menyusul empat kakak kandung lain-lainnya diperparah kenyataan bahwa saya sendiri sudah terkena serangan jantung merupakan indikasi keniscayaan tak terbantahkan bahwa diri saya makin mendekati saat akhir.

Wafatnya para sahabat seperti Suka Hardjana, GM Sudarta, Dwi Koendoro, Arswendo Atmowiloto, HS Dillon, Djaduk Ferianto, Ciputra  dan lain-lain makin menyadarkan saya tentang makin mendekatnya saat giliran saya meninggalkan dunia fana ini.

Wafatnya para beliau menyadarkan saya bahwa pada hakikatnya manusia, apalagi saya sama sekali tidak berdaya dalam menghadapi saat akhir diri masing-masing. Saya makin tersadar bahwa di atas kekuasaan manusia paling berkuasa sekuasa apa pun juga senantiasa niscaya ada yang lebih berkuasa yaitu Yang Maha Kuasa.

Saya sekadar mahluk sama sekali tidak sempurna maka sangat lemah lahiriah mau pun batiniah. Kini sepenuhnya tergantung kepada kemampuan serta kemauan diri saya sendiri mengenai bagaimana cara mendayagunakan waktu yang masih tersisa bagi saya di dunia fana ini.

Ternyata masih banyak bahkan sangat amat terlalu banyak hal masih belum saya lakukan.

Kebudayaan

Saya bersyukur dapat menikmati nikmatnya kemerdekaan Indonesia. Namun masih banyak sesama warga Indonesia tidak seberuntung saya meski sudah hampir 75 tahun Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan negara, bangsa dan rakyat Indonesia.

Kedaulatan ekonomi Indonesia belum terwujud selama masih tergantung pada perangai ekonomi negara-negara adikuasa.  Kedaulatan pangan belum terwujud selama beras, bawang putih, daging sapi, buah-buahan dan lain-lain masih impor.

Kedaulatan kebudayaan Indonesia masih harus diperjuangkan agar jamu, kulintang, dangdut, kroncong, degung, mocopat dan lain-lain diakui UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia mahakarya Indonesia. Para animator dan pencipta game Indonesia menjadi tuan di negeri sendiri apalagi di negeri orang lain masih merupakan impian belaka.

Para pemusik muda berbakat masih butuh dukungan demi berjaya menempuh perjalanan panjang sarat kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah untuk menjadi pemusik kelas dunia kebanggaan Indonesia.

Wayang orang masih harus konsekuen dan konsisten diperjuangkan agar dapat diterima generasi milienal Indonesia sebagai warisan kebudayaan Indonesia yang sangat layak dihormati dan dihargai.

Peradaban

Rasa bersalah membebani kalbu akibat saya tidak mampu menolong sesama manusia seperti yang dilakukan Ibu Theresa, Sri Palupi, Wardah Hafidz, Sandyawan Sumardi, dr. Oen Boen Ing,  teman-teman di YLBHI/ LBH Jakarta dan para pengabdi kemanusiaan lain-lainnya.

Saya masih harus lebih gigih berjuang menghapus angkara kebencian dari lubuk sanubari saya sendiri demi lebih berupaya mempersembahkan kasih-sayang kepada sesama manusia.

Meski setiap hari saya menulis minimal satu naskah namun ternyata masih terlalu banyak pemikiran berkeliaran di benak belum berhasil saya tuangkan ke dalam bentuk tulisan.

Kelirumologi, alasanologi, malumologi, humorologi, eudeamonialogi, andaikatamologi, ragumologi, bencimologi, syukuromologi dll masih butuh pengembangan tanpa henti.

Keadilan Sosial Untuk Seluruh Rakyat Indonesia baru untuk sebagian rakyat Indonesia. Sila Kemanusiaan Adil dan Beradab masih kerap dilanggar oleh para pelaksana pembangunan yang tanpa berkedip tega mengorbankan rakyat atas nama pembangunan.

Sisa masa hidup sebelum  meninggalkan dunia fana ini seyogianya wajib saya manfaatkan sebaik mungkin demi  lebih menghayati makna kemanusiaan sebagai mahkota peradaban selaras teks lagu Indonesia Pusaka “di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda, tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata”.

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Jaya Suprana