TIGA tahun sudah larangan perjalanan yang menargetkan negara mayoritas Islam diterapkan di Amerika Serikat. Larangan itu pertama kali diumumkan tanpa peringatan sebelumnya pada 27 Januari 2017 lalu, tidak lama setelah Donald Trump duduk di kursi nomor satu Amerika Serikat.
Larangan perjaanan itu menargetkan lima negara mayoritas Islam, yakni Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman. Larangan yang kerap disebut juga sebagai "larangan Muslim" itu memicu kegeraman publik.
Meski sempat ada banding, larangan tersebut saat ini masih berlaku dengan menangguhkan visa imigran dan non-imigran bagi pelamar dari negara-negara yang terkena dampak. Namun ada pengecualian dari larangan itu, termasuk untuk siswa dan mereka yang telah membuat kontak penting di Amerika Serikat.
Seiring berjalannya waktu, kubu Demokrat Amerika Serikat menilai bahwa larangan tersebut semakin tidak masuk akal. Karena itulah, DPR Amerika Serikat yang didominasi oleh Demokrat, saat ini sedang mempersiapkan Undang-undang yang akan mencabut larangan perjalanan tersebut dan membatasi presiden dari memberlakukan pembatasann di masa depan berdasarkan agama.
Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi mengatakan, DPR akan mempersiapkan RUU tanpa laragan (No Ban) yang akan membatalkan larangan yang pernah diterapkan Trump itu dan mencegahnya untuk menetapkan pembatasan di masa depan, kecuali pemerintah memberikan bukti kuat untuk membenarkannya dengan berkonsultasi dengan Kongres.
"Demokrat House terus menentang pelarangan perjalanan Trump yang kejam dan tidak Amerika dalam semua iterasinya. Dalam beberapa minggu mendatang, Komite Kehakiman DPR akan menandai dan membawa ke lantai UU No Ban untuk melarang diskriminasi agama, sistem imigrasi dan membatasi kemampuan presiden di negara kita untuk memaksakan pembatasan yang bias dan fanatik seperti itu," kata Pelosi dalam sebuah pernyataan (Senin 27/1), seperti dimuat Al Jazeera.
Sementara itu, Ketua Komite Kehakiman House Jerrold Nadler mengatakan bahwa panelnya akan membahas RUU itu dalam dua minggu ke depan. RUU itu sendiri sebenarnya sudah diperkenalkan pada bulan April lalu, dan didukung oleh hampir 250 anggota Kongres dan ratusan kelompok hak-hak sipil, kepercayaan, keamanan nasional dan organisasi masyarakat dari seluruh negeri.
KOMENTAR ANDA