Nada Fedulla dan ayahnya dalam video wawancara BBC/Net
Nada Fedulla dan ayahnya dalam video wawancara BBC/Net
KOMENTAR

PENYESALAN selalu datang terlambat. Begitu pun yang terjadi pada seorang WNI eks militan ISIS. Pria yang tidak disebutkan namanya itu merupakan ayah dari seorang gadis belia bernama Nada Fedulla.

Nada sendiri menjadi sorotan publik, terutama di Indonesia beberapa waktu belakangan, setelah video wawancaranya dengan koresponden Timur Tengah BBC, Quentin Sommerville, muncul.

Dalam wawancara singkat tersebut, Nada mengaku diboyong sang ayah ke Suriah sejak tahun 2015 untuk bergabung dengan kelompok militan ISIS. Dia tidak sendiri, sang ayah membawa serta anggota keluarga lainnya, termasuk nenek Nada.

Nada kala itu tidak mengerti mengapa dia dibawa ke sana. Namun yang dia tahu, cita-citanya untuk menjadi seorang dokter pun kandas sejak saat itu. Pasalnya, dia berhenti sekolah sejak pindah ke Suriah. Sejak saat itu, alih-alih mengenyam pendidikan yang lebih baik, Nada justru harus membiasakan diri untuk melihat adegan-adegan kekerasan dan kekejaman ISIS selama masa kejayaannya.

"Ketika saya pergi berbelanja dengan keluarga, kadang-kadang saya melihat mereka (militan ISIS) membantai orang-orang. Mereka melakukannya di jalanan agar orang-orang bisa melihat," kata Nada.

Namun kondisi itu seketika kembali berubah setelah kejayaan ISIS runtuh. Sang ayah ditangkap dan kini mendekam di balik jeruji besi, sementara dia dan keluarganya, termasuk sang nenek, hidup terlantar di Suriah dan tidak bisa kembali pulang ke Indonesia.

Dalam video wawancara yang sama, Sommerville juga menemui ayah Nada. Namun tidak dirilis informasi lebih lanjut soal nama sang ayah.

Pria tersebut mengaku menyesal telah terpedaya oleh janji manis ISIS dan mengorbankan segala yang dia miliki di Indonesia demi membawa keluarganya ke Suriah.

"Itu hal tergila dalam hidup saya. Saya membawa seluruh keluarga saya ke Suriah," kata pria tersebut.

"Semua orang pernah berbuat salah dalam hidup dan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan," tambahnya.

Namun kini dia harus menerima akibatnya mendekam di balik jeruji besi di Suriah tanpa tahu kapan akan diadili.

Pada kesempatan yang sama, dia mengaku bahwa tidak ada satu pun pejabat atau utusan dari Indonesia yang pernah menemuinya di penjara.

"Tidak ada satu orang pun dari Indonesia yang mendatangi saya dan berbicara pada saya," ujarnya.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News