KABAR duka datang dari keluarga Mas Agung, pemilik jaringan Toko Buku Gunung Agung. Putera bungsu Haji Ketut Masagung meninggal dunia di RS VU MS Amsterdam Sabtu (4/1) pukul 5.35 (waktu setempat).
Mendiang wafat dalam usia 50 tahun, namun penyebab kematian almarhum tidak dijelaskan oleh seniman Ipang Wahid, yang menginformasikan ini pertama kali di group WA tadi pagi.
Tidak berapa lama, informasi itu dikonfirmasi oleh Ketua Umum Kadin, Rosan Roeslani.
“Benar. Sekarang kepulangan jenasah almarhum ke Tanah Air diurus oleh sahabatnya, pengusaha Garibaldi Tohir. Boy kebetulan masih di Eropa,“ kata Rosan yang dihubungi wartawan Minggu (5/1) pagi. Boy adalah panggilan akrab Garibaldi.
Malam Tahun Baru
Momen pergantian tahun 2019-2020 almarhum lewatkan di London. Bersama sahabatnya, Rosan, Boy, dan Erick Tohir. Mereka kebetulan bertemu di sana. Ketut tiba di Eropa sejak 20 Desember dan menurut rencana baru akan balik 17 Januari.
Liburan akhir tahun Ketut ke Eropa kali ini hanya berdua dengan Pingky, calon isterinya. Dengan isteri pertama almarhum memperoleh dua anak, namun bercerai sejak enam tahun lalu.
“Malam tahun baru kami sama-sama. Sebelumnya, lunch juga sama-sama. Tanggal 1 Januari siang Ketut dan Pingky naik kereta menuju Amsterdam,” cerita Rosan.
Selama pertemuannya di London, Rosan melihat Ketut baik-baik saja. Kalau toh ada keluhannya, ia cuma bilang kecapean.
Pengalaman Belajar Tanpa Henti
Haji Ketut Masagung pernah mengungkap tentang bisnis dan kebijaksanaan di Majalah “Indonesia Tatler” 2017. Ini sebagian pemaparannya.
Antara menjalankan bisnis, mengembangkan inisiatif sosial, dan bermain dengan jet-ski dan perahu pribadi, Haji Ketut Masagung, tentu tahu tindakan menyeimbangkan yang halus antara pekerjaan yang penuh kasih dan kehidupan yang hidup.
Mentalitas wirausaha telah ditanamkan di Haji Ketut Masagung dari tahun-tahun awalnya, dan itu telah membuatnya dalam posisi yang baik dalam menjalani kehidupan yang membutuhkan tindakan penyeimbangan yang sulit dari kerja keras dan mengatur waktu.
“Ayah saya, Haji Masagung, sering membawa saya ke tokonya untuk memperkenalkan saya secara alami dan lancar ke dunia perdagangan dan bisnis,” kata pengusaha kelahiran Jakarta itu dalam obrolan damai suatu Senin pagi di Hotel Pullman Jakarta.
"Sejak awal, dia mengarahkan ketiga putranya untuk menjadi pengusaha”.
Seiring perjalanan hidupnya, Haji Masagung, pendiri rantai toko buku Gunung Agung, juga terus memperkuat konsep menegakkan nilai-nilai yang layak dalam kehidupan yang sibuk, dengan penekanan paling mendasar adalah bagaimana menjadi manusia yang lengkap.
"Kata kuncinya di sini adalah keseimbangan," lanjut Ketut.
"Dalam Hadits, disebutkan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini”.
Ketut mengenang kehidupan masa kecil yang bahagia dengan ayah dan ibunya, Aju Agung.
"Kami tetap bersama sampai saya berusia 13," katanya kepada kami.
“Kemudian, pada usia 16, saya pergi untuk belajar di AS, sementara dua saudara lelaki saya, Putra dan Oka, pergi ke sekolah di Singapura. Tetapi bagi saya, itu adalah San Francisco, di sekolah asrama Katolik”.
Ibunya meninggal ketika Ketut, anak bungsu dari tiga putra, berada jauh di seberang Samudra Pasifik dan tenggelam dalam studinya di sekolah menengah pertama dan kemudian sekolah menengah atas.
"Dan pada usia 20, ketika saya berada di tengah waktu saya di San Francisco, ayah saya juga meninggal," Ketut menjelaskan.
“Jadi saya kembali ke Indonesia dan tidak melanjutkan studi di perguruan tinggi”.
KOMENTAR ANDA