NAMA Nada Fedulla menjadi buah bibir publik, terutama di kalangan warganet di Indonesia. Namanya mencuat setelah dia muncul dalam video wawancara dengan koresponden BBC Quentin Sommerville beberapa waktu lalu.
Dia adalah anak dari seorang eks militan ISIS yang telah mendakam di penjara di Suriah. Namun nasib Nada, neneknya dan sejumlah anggota keluarga lainnya kini rumit, karena tidak bisa pulang ke Indonesia dan tidak bisa melakukan apapun di Suriah.
Dalam salah satu bagian wawancara itu, Sommerville menanyakan kepada Nada soal kekerasan serta kekejaman yang dilakukan ISIS pada masa kejayaannya di Suriah.
Nada pun menceritakan pengalamannya.
"Ketika saya pergi berbelanja dengan keluarga, kadang-kadang saya melihat mereka (militan ISIS) membantai orang-orang. Mereka melakukannya di jalanan agar orang-orang bisa melihat," kata Nada.
Ditanya lagi soal apakah pembantaian yang dilihatnya termasuk pemenggalan kepala manusia, Nada menjawab iya.
"Ya, kepala yang dipenggal dan mayat-mayat," sambung Nada lirih.
Banyak warganet di Indonesia yang mempertanyakan ekspresi Nada ketika menceritakan pengalamannya melihat pembantaian ISIS. Pasalnya, Nada menceritakan pengalaman mengerikan itu dengan sangat lancar.
Banyak warganet yang membandingkan ekspresi Nada ketika menceritakan hal tersebut dengan ekspresinya ketika mengakui bahwa harapannya menjadi dokter pupus setelah diboyong sang ayah ke Suriah. Matanya tampak mulai berkaca-kaca dan yangan kanannya diletakkan di depan mulut, seperti seorang yang hendak menggigit baju atau jari untuk menahan tangis.
Suaranya pun mulai terisak dan air matanya tidak bisa dibendung ketika ditanya oleh Sommerville soal apakah dia bisa memaafkan ayahnya atas semua yang dia alami.
"Dia (ayah) sudah meminta maaf kepada saya tentang apa yang dia lakukan. Dan sudah meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Tapi dia tidak bisa melakukan apapun karena dia dipenjara," sambungnya.
Sejumlah warganet membandingkan dua ekspresi yang tampak berbeda itu.
"Bagian yang membuat saya bergidik, wajahnya (Nada) biasa saja saat menceritakan pembantaian yang dilakukan ISIS dan dia baru menangis saat 'memperjuangkan' kepentingan pribadinya. Saya rasa ini akan menjadi masalah besar di kemudian hari, jika mengizinkan mereka pulang tanpa rencana matang," kata salah seorang pengguna Twitter, @AlamGuntur.
Hal senada juga diutarakan oleh penulis novel ternama, Ika Natassa di akun Twitternya.
"Apakah dia (Nada) sedih karena semua kejahatan dan kebrutalan ISIS yang dia saksikan ketika berbelanja, atau karena ketidakmampuannya melanjutkan pendidikan medisnya? Lihat ekspresinya," tulis Ika.
Komentar serupa juga dilontarkan oleh pengguna Twitter lainnya @littlelitya.
"Jika orang bilang ini adalah soal kemanusiaan, bisakah kalian pikir dua kali? Bisakah kalian berpikir bahwa semua korban (ISIS) juga adalah manusia," tulisnya.
KOMENTAR ANDA