Halima Aden/Net
Halima Aden/Net
KOMENTAR

JAKARTA Halal Things 2019 lalu menghadirkan sosok inspiratif yang sedang hangat-hangatnya jadi perbincangan di dunia. Dia adalah seorang model papan atas di Amerika. Dia seorang desainer hijab dan modest wear. Dia juga seorang aktivis yang menjadi duta UNICEF. Seolah tak percaya, sosok hadir di tengah Muslimah Indonesia dalam intimate conversation dengan topik bertajuk Empowering Women di Jakarta, 7 Desember 2019.

Halima Aden menjelma menjadi icon baru para hijaber modern. Sebagai perempuan—apalagi jika kita (kamu dan saya) adalah Muslimah—mau tidak mau kita harus mengakui bahwa sosok Halima memang layak diidolakan.

Sempat merasakan hidup susah di kamp pengungsian di negara asalnya Somalia, menjadikan Halima memang bukan supermodel biasa. Dia adalah perempuan tangguh yang kebetulan berparas jelita.

Keberaniannya untuk maju mengenakan hijab dan busana tertutup, termasuk burkini, di kontes kecantikan Miss Minnesota USA tahun 2016 adalah langkah pertama yang menjadi legacy Halima untuk para perempuan Muslim di seluruh dunia. And yes, from that moment, she has been changing the game.

Can you imagine that? Halima melakukan hal ‘gila’ itu di negeri Paman Sam. Ketika Donald Trump berkuasa. Bukan di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya memeluk Islam.

Ada yang salut, memujinya mampu istiqamah dengan syariat Islam. Tapi tentu banyak juga yang memandang sebelah mata, menganggap aneh, berburuk sangka bahwa itu hanya demi sensasi, hingga yang membencinya terkait islamofobia.

Tapi dia tetap melangkah maju dengan kepala tegak. Prinsip hidup yang berlandaskan keimanan dan ketakwaannya kepada Rabb-nya, membuat Halima melangkah maju dengan mantap.

IMG Models melihat potensinya dan bersedia memenuhi persyaratan yang diajukan Halima. Terutama, menyangkut urusan menutup aurat di backstage. Agensi setuju, tempat khusus disediakan untuk Halima.

Tak berlebihan bila kemudian Halima selalu menyuarakan motivasinya kepada para perempuan muda untuk tidak mudah putus asa mengejar mimpi. “Don’t change yourself, change the game.”

Dia adalah pionir. Model hijab pertama yang kini jadi langganan rumah mode papan atas dunia untuk berjalan memamerkan koleksi busana terbaru di atas catwalk. Dia mampu membuat para desainer ‘bertekuk lutut’ membuatkan gaun khusus untuk Halima: yang menutup aurat.

Halima juga menjadi incaran para fotografer. Majalah fesyen dan gaya hidup di berbagai belahan dunia berlomba-lomba menjadikannya sampul depan. Dan ya, dia menjadi magnet yang memiliki daya magis untuk jadi bintang sampul. Believe it or not, I think she never fail to look stunning.

Dan gadis fenomenal ini membagikan pengalaman hidupnya kepada para hijaber di Jakarta. Untuk bisa menjadi penentu keberhasilan hidup kita sendiri, tanpa bergantung pada orang lain membukakan jalannya.

Bagaimana bisa menjadi penentu sekaligus changing the game?

Untuk bisa menjadi ‘pengendali permainan’, diperlukan satu individu yang berkualitas dan utuh. Kalau meminjam istilah dalam kontes ratu kecantikan sejagat, perempuan itu harus memiliki beauty, brain, dan behaviour.

Artinya, perempuan itu selain memiliki nilai baik dalam intelligence quotient dan emotional quotient, dia pun harus mempunyai adversity quotient yang mumpuni. Tanpa AQ, Halima mungkin akan menyerah melihat minimnya dukungan orang saat pertama menjejakkan kaki di dunia modeling. Halima berhasil membuktikan bahwa ia pantang menyerah dan seorang goal oriented.

Membicarakan behaviour, jika mengambil Halima lagi sebagai contoh, maka kita bisa melihat bagaimana Halima adalah pekerja keras. Dia memang meminta ‘extras’ dalam hal fasilitas terkait keputusannya tetap berhijab (ruang ganti yang tertutup dan busana yang tidak memerlihatkan aurat). Tapi dia tidak meminta lebih dari itu. Untuk pekerjaan, Halima sangat profesional.

Dia disiplin dalam manajemen waktu, sama seperti yang dilakukan model lainnya. Dia fokus untuk bisa zero mistake di atas runway, sama seperti model lainnya. Dia juga menjalankan kewajibannya sebagai model untuk menjalin good communication dengan desainer dan fotografer, serta cerdas memilih angle dan ekspresi agar pesan yang ingin disampaikan para pemilik brand bisa sampai ke konsumen.

Halima tidak berpangku tangan menunggu nasib membukakan jalan untuknya. Dialah yang membukakan jalan bagi dirinya sendiri. Ia berjuang bukan dengan gelap mata, tapi dengan kapabilitas diri dan strategi. Ia menawarkan potensi besar yang ada dalam dirinya yang ia ‘barter’ dengan penghargaan orang lain terhadap keyakinannya (Islam).

Halima ingat betul bagaimana sang bunda tidak pernah merasa bangga dengan kemunculannya sebagai bintang sampul di majalah fashion dan lifestyle ternama dunia seperti Harper’s Bazaar. Ibunya baru bisa merasa bangga ketika ia tampil di sampul Fashion Book dengan mengenakan kaus bertuliskan UNICEF. Halima bahagia karena karir modelingnya bukan semata berkutat dalam bidang kecantikan dan fesyen, melainkan juga menjadikannya terlibat dalam aktivitas kemanusiaan, terutama yang berkaitan dengan pengungsi anak. Ia ingin menjadi manusia yang bermanfaat bagi banyak orang.

Maka, untuk bisa changing the game seperti Halima, Muslimah harus memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, passion, dan kegigihan dalam mengejar mimpinya. Jangan mengandalkan kecantikan fisik semata tanpa kecantikan tingkah laku. Karena percayalah, attitude memegang peranan penting dalam segala lini kehidupan manusia. Dan seorang Muslimah akan bersinar manakala ia tidak hanya berdiri tegak sendirian tapi juga membantu orang lain untuk bisa berdiri di sampingnya. Hingga pada akhirnya, ia mampu menginspirasi orang lain dengan kontribusinya untuk masyarakat tanpa menjadi besar kepala.




Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Sebelumnya

Nicke Widyawati Masuk Fortune Most Powerful Women 2024

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women